JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sedang diuji integritasnya. Lembaga yang menjadi ujung tombak penjaga HAM itu mendapatkan status disclaimer bersama tiga kementerian dan lembaga lainnya yakni Kementerian Sosial (Kemensos), Kementerian Pemuda Olahraga (Kemenpora) dan TVRI. Status yang diberikan seusai dengan penerbitan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) per 4 Juni 2016 itu berarti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tak mengevaluasi laporan keuangan Komnas HAM karena bermasalah.

Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai mengatakan pihaknya sedang melakukan pemeriksaan internal terhadap status disclaimer yang diberikan BPK. Diharapkan hasil pemeriksaan internal dapat membawa perubahan manajemen dan diselesaikan akhir Agustus 2016. Dia tak mempermasalahkan jika sejumlah pegawai Komnas HAM mempublikasikan proses internal yang sedang terjadi.

"Kami ada waktu untuk audit internal selama dua bulan. Ini baru jalan satu setengah bulan," ujar Pigai di kantornya, Menteng, Senin, (8/8).

Pigai ditunjuk sebagai salah satu komisioner yang memimpin tim audit internal. "Karena nama saya tak ada di laporan BPK, jadi saya dipercaya untuk memeriksa ke dalam," ujarnya.

Pigai menjelaskan, status disclaimer diberikan oleh BPK kepada lembaga atau kementerian terkait apabila tidak ada bukti-bukti yang dibutuhkan untuk menyimpulkan dan menyatakan laporan keuangan tersebut telah diberikan dengan wajar. BPK biasanya memberi status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pada laporan keuangan Komnas HAM. Standar penilaian BPK urutannya adalah WTP, Wajar Dengan Pengecualian (WDP), dan terakhir disclaimer alias tak memberi pendapat.

Dia menilai penetapan status disclaimer menunjukkan adanya potensi kerugian negara atau ada penyalahgunaan anggaran yang tidak sesuai antara perencanaan dan pelaksanaan. Status disclaimer pada Komnas HAM mengacu pada pemeriksaan BPK Nomor 17c/HP/XIV/05/2016, tertanggal 24 Mei 2016.

Pigai menjelaskan berdasarkan pemeriksaan BPK menunjukkan adanya kelalaian dalam administrasi di Komnas HAM di dalam ranah komisioner dan sekretariat jenderal Komnas HAM dan staf pengelola keuangan. Penetapan status disclaimer akan berdampak pada tunjangan para staf dan penambahan anggaran untuk Komnas HAM kedepannya.

Pihaknya juga mendukung solidaritas Komnas HAM untuk membongkar masalah tersebut ke masyarakat. Pasalnya ini menyangkut pertanggungjawaban moral lembaga pembela HAM kepada masyarakat.

"Maka Komnas HAM bisa membawa manajemen baru yang lebih baik dan transparan," jelasnya.

Dia menegaskan jika terbukti bersalah atau melakukan pelanggaran maka komisioner, sekjen dan staf pengelola keuangan Komnas HAM harus mendapatkan sanksi tegas berupa sanksi kode etik. Bentuknya dapat berupa teguran, diberhentikan sementara, atau diberhentikan dengan permanen. Sementara sanksi buat staf juga diberikan sanksi kode etik dan pidana, serta sanksi kedisiplinan.

BENTUK PENYELEWENGAN - Solidaritas pegawai Komnas HAM, Senin (8/8) pagi, mendeklarasikan petisi yang berisi permintaan terhadap para petinggi lembaga tersebut. Petisi itu akan disodorkan juga pada Komisi Hukum DPR untuk mendukung pengawasan terhadap audit internal.

Menurut perwakilan solidaritas karyawan Komnas HAM, Yossa Nainggolan, status disclaimer menimbulkan ketidakpercayaan antar anggota Komnas HAM, dan mengganggu kredibilitas Komnas di mata para mitra. "Ini dirasakan betul oleh pegawai yang membina hubungan baik dengan para stakeholders," kata Yossa.

Yossa menambahkan dari hasil audit BPK terdapat sejumlah peraturan perundang-undangan yang dilanggar Komnas HAM. Pelanggaran yang dilakukan Komnas HAM adalah terkait soal realisasi belanja barang dan jasa berindikasi fiktif. Diantaranya biaya sewa rumah dinas komisioner dengan jumlah Rp330 juta yang tidak sesuai ketentuan.

Dia mengungkapkan, selain itu ada juga pembayaran uang saku rapat dalam kantor yang tidak sesuai ketentuan sebesar Rp2,17 miliar. Pengadaan jasa konsultan pengembangan aplikasi pengaduan secara online Rp87,35 juta, namun yang belum didapatkan bukti yakni pertanggungjawaban soal kelebihan pembayaran Rp12,37 juta dan sanksi denda keterlambatan Rp12,20 juta.

Tak hanya itu, Yossa menyebutkan, bahkan masih belum terdapatnya bukti pertanggungjawaban pembayaran honorarium tim pelaksanaan kegiatan di Komnas HAM tahun 2015 Rp925,79 juta dan Rp6,01 miliar belum seluruhnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Menurutnya, masalah lainnya adalah pelaksanaan pekerjaan langganan pengadaan internet dan pembayaran biaya service charger pada kantor Komnas HAM di Hayam Wuruk, Jakarta Barat, yang tidak sesuai ketentuan yakni, sebesar Rp3,38 miliar. Sementara itu, penetapan standar biaya yang digunakan belum mendapat persetujuan Menteri Keuangan dan terdapat PNBP dari penerimaan Jasa Giro yang belum diketahui atau diperhitungkan oleh bank.

MINUS PENGAWASAN INTERNAL - Komnas HAM mengakui penetapan status disclaimer karena adanya ketidaktertiban administrasi. Belum diketahui berapa kerugian negara karena disclaimer itu. BPK belum mengungkapkannya secara rinci.

"Ada kesalahan administrasi, ada hal-hal juga pengambilan intern kepatuhan aturan kemudian masalah manajemen yang belum diterapkan secara tertib," jelas Wakil Ketua Komnas HAM Ansori Sinungan di kantornya, Jumat (17/6).

Menurut dia, di Komnas HAM dahulu tidak ada sistem pengawasan internal, dan baru-baru ini saja dibentuk. Berbeda dengan lembaga lain yang ada pengawasan internal.

Masalah lainnya soal sistem baru yang belum tersosialiasi dengan manajemen keuangan di Komnas HAM. Selama ini manajemen masih menerapkan sistem lama. "Komnas HAM dari periode ke periode itu tentunya dari yang lalu tertinggal diteruskan berikut terus berikut termasuk kasus-kasus dari periode sebelum diselesaikan diperiode berikutnya termasuk manajemen," ujarnya.

Menurut Ansori, Komnas tak tinggal diam dan terus melakukan reformasi birokrasi dengan sistem yang baru mengikuti arahan-arahan peraturan yang ada. Komnas HAM akan menggunakan pendampingan BPK sehingga dapat membuat laporan mengikuti aturan yang benar.

"Kami sudah bentuk tim dan dengan BPK komunikasi terus mereka siap bantu pembenahan keuangan, sehingga tidak ada lagi kesalahan dari manajemen keuangan," tambah dia.

Menurut dia juga, Komnas HAM tengah melakukan perbaikan dan restrukturisasi. "Bahwa kita melakukan sudah melakukan restrukturisasi sistem pengawasan internal itu upaya dilakukan kita sudah melakukan pembenaran administrasi sesuai temuan BPK. Kalau itu ditemukan pelanggaran kita secara internal akan berikan sanksi," tegas dia. (dtc) 

BACA JUGA: