JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komitmen presiden terpilih Joko Widodo dalam memberantas mafia khususnya mafia perikanan harus menambah optimisme kita dalam menyelesaikan persoalan bangsa, termasuk di kampung nelayan. Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ) Riza Damanik mengatakan, rezim Jokowi memang wajib memberantas perikanan lataran jika berhasil, pemerintah akan menyelamatkan potensi keuangan negara sebesar Rp100 triliun.

"Selain itu, pemerintah juga akan mampu menyediakan 10 juta lapangan pekerjaan baru, serta mencegah kebocoran sekitar 180 ribu kiloliter sampai 250 ribu kiloliter BBM bersubsidi bagi nelayan," kata Riza kepada Gresnews.com, Rabu (3/9).
 
Dia mengatakan, mafia perikanan selama ini bersumbunyi di balik elit birokrasi, elit partai politik, maupun oknum aparat keamanan, yang tumbuh-kembang mulai dari urusan perijinan hingga perdagangan ikan ke luar negeri. Bagaimana memberantasnya? "Mulailah dengan membongkar sindikasi penggunaan Anak Buah Kapal (ABK) asing di kapal-kapal berbendera Indonesia," ujarnya.

Setidaknya sejak 2007 lalu, kata Riza, praktik ilegal ini telah jamak ditemui di perairan Provinsi Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Kepulauan Riau, Sulawesi Utara, dan Maluku. Namun, kuatnya pengaruh mafia perikanan pada birokrasi menyebabkan laporan masyarakat dan rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan tidak cukup meyakinkan Pemerintahan SBY mencabut bahkan meminta-ganti atas kerugian negara dari para mafia.
 
ABK asing umumnya berasal dari Vietnam, Tiongkok, Taiwan, Filipina, Malaysia dan Thailand. Kedudukan ABK asing sekaligus menggambarkan aliran modal dan tujuan akhir pengiriman komoditas ikan yang di tangkap dari perairan Indonesia. "Maka, komitmen presiden terpilih Jokowi memberantas mafia harus meletakkan mafia perikanan sebagai target penting," ujar Riza.
 
Dia menilai ada dua alasan penting mengapa mafia perikanan harus segera diberantas. Pertama, Mafia perikanan adalah ancaman bagi keberlanjutan ekonomi nasional, kedaulatan bangsa, dan jaminan keberlanjutan produksi pangan nasional Indonesia.
 
Kedua, mafia perikanan tidak saja mengambil kekayaan sumberdaya ikan Indonesia, tetapi sekaligus memanfaatkan kuota BBM bersubsidi untuk keperluan mencuri ikan Indonesia dengan volume sekitar 180 ribu kiloliter-250 ribu kiloliter.

Indonesia merupakan negara maritim dengan potensi ekonomi kelautan yang luar biasa. Berdasarkan data Kementerian Perikanan dan Kelautan, total produksi perikanan Indonesia pada 2013 mencapai 11,06 juta ton dengan nilai Rp126 triliun.

Joko Widodo sendiri terkait soal perikanan, ketika berkampanye kemarin berjanji untuk menciptakan perikanan yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian. "Kami berkomitmen untuk pembangunan ekonomi maritim, pertama melalui peningkatan kapasitas dan pemberian akses sumber modal melalui bank pertanian," demikian kata Jokowi dalam dokuen visi dan misi perikanannya.

Jokowi-JK juga berjanji untuk membangun 100 sentra perikanan sebagai tempat pelelangan terpadu dengan penyimpanan dan pengolahan produk perikanan. "Ketiga, kami berkomitmen dalam pemberantasan illegal, unregulated, dan unreported fishing. Kami juga berkomitmen mengurangi intensitas penangkapan ikan di kawasan overfishing," paparnya.

Kempat, Jokowi-JK berjanji untuk merehabilitasi kerusakan lingkungan di pesisir pantai dan laut. Kelima, meningkatkan luas konservasi perairan yang dalam 5 tahun mendatang menjadi 17 juta hektar.

Keenam adalah penerapan best aqua-culture practices untuk komoditas unggulan. Kedelapan, mendesain ulang wilayah pesisir untuk mendukung kinerja pembangunan maritim. "Kami berkomitmen meningkatkan produksi perikanan menjadi sekitar 40-50 juta ton pada 2019," tegas dokumen itu. (dtc)

BACA JUGA: