JAKARTA, GRESNEWS.COM - Harta kekayaan para calon gubernur (cagub) dan calon wakil gubernur (cawagub) DKI Jakarta telah dirilis oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI beberapa waktu yang lalu. Namun banyak pihak menganggap harta kekayaan yang dimiliki oleh beberapa calon tidak rasional serta memiliki keganjilan. Selain itu, tidak adanya lembaga yang rapat memverifikasi hasil kekayaan membuat laporan kekayaan hanya sebuah seremonial belaka.

Ketua Tim Advokasi untuk Demokrasi dan Transparansi Mustolih Siradj menyatakan secara substansi, tidak ada lembaga yang dapat memverifikasi laporan hasil kekayaan para pasangan cagub dan cawagub DKI. Laporan yang telah dikeluarkan tentang harta para cagub dan cawagub tersebut hanyalah sebuah pelengkap persyaratan dan bukanlah perwujudan transparasi untuk bertarung dalam Pilkada DKI.

Menurut Siradj, untuk menjamin proses transparansi perlu sebuah lembaga pemerintah yang dapat memverifikasi kebenaran hasil laporan kekayaan para cagub dan cawagub. Adanya lembaga itu dapat meyakinkan masyarakat bahwa hasil kekayaan tersebut bukan hanya usaha pemenuhan kewajiban belaka untuk mengikuti pilkada.

"Belum bisa dibuktikan kebenaran harta mereka, laporan yang kita lihat hanyalah seremonial," ujar Siradj dalam acara diskusi Menakar Laporan Kekayaan Cagub-Cawagub DKI, di Cikini, Jumat, (16/12).

Seperti diketahui, para cagub dan cawagub yang bertarung dalam Pilkada DKI 2017 diharuskan menyerahkan laporan kekayaan atau Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Pada prinsipnya, LHKPN merupakan laporan yang wajib disampaikan oleh penyelenggara negara mengenai harta kekayaan yang dimilikinya saat pertama kali menjabat, mutasi, promosi dan pensiun. Kewajiban lain yang menyertai LHKPN adalah mengumumkan harta kekayaan dan bersedia dilakukan pemeriksaan terhadap kekayaannya.

Akibat tidak adanya lembaga negara yang memiliki fungsi untuk memeriksa laporan LHKPN, maka akan mengundang pertanyaan serta kecurigaan masyarakat terhadap hasil laporan tersebut. Siradj juga menyatakan, bahwasannya kecurigaan yang muncul di masyarakat adalah hal yang wajar, sebab jika dilihat dari latar belakang beberapa cagub banyak keganjilan terkait jumlah harta yang dimiliki.

"Misal cagub yang latar belakang tentara, masak jumlah kekayaannya sebesar itu. Hal Ini tentunya menimbulkan perdebatan," ujarnya.

Maka dari itu, ia mendorong agar pasangan cagub dan cawagub yang benar-benar ingin membuktikan komitmen transparasi, dapat melakukan verifikasi kekayaan yang diuji secara publik. Hal Ini tentu nya juga dapat diinisiasi oleh masyarakat yang bisa melakukan uji publik berdasarkan hasil laporan LHKPN para cagub dan cawagub tersebut.

KEKAYAAN MILIARAN - Perlu diketahui, dalam laporan yang telah di rilis KPU melalui websitenya tanggal 28/11/2016, harta kekayaan calon gubernur nomor urut 1 yaitu Agus Harimurti Yudhoyono sebanyak Rp 15.291.805.024 (Rp 15,2 miliar) dan US$511.332, sementara wakilnya Sylviana Murni, memiliki kekayaan sebanyak Rp8.369.075.364 (Rp8,3 miliar). Sedangkan harta kekayaan pasangan nomer urut 2 Basuki tjahaja Poernama atau Ahok sebesar Rp 25.655.887.496 (Rp 25,6 miliar) dan US$ 7.228. Sementara wakilnya yakni Djarot Saiful Hidayat memiliki kekayaan Rp 6.295.603.364 (Rp 6,2 miliar).

Untuk pasangan nomor urut 3 yakni Anies Baswedan memiliki kekayaan sebesar Rp 7.307.042.605 (Rp 7,3 miliar) dan US$ 8.893. Sedangkan Wakilnya Sandiaga Uno memiliki kekayaan terbesar di antara calon lainnya yakni Rp 3.856.763.292.656 (Rp 3,8 triliun) dan US$ 10.347.381. Laporan harta kekayaan calon kepala daerah itu berasal dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Harta kekayaan yang di laporkan meliputi harta tak bergerak (tanah dan bangunan), harga bergerak, surat berharga, giro, dan setara kas lainnya, serta piutang.

Menilik kekayaan yang fantastik, Uchok Sky Khadafi selaku Direktur Centre for Budget Analysis, merasa curiga. Salah satunya adalah pasangan Agus-Syilvi yang menurutnya patut untuk dipertanyakan, sebab berdasarkan latar belakang pekerjaaan mereka sebelumnya yakni tentara berpangkat Mayor dan Pegawai Negeri Sipil (PNS), angka sebesar Rp 15 miliar dan Rp 8 miliar cukup fantastis.

Sebagai abdi negara, jumlah kekayaan pasangan tersebut tidak masuk akal. Hal Ini tentunya bisa dengan mudah dilihat dari jumlah gaji yang mereka dapat sebelumnya. Sebagai tentara berpangkat mayor, jumlah kekayaan Agus yang mencapai Rp 15 miliar tentunya menimbulkan kecurigaan, dari mana uang sebanyak itu bisa dimiliki. Sementara wakilnya yang berprofesi sebagai PNS dengan jumlah kekayaan mencapai Rp 8 miliar menimbulkan kecurigaan yang sama.

"PNS seperti Syilvi itu gajinya berapa sih. Tidak mungkin memiliki harta sebesar itu dari gajinya," ungkap Uchok Sky Khadafi di tempat yang sama, Jumat, (16/12).

Selain itu, ia juga menaruh kecurigaan kepada cagub nomor urut 2 yakni Ahok. Ahok diketahui melaksanakan kegiatan pengumpulan dana melalui acara galadinner with Ahok. Menurut dia, acara penggalangan dana tersebut harus ditelusuri lebih lanjut. Bisa jadi acara penggalangan dana tersebut hanyalah sebuah rekayasa untuk membuat seolah-olah bahwa dana yang dimiliki Ahok berasal dari masyarakat.

"KPU harus menelusuri siapa yang menjadi penyumbang di acara makan malam itu," ujarnya.

Ia meyakini bahwa acara tersebut sudah diatur oleh pihak tertentu yang mengatasnamakan masyarakat. Oleh karena itu, menjadi tugas KPU untuk menelusuri siapa bos yang bertanggung jawab di balik acara tersebut dan mengungkapnya ke masyarakat. Acara gala diner tersebut memang cukup fantastis, untuk dapat mengikuti acara makan bersama Ahok yang digelar tertutup di Hotel JS Luwansa. Sedikitnya harus mengeluarkan uang sebesar Rp 3 juta untuk normal seating.

Sedangkan untuk kategori gold, warga yang ingin berpartisipasi diharuskan mengeluarkan uang sebesar Rp 15 juta dan mendapatkan kursi di barisan pertama. Untuk kategori Platinum dan akan makan malam satu meja bersama Ahok, maka uang yang dikeluarkan cukup fantastis, yakni sebesar Rp 40 juta per orang. Hasil dari acara makan malam itu rencananya akan dipergunakan sebagai dana kampanye Ahok di Pilkada DKI.

BACA JUGA: