JAKARTA, GRESNEWS.COM – Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) baru saja mengunjungi tanggul raksasa Semangeum di Korea Selatan. Bendungan itu, kata Ahok, akan dijadikan referensi perbandingan untuk pemerintah DKI Jakarta membangun proyek Giant Sea Wall (GSW) yaitu proyek bendungan laut air bersih di Jakarta Utara. Pembangunan bendungan laut tersebut rencananya akan dibangun pada tahun 2014, namun rencana tersebut masih menuai perdebatan khususnya dari segi dampak terhadap tata ruang dan lingkungan.

Terkait hal ini, Manajer Kampanye Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kurniawan Sabar menjelaskan GSW merupakan mega proyek nasional yang harus diatur dalam perpres atau inpres tentang tata ruang kawasan strategis nasional. "Harus ada kebijakan khusus soal pembangunan bendungan tersebut. Wilayah yang termasuk ke dalam kawasan strategis nasional yaitu Jawa, Bali dan Nusa Tenggara," ujar Kurniawan kepada Gresnews.com, Minggu (28/9).

Ia mengatakan, GSW harus diatur sebagai kawasan strategis nasional karena akan berdampak terhadap provinsi lain. Penjelasannya, saat ini sebelum pembangunan GSW gelombang air laut bisa dipastikan akan kembali ke tengah. Tapi ketika GSW dibangun nanti, arus air atau gelombang balik yang kembali ke laut tidak akan bisa ditebak.

Hantaman gelombang air laut diprediksi akan meluber kemana-mana sehingga meluas ke lebih dari satu provinsi. "Dampaknya bisa lebih buruk terhadap provinsi yang lain. Sehingga harus diatur dalam kawasan strategis nasional," ujar Kurniawan menegaskan.

Terkait tata ruang, Kurniawan menuturkan, dampak pembangunan GSW juga akan banyak berdampak pada perencanaan di provinsi yang lain. Ia mencontohkan provinsi lain pasti juga telah memiliki sendiri Rencana Tata Ruang Wilayahnya misalnya Sumatera yang terdekat dari Jakarta Utara.

"Ketika di Jakarta di bangun GSW, pemerintah daerah Sumatera tentu harus menyesuaikan dampak air laut dari Jakarta dan harus merevisi lagi tata ruang mereka untuk mengantisipasi dampak-dampak yang lain," ujarnya.

Dampak lainnya, pembangunan GSW terkait dengan sifat alamiah bumi untuk membentuk kontur sendiri dan membentuk garis pantainya sendiri. Ketika manusia mengubah garis pantai, pasti akan mengubah dampak terhadap arus laut yang tidak bisa diprediksi.

Menurut Kuriawan, harus dipikirkan bagaimana dampaknya terhadap pulau-pulau lain bahkan dampak terhadap negara tetangga terhadap perubahan gelombang air laut akibat pembangunan GSW. "Ada aturan internasional yang melarang untuk mengubah rupa bumi dan garis pantai. Sehingga itu akan sangat riskan," tuturnya.

Ia menambahkan yang terjadi selama ini proyek pembangunan selalu bertentangan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRW). Pemerintah tidak merevisi proyeknya tapi rencana tata ruangnya yang direvisi. Ia menilai hal ini menunjukkan ketidakkonsistenan pemerintah dalam mengurusi tata ruang di Indonesia.

"Sehingga sering ditemukan pembangunan yang secara pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan RTRW karena dianggap rencana tata ruang yang ada sekarang tidak sesuai dengan perkembangan yang ada saat ini," ujarnya.

Padahal menurutnya, masalah utama ketika mengubah RTRW sebenarnya terkait ketidakmampuan pemerintah mengontrol perkembangan atau menyesuaikan perkembangan dengan perencanaan atau peruntukkan ruang yang kita miliki. Sehingga proyek-proyek pembangunan cenderung berjalan sendiri dan bertentangan dengan rencana tata ruang.

Selama ini pemerintah memang beralasan bahwa pembangunan-pembangunan di pinggiran pantai bertujuan untuk menghindarkan Jakarta tenggelam karena pasang air laut. Kini permukaan air laut sudah jauh lebih tinggi dibandingkan daratan. Kurniawan menjelaskan, permukaan air laut normal sebenarnya sudah di atas 200 meter di atas permukaan tanah untuk wilayah Jakarta.

Ia mencontohkan di sepanjang tol pantura jalan dipertinggi untuk menghindari air laut pasang. Secara normal tanpa adanya upaya perlindungan tersebut, air laut akan masuk ke badan tol jalan. Menurutnya, kalau tidak ada upaya strategis untuk membendung atau menghalau naiknya permukaan air laut, bisa jadi separuh dari Jakarta akan tenggelam atau terendam air laut.

"Dampaknya terhadap masyarakat kalau di atas kertas, GSW akan menyelamatkan dari bencana banjir atau terendam air laut. Tapi sampai sejauh ini kita masih sangat sulit menemukan satu praktek reklamasi, pembangunan pesisir yang memberikan dampak baik terhadap masyarakat," jelasnya.

Kurniawan menuturkan konsekuensi yang logis terhadap pembangunan pesisir adalah penggusuran pemukiman masyarakat. Sehingga masyarakat harus disingkirkan dari pesisir. Secara sosial budaya, menurutnya itu akan mengubah tradisi sosial budaya satu masyarakat pesisir. Ia menilai dampak sosial budaya ketika terjadi perubahan kultur dan merehabilitasinya merupakan dampak yang paling sulit dihitung. "Pastinya pembangunan itu sebenarnya menjadi infrastruktur bisnis," ujarnya.  

Sebelumnya, pasca kunjungan Ahok ke Korea Selatan melihat perbedaan konsep antara rencana pembanguan GSW dengan tanggul di Korea. GSW dibangun untuk waduk atau bendungan sementara tanggul di Korea dibangun sebagai penahan ombak.

Melihat perbedaan konsep tersebut, Ahok pun memutuskan perencanaan pembangunan GSW akan merujuk pada Maasvlakte Sea Wall di Rotterdam, Belanda. Anehnya, Ahok tetap bersikeras akan meminta bantuan dari pemerintah Korea Selatan untuk konsep pembangunan GSW.

"Mereka tetap mau bantu desain. Mereka kan sudah pengalaman. Orang Korea ini dari zaman nenek moyangnya sudah biasa bangun penahan ombak. Di sana ombaknya ganas-ganas," ujar Ahok.

Proyek pembangunan GSW digagas pemerintahan DKI sebelumnya, Fauzi Bowo. Pembangunan ini direncanakan akan mereklamasi 17 pulau dan meninggikan tanggul. Tahap selanjutnya tanggul akan dikonstruksi. Setelah itu barulah dilaksanakan pembangunan GSW. Di balik bendungan raksasa ini nantinya akan dibangun pemukiman mewah.

"Konsepnya seperti Pantai Indah kapuk, Pluit, Muara Karang. Kita buat khusus untuk perumahan mewah. Tujuannya supaya menahan ombak. Istilahnya kita kasih yang paling ujung itu ke orang kaya. Jadi mereka akan bantu membuat benteng untuk menahan dan melindungi rumah mereka," kata Ahok.

BACA JUGA: