JAKARTA, GRESNEWS.COM - Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mendesak presiden dan wakil presiden terpilih, Jokowi Widodo-Jusuf Kalla membentuk sebuah badan atau lembaga khusus penyelesaian konflik agraria secara menyeluruh. Fungsi utama lembaga yang disarankan bersifat adhoc ini adalah memulihkan hak-hak korban konflik agraria yang telah terjadi di masa lalu dan saat ini sekaligus mencegah terjadinya konflik agraria di masa mendatang.
 
Dasar hukum penyelesaian konflik agraria melalui pembentukan lembaga penyelesaian konflik agraria ini diantaranya adalah UUD 1945; TAP MPR RI No. IX/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumbedaya Alam yang Berkelanjutan; UU No. 39/1999 tentang HAM; dan Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012.

Sekretaris Jenderal KPA Iwan Nurdin menyarankan Lembaga penyelesaian konflik agraria sifatnya ad hoc dengan masa kerja terbatas. Berwenang mencari solusi dan memutuskan perkara-perkara sengketa agraria yang terjadi dalam rentang waktu tertentu. Misalnya sejak masa orde baru hingga ditetapkannya kelembagaan tersebut.

"Secara sederhana dapat disebut lembaga ini adalah lembaga penyelesaian konflik agraria masa lalu," kata Iwan melalui surat elektronik yang diterima Gresnews.com, Rabu (10/9).

Selanjutnya, guna menyelesaikan sengketa-sengketa agraria yang terjadi setelah dibentuknya lembaga khusus penyelesaian sengketa atau konflik agraria itu, perlu dibentuk lembaga peradilan agraria.  Bentuknya Pengadilan Khusus Agraria, sebagai satu kamar peradilan tersendiri di dalam lingkungan peradilan umum.
 
Sebagai langkah percepatan dan persiapan pembentukan lembaga khusus ini, tahap pertama yang dilakukan Presiden nantinya adalah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Pembentukan Lembaga Khusus Penyelesaian Konflik Agraria.

Tahap itu kemudian ditindaklanjuti dengan mempersiapakan inventarisasi kebutuhan-kebutuhan yang terkait dengan pembentukkan institusi ini dalam jangka waktu 2014 – 2015. Setelah terbentuk, lembaga ini mulai bekerja yang diawali dengan proses registrasi konflik dan konsolidasi data-data kasus konflik agraria yang terjadi di masa lalu hingga saat ini.

Sebagai lembaga yang menangani konflik agraria, sekaligus menjadi bagian dari persiapan prasyarat pelaksanaan pembaruan agraria di Indonesia, lembaga itu kata Iwan, sedikitnya memiliki lima kewenangan.

Diantaranya, pertama. mendaftar dan membuka registrasi konflik (menerima aduan dari masyarakat secara kolektif), termasuk melakukan konsolidasi data dari instansi lain. Kedua, memberkas, memverifikasi dan melakukan klasifika data-data kasus yang masuk atau yang diadukan; Tiga membuat dan menyampaikan rekomendasi penyelesaian kasus-kasus konflik agraria tersebut kepada para pihak yang terlibat di dalam konflik, dan bersifat mengikat semua pihak.

Keempat, kemudian memfasilitasi proses penyelesaian konflik yang melibatkan semua pihak, sekaligus memastikan bahwa penyelesaian tersebut dilaksanakan dengan satu produk hukum yang mengikat para pihak; dan Kelima, melakukan sosialisasi, koordinasi dan kerjasama dengan badan-badan pemerintah maupun non-pemerintah dalam rangka pencapaian penyelesaian konflik agraria.

"Kerangka umum penyelesaian sengketa atau konflik agraria harus diletakan dalam kerangka Reforma Agraria sebagai upaya menyeluruh untuk menyelesaikan akar-akar pokok dari konflik agraria yang selama ini berkembang," jelas Iwan.

Seperti memberikan pengakuan dan kepastian hukum terhadap penguasaan tanah-tanah oleh penduduk setempat dengan ‘mengabaikan’ sejumlah kenyataan formal yang sekarang melekat/berlaku padanya; Mencegah konsentrasi penguasaan tanah secara berlebihan oleh seseorang (sekelompok orang); dan Merombak struktur agraria yang timpang.

Komisioner Komnas HAM Dianto Bachriadi menambahkan, jawaban atas konflik agraria dan strategi penyelesainnya telah pernah diusulkan Komnas HAM, KPA, Walhi dan organisasi sipil lainnya.

Tak lama setelah reformasi 1998, mereka mengusulkan pembentukan Komisi Nasional untuk Penyelesaian Konflik Agraria (KNuPKA). Namun, lanjut Dianto, tawaran dan peluang strategi penyelesaian konflik ini tidak diambil oleh pemerintahan di masa itu.

"Pada hari ini, KNuPKA atau dengan nama lain masih relevan dan penting untuk diinisiasi kembali," ujarnya.

Menurut Dianto, karakter sengketa dan konflik agraria serta kelemahan-kelemahan dalam mekanisme dan prosedur hukum yang tersedia saat ini menyiratkan perlunya “dikembangkan lembaga penyelesaian konflik agraria. Tujuannya, untuk menyelesaikan konflik-konflik agraria yang masih, sedang terjadi secara tuntas dengan berpegang pada prinsip-prinsip keadilan di masa transisi (transitional justice principles).

Ia menambahkan, konflik agraria yang merebak adalah tanda utama dari kebutuhan untuk segera dilaksanakannya Pembaruan Agraria. Sebab, konflik yang terjadi selalu disebabkan oleh alasan-alasan ketimpangan pemilikan, penguasaan dan pengelolaan sumber-sumber agraria atau yang disebut ketimpangan struktur agraria.

Karakter sengketa dan konflik agrarian yang dimaksud bersifat kronis, massif dan meluas; berdimensi hukum, sosial, politik dan ekonomi; Merupakan konflik agrarian structural, dimana kebijakan-kebijakan pemerintah dalam penguasaan dan penggunaan tanah serta pengelolaan SDA menjadi penyebab utama.

Selanjutnya, penerbitan izin-izin usaha penggunaan tanah dan pengelolaan SDA tidak menghormati keberagaman hukum yang menjadi dasar dari hak tenurial masyarakat; dan terjadi pelanggaran HAM.

BACA JUGA: