JAKARTA, GRESNEWS.COM - Perhelatan pemilihan presiden dan wakil presiden masih cukup jauh. Namun mendadak suasana menjadi keruh gara-gara manuver kepagian Partai Golkar. Mula-mula, entah siapa yang menginisiasi, di beberapa wilayah di Jakarta bertebaran poster dukungan Partai Golkar kepada Presiden Joko Widodo.

Yang paling mencolok, tentu saja baliho yang dipasang di kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar di Jalan Anggrek Nelly Murni, Slipi, Jakarta Barat. Baliho berukuran sekira 3x4 meter itu memajang gambar wajah Jokowi disertai tiga petinggi Golkar diantaranya adalah sang Ketua Umum Setya Novanto dan Sekjen Idrus Marham.

Di bawah foto tersebut, terpampang motto partai berlambang beringin tersebut: "Suara Golkar Suara Rakyat" dibalut latar belakang warna merah putih. Di bawah tulisan itu terpampang lagi tulisan: "Bersama Jokowi Kita Berkarya untuk Bangsa."

Manuver Golkar yang mendadak "mengklaim" Jokowi ini memang sempat bikin keki partai pendukung Jokowi, PDIP. Wakil Sekretaris Jenderal PDIP Eriko Sotarduga mengatakan, posisi Jokowi sebagai Presiden dan Kepala Negara adalah milik semua golongan. Sangat tak elok jika posisi Jokowi dimanfaatkan untuk kepentingan satu kelompok atau golongan.

"Boleh tidak memanfaatkan fotonya untuk menjaring suara masyarakat? Karena kalau hanya digunakan satu golongan jadi seolah-olah hanya milik satu golongan saja," kata Eriko beberapa waktu lalu.

Golkar memang sudah menegaskan mendukung pemerintahan Jokowi. Golkar juga mengaku terang-terangan memasang foto Jokowi demi mendongkrak elektabilitas calon dari Golkar. "Elektabilitas Jokowi saat ini masih tinggi dan publik puas dengan kinerjanya," kata Ketua DPP Partai Golkar Bambang Soesatyo.

Nah, belum usai manuver itu diperbincangkan, mendadak Golkar melakukan manuver lainnya. Kali ini, memunculkan nama Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X sebagai calon pendamping Jokowi untuk Pilpres 2019.

Usulan paket Jokowi-Sri Mulyani atau Jokowi-Sultan HB X untuk diusung Golkar dalam Pilpres 2019 ini muncul dalam Rapat Koordinasi Teknis Partai Golkar untuk mempersiapkan kemenangan Jokowi di Pilpres 2019. Rapat tersebut dihelat di Hotel Peninsula, Jakarta, Sabtu (3/9).

Pada acara tersebut, Ketua Pemenangan Pemilu DPD Partai Golkar Jambi Gusrizal mengusulkan agar Golkar mulai me-listing Calon Wakil Presiden untuk mendampingi Jokowi. "Bisa Sri Mulyani, Bu Khofifah Indar Parawansa, atau Sri Sultan Hamengku Buwono X," ujarnya.

Usai Rakornis, Korbid Pemenangan Pemilu Wilayah Indonesia I (Jawa-Sumatera) Nusron Wahid menyatakan bahwa hal itu baru sekadar wacana. "Boleh boleh saja. Tetapi itu menurut saya masih terlalu jauh," ujarnya.

Menurut Nusron, Golkar saat ini akan lebih dahulu fokus dalam pemenangan Pilkada. Dia menegaskan bahwa pilihan cawapres akan diserahkan ke Jokowi. "Kita serahkan kepada Pak Jokowi. Golkar nggak ikut campur, itu urusan Pak Jokowi saja. Kita nggak mau mengintervensi soal itu," ucap Nusron.

Meski baru sekadar wacana, manuver Golkar ini sudah bisa bikin panas partai-partai lainnya. Yang paling panas tentu saja PDIP sebagai partai utama pendukung Jokowi. Ketua DPD PDIP Jawa Barat TB Hasanudin mengatakan, partainya lebih mengutamakan kerja ketimbang pagi-pagi sudah bermanuver politik membicarakan pencalonan presiden dan wakil presiden.

"Itu haknya Golkar, silakan saja. Kalau PDIP sih kerja dulu. Saya khawatir kalau PDIP mengatakan mulai jauh-jauh hari sudah bicara Pilpres, kapan kerjanya," kata Hasanudin, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (5/9).

Sementara itu, Ketua DPP PDIP Hendrawan Supratikno menilai, manuver Golkar tersebut dapat mengganggu konsentrasi pemerintahan Jokowi-JK. "Ini terlalu dini, ini masih lama, justru kalau kita terlalu banyak gencar berbicara politik nanti habis energi kita untuk akselerasi pembangunan bisa berkurang," ungkap Hendrawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (5/9).

Sebagai partai pengusung Jokowi di era periode ini, PDIP sangat concern terhadap kinerja pemerintah. Menurut Hendrawan, masih banyak program-program yang belum tercapai dan seharusnya Jokowi lebih fokus pada hal-hal tersebut. "Target kita masih banyak 35 ribu mega watt, sekian bendungan, sekian bandara. Terus belum kedaulatan pangan, terus macem-macem," ucapnya.

Wacana-wacana yang dilontarkan Golkar, menurut Hendrawan, dapat membuyarkan konsentrasi Jokowi. Apalagi baru dua tahun kepemimpinan Jokowi bersama JK, partai beringin itu sudah mulai mengajukan nama lain sebagai bakal cawapres. "Kita konsentrasi ke sana. Kalau sudah terlalu disibukan dengan urusan-urusan politik, nama-nama orang bermunculan, nanti malah konsentrasinya buyar," kata Hendrawan.

SEKADAR MANUVER - Sementara itu, Partai Gerindra menganggap manuver Golkar itu hanyalah sekadar manuver kosong. Ketua DPP Partai Gerindra Desmond J Mahesa mengatakan, Golkar sudah terbiasa bermanuver untuk kepentingan partai. Nah mengusung duet Jokowi-Sri Mulyani ini menurutnya juga merupakan "dagangan" politik Golkar untuk meraih simpati rakyat.

Namun, dia mengingatkan, manuver tersebut memang masih terlalu dini. "Sebenarnya sah-sah saja, Golkar ingin melihat respons masyarakat, tapi apakah pemerintah ini akan berakhir manis," kata Desmond, Senin (5/9).

Golkar, kata Desmond, seharusnya melihat dulu hingga masa-masa terakhir Pemerintahan Jokowi. Sebab partai beringin tersebut terkenal sebagai partai yang biasa ´balik badan´ jika keadaan tidak menguntungkan. Tengok saja ketika Golkar ´mbalelo´ dari Koalisi Merah Putih (KMP) dan berbalik mendukung Jokowi. Padahal saat Pilpres 2014, Golkar menjadi salah satu pucuk pimpinan KMP bersama Gerindra.

"Kalau seperti itu, maka ini omong kosong. Cuma trik politik. Nggak jauh beda. Ujung-ujungnya akan berpaling, namanya Golkar kan selalu yang paling untung untuk dia," kata Desmon.

Kepada Jokowi, Gerindra juga mengingatkan agar tidak terlalu mengejar kekuasaan. Desmond menyatakan kini kebebasan semakin berkurang. "Lama-lama pemerintah semakin melemah tapi kebijakan menguat. Satu grade lagi Jokowi sama seperti Pak Harto, tidak bisa dikritik lagi. Saya harap Pak Jokowi sadar kekuasaan hanya sementara," tuturnya.

Hal senada disampaikan pengamat politik Arbi Sanit. Dia menilai, manuver yang dilakukan Golkar selalu sama dari zaman Orde Baru. Harapannya tidak lain adalah jatah menteri yang lebih banyak pada periode berikutnya. Arbi Sanit mengatakan, peta politik 2019 sudah jelas. Ahok akan maju mendampingi Jokowi dalam Pilpres 2019 dan posisi Gubernur Jakarta akan digantikan oleh Walikota Surabaya Tri Rismaharini.

Dengan demikian, kata dia, penawaran calon yang dilakukan oleh Golkar hampir tidak mungkin akan bisa diwujudkan. "Ini senjata terakhir Golkar untuk minta jatah, karena dia sudah gak punya calon kuat pada 2019," ujar Arbi kepada gresnews.com, Senin (5/9).

Menurutnya, Peta Politik untuk 2019 sudah dibentuk dari 2012 yaitu menjadikan posisi gubernur Jakarta sebagai uji kelayakan. Apabila lolos dan dianggap memiliki kinerja yang baik, maka jabatan lebih tinggi di tingkat nasional akan menanti. Boleh dibilang saat ini PDI-P memegang kendali penuh untuk PilPres mendatang, ke tiga tokoh yang dimilikinya yaitu Jokowi, Ahok dan Megawati selaku top elit politik Indonesia yang memiliki banyak pendukung sehingga tidak perlu untuk melakukan koalisi atau barter politik.

Selain itu, tidak adanya tokoh saat ini yang popularitasnya menyaingi mereka bertiga sehingga, Arbi Sanit memperkirakan di 2019 pasangan Jokowi-Ahok akan mulus menang tanpa rintangan yang berarti. Dia juga mengatakan, bila berbicara penantang, kemungkinan besar Prabowo akan maju kembali untuk melakukan pembalasan.

Akan tetapi, kekuatan politik Prabowo yang sudah mulai melemah dengan hancurnya Koalisi Merah Putih (KMP) sehingga diprediksi hasilnya tidak akan jauh berbeda seperti pilpres sebelumnya. "Prabowo akan mudah digilas nantinya," ujar Arbi.


BUKAN WACANA PARTAI - Terkait wacana duet Jokowi-Sri Mulyani ini, Ketua Umum Golkar Setya Novanto menegaskan, itu baru sekadar wacana dan bukan merupakan keputusan partai. "Yang jelas kita sudah mendukung, kita mencalonkan dan kita memenangkan Presiden Jokowi di 2019," kata Novanto, di DPP Golkar, Jl Anggrek Nelly, Slipi, Jakarta Barat, Senin (5/9).

Novanto menegaskan wacana itupun bukan wacana partai, melainkan wacana individu. Golkar tak akan mendorong nama cawapres tertentu ke Jokowi. "Golkar tidak ada yang menyangkut masalah wakil. Tentu semuanya kita serahkan kepada Presiden dan sampai hari ini, seterusnya," ujarnya.

Fokus Golkar saat ini, kata Novanto, adalah menyukseskan Pemerintahan Jokowi-JK. Golkar akan mengawal agar Jokowi berhasil menunaikan janji-janjinya, sehingga akan kembali dipilih rakyat.

Hal senada disampaikan Ketua DPP Golkar Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Yorrys Raweyai. "Enggak ada itu (usulan calon wakil presiden), bikin isu saja," kata Yorrys.

Yorrys mengatakan, Rakornis bukan mekanisme formal di partai berlambang beringin ini untuk menentukan kebijakan strategis seperti pengusungan calon presiden maupun wakil presiden. Forum Rakornis, kata dia, hanya tempat konsolidasi dalam rangka pemenangan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2017.

"Itu Rakornis kan bukan mekanisme formal. Itu kan untuk pemenangan Pilkada 2017. Tidak ada nama-nama (Cawapres) itu," ujarnya. (dtc)

BACA JUGA: