JAKARTA, GRESNEWS.COM - Surat tulisan tangan dari Ketua DPR Setya Novanto yang meminta dirinya tak dicopot dari jabatan Ketua DPR dan Ketua Umum Golkar justru dinilai menunjukkan sang "Papa" sudah berada dalam kondisi tak berdaya. Ketua Generasi Muda Partai Golkar (GMPG) Ahmad Doli Kurnia menyebut, surat itu ibarat surat wasiat. Surat itu mengingatkan Doli pada cerita di sebuah film tentang pengusaha yang sudah tak bisa apa-apa.

"Itu kayak surat wasiat saja tuh, kayak orang kalau dilihat di film-film itu. Kalau ada orang pengusaha kaya pemilik perusahaan, nggak bisa melakukan apa-apa, dia tulis surat wasiat bahwa saya maunya ini," tutur Doli di Jalan Hang Lekiu, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (22/11).

Namun, bagi Doli, Partai Golkar tak bisa dikelola seperti perusahaan. Doli mengatakan seorang pimpinan tak bisa sembarang menunjuk orang lain untuk menggantikannya. Ada mekanisme partai yang harus dilalui.

"Nah, pertanyaannya, Partai Golkar perusahaan atau tidak. Ini dikelola dengan cara perusahaan. Ada surat wasiat ditunjuk sama orang, ditunjuk mandatnya," tuturnya.

Selain itu, Doli menyoroti rapat pleno yang seolah-olah hanya mengakali pemikiran masyarakat. Golkar disebut ingin membangun citra positif dengan melakukan perubahan, padahal tidak sama sekali.

"Jadi ternyata kita menyaksikan lagi ada langkah-langkah seperti mengakal-akali saja. Mereka itu seolah-olah ingin membangun image di masyarakat, tetapi ternyata nggak dan ini sudah dua kali. Kemarin kan pleno sebelum SN praperadilan mau dinonaktifkan," imbuhnya.

Karena itu, Doli mengaku skeptis terhadap setiap pleno yang digelar oleh DPP Golkar. Menurutnya, Golkar diisi oleh orang yang hanya mengutamakan kepentingan pribadi dan kelompok.

"Makanya saya bilang, setiap DPP itu mau rapat pleno, saya suka skeptis. Nah, itu terjadi orang yang ada DPP itu mengajarkan mengelola organisasi Golkar dengan mengumpulkan kepentingan pribadi dan kepentingan keluarga di atas kepentingan partai. Jadi, ketika mau maju untuk perubahan, kemudian dihadapkan dengan kepentingan kelompok dan pribadi, itu mundur lagi," tuturnya.

Kebenaran surat Setnov itu sendiri memang sempat dipertanyakan para pengurus DPP Golkar dalam rapat pleno Golkar. Mereka sempat meminta verifikasi kebenaran dari dua surat yang ditulis tangan dan beredar melalui instant messanger.

"Jadi memang begini ada beredar surat tanda tangan dan beredar di WA dan banyak lagi. Memang dalam rapat pleno kemarin sempat dipertanyakan, bahkan ada gagasan untuk lakukan verifikasi tentang itu," ujar Plt Ketum Golkar Idrus Marham di Kantor DPP Golkar, Jl Anggrek Neli, Slipi, Jakbar, Rabu (22/11).

Namun pleno akhirnya sepakat untuk tidak melakukan verifikasi dan terus melanjutkan rapat pleno dengan mempertimbangkan SK penunjukan Idrus Marham sebagai Plt Ketum yang dikeluarkan Novanto. Verifikasi juga dinilai akan memerlukan waktu lama.

"Sebelumnya sudah ada surat resmi yang ditandatangani sekjen dan ketum tentang penunjukan plt ketum Partai Golkar, kalau kita lakukan verifikasi itu perlu proses panjang," jelas Idrus.

"Sementara masalah-masalah yang ada tidak perlu menunggu itu sehingga tim yang ditunjuk rapat pleno mengambil keputusan bahwa kita tidak perlu verifikasi," sambungnya.

Ketua Harian Golkar Nurdin Halid yang memimpin rapat pleno kemarin, Selasa (21/11), menyebut akan membacakan surat yang tersebar lewat WhatsApp itu. Namun dia menyebut surat Novanto tak akan mengintervensi jalannya pleno.

Meski Nurdin mengatakan surat Novanto tak akan mengintervensi rapat, namun pada akhirnya Pleno Golkar tetap mempertahankan status Novanto sebagai ketum dan menunjuk Idrus sebagai Plt ketum. Keputusan ini sambil menunggu hasil praperadilan yang diajukan Novanto terkait status tersangkanya dalam kasus korupsi e-KTP. "Menyetujui Idrus Marham sebagai Plt Ketum sampai ada keputusan praperadilan," ungkap Idrus usai rapat Pleno, Selasa (21/11).

Masih ngototnya Novanto mempertahankan posisi di DPR dan Golkar ini justru membuat banyak pihak di internal Golkar yang ingin ada penyegaran di partai mulai bergerilya agar munaslub segera digelar. Ketua DPD I Partai Golkar Jawa Tengah Wisnu Suhardono menyebut ada sebagian masyarakat yang telah muak dengan kinerja sang Ketua Umum Setya Novanto.

Wisnu mengatakan itu merupakan kondisi objektif yang tengah dialami Partai Golkar. "Kondisi objektif saat ini Golkar anda sudah sangat luar biasa menilainya, ada publik sudah muak terhadap kinerja Setya Novanto," kata Wisnu.

Wisnu juga menyebut kondisi Golkar saat ini mengalami tingkat penurunan kepercayaan masyarakat. Dia lantas mengatakan penyebab dari persoalan itu adalah ada sebagian tokoh yang masih menggantungkan hidupnya kepada partai.

"Mungkin salah satu penyebabnya tokoh tokoh di Golkar sebagian hidupnya dari partai, ini yang jadi permasalahan, yang jadi permasalahan atas bagian dari mereka ini, hidup dari partai," tuturnya.

Menurut Wisnu, jika Golkar hanya diisi oleh orang-orang yang hanya hidup dari partai, partai yang berlambang pohon beringin itu akan ditinggalkan oleh masyarakat. Sebab, situasi seperti itu rentan untuk menimbulkan terjadinya politik uang.

"Dengan money politics, ini di dalam era milenium ini karena hidupnya dari partai karena bermain dalam parpol sehingga mengambil kebijakan dan keputusan tidak bisa objektif proporsional apalagi profesional," ujarnya.

Karena itu, dia berharap Golkar dapat mempunyai pemimpin baru yang loyal dan tidak hanya hidup dari partai. Pemimpin yang seperti itu, menurutnya, akan meningkatkan kembali kepercayaan rakyat kepada Golkar. "Ke depan, (perlu) ada pemimpin yang tidak hidup dari partai tapi menjiwai dan loyal kepada partai untuk menghindari money politics," tuturnya.

DATANGI JK - Mendesak agar munaslub segera digelar, sejumlah DPD I Partai Golkar mendatangi Wakil Presiden Jusuf Kalla. Mereka meminta dukungan agar munaslub untuk mengganti Setya Novanto sebagai Ketua Umum Golkar bisa terealisasi. "Kita yang menginisiasi pertemuan delapan ketua DPD I pada Senin malam menghadap Pak JK," kata Wisnu Suhardono.

Wisnu menerangkan dia menjadi juru bicara dalam pertemuan yang digelar pada Senin (20/11) malam itu. Pimpinan DPD provinsi Golkar yang hadir adalah Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, DIY, Sulbar, dan Bangka Belitung. "Yang kemarin hadir hari pertama adalah saya sebagai juru bicara karena saya paling tua," terangnya.

Bukan hanya delapan DPD, Wisnu akan terus meminta dukungan kepada DPD lain terkait desakan munaslub tersebut. Setelah itu, surat yang telah ditandatangani akan diserahkan kepada pengurus DPP.

Wisnu mengingatkan, sesuai dengan aturan dasar dan aturan rumah tangga (AD/ART) partai, munaslub bisa terselenggara bila mendapat dukungan dua pertiga dari 34 DPD I yang ada. Mereka menginginkan agar Novanto segera diganti dari posisinya sebagai Ketum Golkar mengingat kini Ketua DPR itu ditahan KPK karena menjadi tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP. "Paling tidak dua pertiga (dari DPD) sudah tanda tangan, kita sampaikan ke DPP," ucap Wisnu.

Dia pun mengatakan posisi DPD I lebih kuat daripada hasil pleno DPP Golkar, sehingga hasil pleno Golkar semalam posisinya berada di bawah mereka. "Dengan demikian, sesuai dengan AD/ART, kuat mana keputusan dari kita kemarin ditandatangani oleh dua pertiga lebih dari 34 DPD I dengan hasil pleno yang diselenggarakan tadi malam," tegas Wisnu.

Selain itu, Wisnu juga mengutarakan harapan JK terhadap Golkar dalam pertemuan tersebut. Menurutnya, JK ingin ada perbaikan di tubuh Golkar. Dia juga menyoroti soal elektabilitas Golkar yang turun sejak masalah Novanto ini bergulir dan dikatakannya akan berdampak pada hasil pileg dan pilpres.

"Harus segara ada perbaikan. Nanti kalau kita sebagai pendukung pemerintah memenuhi syarat karena kita 14 persen. Tapi kalau kita penurunan dalam legislatif sehingga 7-8 persen, kan menyulitkan presiden yang diusung oleh kita pada periode yang akan datang karena di DPR kita tidak terlalu berperan, katakanlah 7-8 persen," tuturnya.

Menurut Wisnu, munaslub perlu digelar mengingat Pilkada 2018 semakin dekat. Golkar, sambung dia, perlu mengembalikan kepercayaan rakyat agar bisa memenangi pesta demokrasi tersebut. "Munaslub segera mengambil alih, melaksanakan munaslub untuk memilih pemimpin baru karena kita berkejaran. Bulan Juni yang akan datang kan pilkada," sebut Wisnu.

Seperti diketahui, rapat pleno Golkar memutuskan tidak memecat Novanto sebagai ketua umum. DPP akhirnya menunjuk Idrus Marham sebagai Plt Ketua Umum hingga praperadilan Novanto. Bila nantinya Novanto menang praperadilan melawan KPK dan status tersangkanya gugur kembali, Novanto tetap akan terus menjadi ketum. Bila praperadilannya kalah, Novanto akan diminta mengundurkan diri. Jika tidak mau, Golkar baru akan menggelar munaslub. Ini juga berlaku pada posisi Novanto sebagai Ketua DPR.

Desakan munaslub juga disampaikan DPD I Golkar Jawa Barat. Mereka meminta adanya forum bersama dengan DPP untuk membahas inisiasi tersebut. "Makanya diperlukan pertama langkah musyawarah-lah, dipimpin oleh DPP bicara dengan DPD I secara baik. Yuk, kita cari solusi dari kemelut partai ini. Kita gagah menduduki posisi penting di Golkar, baik DPD I maupun II, nggak ada artinya kalau Golkar kehilangan pemilihnya," kata Ketua DPD I Jawa Barat Dedi Mulyadi di Jalan Hang Lekiu, Kebayoran Baru, Jaksel, Rabu (22/11).

Dedi menyebut telah ada sekitar 20 DPD yang telah sepaham dengan pemikirannya. Dia berharap pertemuan DPD I atau DPD Provinsi Golkar dengan DPP (dewan pimpinan pusat) bisa segera digelar agar permasalahan di tubuh Golkar tak semakin besar.

"Sudah lebih dari 20 yang memiliki spirit ya, spirit itu sudah ditumpahkan dalam bentuk ucapan, dalam bentuk tulisan, itu hal lain. Secara mayoritas DPD ingin perubahan. Siapa sih yang tidak ingin Golkar kembali baik, kan pasti ingin," tutur Bupati Purwakarta itu.

Menurut Dedi, pada prinsipnya setiap elemen di Golkar menginginkan adanya perubahan. Keinginan itulah yang, menurutnya, perlu dimusyawarahkan agar tercapai kesepakatan bersama. "Terjadi perubahan nanti jenis perubahannya apa, kita bikin musyawarah. Kalau musyawarah tidak ditempuh, yang mengambil langkah organisasi," terangnya. (dtc)

BACA JUGA: