RUU Perasuransian Disahkan, DPR Klaim Beleid Ini Berpihak Kepada Rakyat
JAKARTA, GRESNEWS.COM - DPR akhirnya mengesahkan RUU Perasuransian menjadi Undang-Undang. Dengan disetujuinya RUU ini, DPR optimis dapat memberikan harapan baru bagi industri perasuransian di Indonesia. Mengingat, industri perasuransian Indonesia telah berkembang pesat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia dan perkembangan industri perasuransian global.
"Dengan disahkannya RUU Perasuransian ini, kita memberikan keleluasaan kepada investor dalam negeri untuk mengelola perusahaan asuransi. RUU ini mengakomodir semua kepentingan stakeholder. Kami berharap dengan diterbitkannya RUU ini, industri perasuransian Indonesia akan lebih baik," kata Ketua Komisi XI Olly Dondokambey, usai raker pengesahan RUU Perasuransian, di Gedung Nusantara I, Sehin (15/09) seperti dikutip situs dpr.go.id.
Sementara itu, Sekretaris Panja RUU Perasuransian Abdilla Fauzi Achmad menyakinkan, RUU ini akan berpihak kepada kepentingan rakyat. Sehingga, masyarakat sebagai pemegang polis akan dlindungi dan tidak akan dirugikan oleh perusahaan asuransi.
"Keberpihakan kepada masyarakat sudah sangat tercermin dalam UU ini. Ada beberapa poin pelaksanaan yang diserahkan kepada pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang kita berikan amanah agar berpihak kepada masyarakat, khususnya perlindungan konsumen," tegas Fauzi.
Politisi Hanura ini menambahkan, asuransi syariah yang berkembang cukup pesat di Indonesia, juga diatur dalam RUU ini. Sebelumnya, asuransi syariah hanya diatur dalam peraturan, tapi kini sudah diatur dalam UU. Selain itu, UU ini juga mengatur masalah teknis. Sehingga, pengaturan industri ini selain berpihak kepada masyarakat, juga tidak memberatkan perusahaan asuransi.
"Dalam UU ini juga diatur sanksi-sanksi yang kita buat secara lex spesialis. Sanksi pidana, misalnya penggelapan premi tentu akan lebih berat daripada penggelapan biasa. Dendanya miliaran, termasuk sanksi administrasi juga. Misalnya perusahaan tidak membayar klaim, maka akan dikenakan PKU (Pembatasan Kegiatan Usaha), jadi hanya boleh membayar klaim, tapi tidak boleh membuat polis baru. Ini kabar baik masyarakat yang menjadi tertanggung polis," jelas Fauzi.
Untuk melindungi pemegang polis asuransi di Indonesia, DPR meminta OJK untuk membuat Lembaga Penjamin Polis (LPP). Apalagi hal itu juga diatur dalam UU terhadap program perlindungan polis, tertanggung, dan peserta. Fauzi menyatakan, LPP harus bisa berdiri dalam kurun waktu 3 tahun sejak UU Perasuransian diundangkan. LPP diharapkan dapat memberikan perlindungan yang memadai sehingga bisa mendukung pertumbuhan dan pengembangan bisnis di industri asuransi.
"Demi melindungi pemegang polis, tertanggung, dan peserta, perusahaan asuransi dan asuransi syariah wajib menjadi peserta program penjamin polis. Penjamin polis ini diatur dalam UU," imbuh Fauzi.
- Kasus Jiwasraya Harus Utamakan Pengembalian Uang untuk Negara
- Kejagung Ajukan Kasasi 6 Terdakwa Korupsi Jiwasraya
- Kericuhan di Ruang Sidang Usai Vonis Benny Tjokro-Heru Hidayat
- Dituntut Kembalikan Rp10 Triliun, Heru Hidayat Pertanyakan Pembuktian Aliran Uang di Kasus Jiwasraya
- Benny Tjokro dan Heru Hidayat, Dituntut Seumur Hidup hingga Ganti Rugi Rp16 Triliun Kasus Jiwasraya
- Pengacara: Putusan Hakim Kasus Jiwasraya Tak Berdasar Fakta Sidang
- Di Balik Putusan Penjara Seumur Hidup Para Petinggi Jiwasraya dan Kisah Harta Kekayaannya