JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kunjungan Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al Saud ke Indonesia tak sepenuhnya diwarnai puji sanjung. Sebagian orang juga menyikapi kehadiran pimpinan negara terkaya itu dengan sejumlah kritik. Pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) dan aktivis buruh misalnya mengkritik perlakuan negara tersebut terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang kerap tidak menyenangkan.

Mereka juga mengkritik penandatanganan 11 Memorandum of Understanding (MoU) antara Pemerintah RI dengan Kerajaan Arab Saudi tidak memasukkan persoalan utama yang kerap dihadapi TKI. Dimana TKI sering mendapatkan perlakukan kurang manusiawi di negara Arab Saudi. Sejumlah MoU yang ditandatangani itu ternyata persoalan TKI ini luput dari perhatian.

Dalam pidatonya, Ketua DPR RI Setya Novanto memang sempat menghimbau Raja Salman untuk memberikan perhatian lebih terhadap sejumlah nasib TKI di Arab Saudi yang sedang tersangkut kasus hukum. Novanto berharap Raja Salman bin Abdul Aziz bisa memberikan jalan penyelesaian yang solutif.

"Kami juga berharap agar masalah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dapat dicarikan solusi terbaik sehingga dapat dipulihkan," ujar Setya Novanto di Gedung DPR RI, Senayan Jakarta, Kamis (2/3).

Lebih jauh dia mengungkapkan, Indonesia menghargai aturan hukum yang berlaku di Arab Saudi. Kendati pun begitu, dia juga tetap mengharapkan pihak kerajaan tetap memberikan upaya hukum yang mengedepankan penyelesaian terbaik.

"Dengan tetap menghormati sistem hukum Kerajaan Arab Saudi jika terdapat TKI yang bersalah, maka dari lubuk hati yang paling dalam atas nama rakyat Indonesia kami mohon kemurahan hati Yang Mulia Sri Baginda Raja Salman bin Abdul Aziz Al Saud untuk memberikan ampunan," ujar Novanto dalam sambutannya di depan Raja Salman di DPR.

TETAP MENGECAM - Aliansi organisasi buruh yang terdiri dari Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dan Solidaritas Perempuan (SP), LBH Jakarta, Kamis (4/3) melakukan unjuk rasa di depan Kedutaan Arab Saudi, Kuningan, Jakarta Selatan. Demonstran meminta kepada Kerajaan Arab untuk memperhatikan kondisi TKI Indonesia yang kerap menjadi korban eksploitasi di Arab Saudi.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Alghiffari Aqsa mengungkapkan, demonstrasi itu dilakukan, untuk menyampaikan gambaran bahwa kondisi buruh Indonesia yang bekerja di Arab Saudi belum membaik. Berbagai tindakan seperti kriminalisasi, eksploitasi masih sering dialami Tenaga Kerja Indonesia.

"Pemerintah Indonesia dengan kedatangan raja Salman saat ini seakan menutup mata terhadap fakta-fakta tersebut," tegas Alghiffari kepada gresnews.com, Jumat, (3/3).

Saat kedatangannya ke Istana Bogor, kedua pemerintah menandatangani 11 nota kesepahaman kedua negara. Namun begitu, persoalan perlindungan TKI di Arab Saudi luput dari perhatian pemerintah Indonesia dalam membuat kerjasama tersebut.

Oleh karena itu, para demonstran menilai atas tindakan massif dilakukan pemerintah Arab Saudi itu mesti mendapat kecaman keras. Alghiffari menambahkan, agar klausul soal perlindungan TKI di Arab Saudi juga bisa masuk ke dalam perjanjian kerjasama antara Pemerintah RI dan Saudi Arabia.

"Jelas hal ini harus dikecam mengingat masih masifnya pelanggaran hak dan kekerasan terhadap BMI maupun PBM di Arab Saudi," ungkap Alghiffari. Dia juga meminta Presiden untuk menjadikan peningkatan perlindungan Buruh Migran Indonesia di Arab Saudi sebagai salah satu poin perjanjian.

Selain itu, mereka juga mendesak Raja Salman bin Abdul Aziz Al Saud agar tenaga kerja asal Indonesia yang menjadi korban kriminalisai di negara yang dipimpinnya dapat dibebaskan. "Meminta Presiden RI untuk meminta Raja Arab Saudi membebaskan BMI yang menjadi korban kriminalisasi," katanya.

Dalam aksi yang berlangsung singkat itu, Alghiffari juga menyayangkan aparat kepolisian yang menghalang-halangi massa aksi untuk melakukan demonstrasi dalam penyambutan Raja Salman bin Abdul Aziz Al Saud. Dia menilai langkah penegak hukum yang membubarkan massa aksi merupakan tindakan pembungkaman hak sipil yang dilindungi oleh undang-undang.

Awalnya, sejumlah massa itu berkumpul di depan Kedutaan Besar Arab Saudi di Kawasan Kuningan, Jakarta Selatan sekitar pukul 13.31 Wib. Namun tak berselang lama, pihak demonstran dipaksa meninggalkan dengan cara intimidatif dan perlakuan represif kepolisian karena alasan mengganggu ketertiban umum.

Anggota DPR RI Komisi IX Irma Suryani yang membidangi ketenagakerjaan juga mengaku kecewa dengan pemerintah lantaran persoalan perlindungan terhadap TKI tidak masuk ke dalam kerjasama RI-Arab Saudi. Menurut Irma, persoalan perlindungan terhadap TKI di Arab Saudi merupakan hal yang utama mengingat animo TKI masih sangat besar untuk bekerja di Arab Saudi.

Sementara itu, upaya perlindungan bagi TKI masih sangat minim. Sehingga perlu adanya kerjasama yang kuat untuk melindungi TKI yang semestinya diusulkan pemerintah dalam nota kesapahaman yanng ditandatangi kemarin.

"Salah satu program penting yang harus masuk dalam perjanjian kerjasama Indonesia - Arab Saudi, mengingat sampai Hari Ini minat TKI Kita untuk bekerja disana masih sangat Tinggi meskipun dengan risiko keselamatan kerja yang minim," ujar politisi Partai Nasdem kepada gresnews.com, melalui pesan singkatnya, Jumat (3/3).

Irma menuturkan, langkah pemerintah untuk memoratorium TKI ke Arab karena alasan pembenahan dan peningkatan skill TKI. Terlepas dari itu, sambung Irma, pemerintah juga mesti memperkuat kerjasama dengan Arab Saudi soal ketenagakerjaan.

"Pemerintah juga berusaha untuk melakukan kerjasama yang saling menguntungkan. Kita beri mereka jasa dan mereka kasih kita lapangan pekerjaan," ujar Irma.

BACA JUGA: