Kini penipuan makin marak. Penipuan tak lagi dilakukan dengan perbuatan secara langsung, namun melalui media internet atau pesan singkat di ponsel. Misalnya saja ada tawaran membeli suatu barang yang kita terima melalui email atau pesan singkat ponsel, dengan kewajiban membayar terlebih dahulu, namun ternyata barang tersebut tak datang. Atau misalnya juga penipuan berupa pengumuman pemenang sebuah undian fiktif, yang mengharuskan anda sebagai pemenang untuk membayarkan pajak hadiahnya terlebih dahulu.

Penipuan merupakan tindak pidana yang diatur dalam KUHP. Tindak pidana penipuan diatur dalam Pasal 378 KUHP. Tindak pidana penipuan bertujuan untuk mendapatkan keuntungan, dengan mendapatkan barang, diberikan utang, maupun dihapus utangnya. Orang yang melakukan tindak pidana penipuan diancam penjara maksimal 4 tahun. Hal ini sebagaimana diatur Pasal 378 KUHP selengkapnya berbunyi sebagai berikut:

"Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun."

Selain dapat dijerat dengan pasal dalam KUHP, para pelaku penipuan di dunia maya dapat dijerat pula dengan ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE). Ini terkait dengan timbulnya kerugian seorang konsumen dalam transaksi elektronik. Pasal tersebut menyatakan:

"Setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik."

Seseorang yang melanggar ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU ITE tersebut diancam pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar, sebagaimana diatur Pasal 45 ayat (2) UU ITE.

HARIANDI LAW OFFICE

BACA JUGA: