JAKARTA, GRESNEWS.COM - Badan Pusat Statistik (BPS) menginformasikan, Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) pada 2013 telah mencapai angka 63,68 dari skala 0-100. Angka ini mengalami kenaikan dibandingkan IDI tahun yang lalu berada di angka 62,63. "Meskipun mengalami peningkatan, tingkat demokrasi Indonesia tetap berada pada kategori sedang," kata Kepala BPS Suryamin seperti dikutip situs setkab.go.id, Jumat (4/7).

Suryamin menjelaskan, tingkat demokrasi  dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu: Baik (indeks > 80), Sedang (indeks 60 - 80) dan Buruk (indek < 60). Ia menyebutkan, sejak 2009 hingga 2013, Indeks Demokrasi Indonesia bergerak fluktuasi dari angka 62,63 hingga 67,30. "Ini menunjukkan, sejak 2009 hingga 2013, Indeks Demokrasi Indonesia tetap berada di kategori sedang," ujarnya.

Dia menjelaskan, IDI adalah indikator komposit yang menunjukkan tingkat perkembangan demokrasi di Indonesia, yang pencapaiannya diukur berdasarkan pelaksanaan dan perkembangan sejumlah aspek demokrasi. Diantaranya adalah Kebebasan Sipil (Civil Liberty), Hak-hak Politik (Political Right), dan Lembaga-lembaga Demokrasi (Institution of Democracy).

"Untuk Indeks Demokrasi Indonesia 2013, aspek kebebasan sipil mencatat angka rata-rata nasional 79,00 atau naik 1,05 dibanding 2012, aspek hak-hak politik tercatat 46,25 turun sedikit dibanding tahun lalu 46,33, dan aspek lembaga demokrasi 72,11 atau naik 2,83 poin dibanding tahun lalu," papar Suryamin.

Mengenai rendahnya aspek hak-hak politik, Suryamin mengemukakan, sesuai data IDI 2013 masih ditemukan adanya kecenderungan penyampaian aspirasi dalam bentuk demonstrasi yang dilakukan dengan cara-cara kekerasan, seperti merusak, membakar, memblokir, dan melakukan penyegelan terhadap kantor-kantor pemerintah.

Lebih lanjut Suryamin menyampaikan, dari sisi variabel, pada IDI 2013 terdapat beberapa variabel yang mengalami peningkatan skor yaitu: 1. Kebebasan berkumpul dan berserikat (naik dari 80,28 pada 2012 menjadi 86,06 di 2013); 2. Kebebasan berpendapat (naik dari 61,86 menjadi 69,15); 3. Kebebasan dari diskriminasi (naik dari 84,70 menjadi 86,22); 4. Partisipasi politik dalam pengambilan keputusan dan pengawasan naik dari 44,52 menjadi  45,61); 5. Peran peradilan yang independen (naik dari 82,42 menjadi 83,94.

Sementara variabel yang mengalami penurunan adalah kebebasan berkeyakinan (dari 83,79 menjadi 81,13), dan peran partai politik (dari 69,52 menjadi 53,51). "Yang lain tidak mengalami perubahan," kata Suryamin.

Suryamin menjelaskan, pengukuran Indeks Demokrasi Indonesia itu berdasarkan rumusan dari Kemenko Polhukam, Bappenas, Kemendagri, United Nations Development Programme (UNDP), dan tim ahli yang terdiri dari Prof. Maswadi Rauf, Prof. Musdah Mulia, Dr. Syarif Hidayat, dan Dr. Abdul Malik Gismar. Inisiatif memiliki IDI sendiri dimulai sejak tahun 2007 silam.

IDI sendiri dinilai penting karena menjadi alat pengukuran secara kuantitatif untuk memberikan gambaran tingkat perkembangan demokrasi yang jelas. Terlebih jika tingkat perkembangan tersebut bisa dibandingkan antara satu provinsi dengan provinsi lain. Hal ini memungkinkan satu provinsi untuk memetik pelajaran dari provinsi lain yang memiliki nilai indeks yang lebih baik.

Gambaran atau data-data IDI memiliki berbagai manfaat. Pertama, indeks ini dapat dimanfaatkan bagi kalangan akademisi untuk melihat indikasi tingkat perkembangan demokrasi di setiap provinsi di Indonesia. Dengan demikian IDI bisa menjadi bahan studi pembangunan demokrasi di Indonesia karena gambaran yang diberikan IDI memiliki tolok ukur yang sama dan jelas.

IDI berguna juga bagi mereka yang mempelajari pembangunan demokrasi dan demokratisasi di Indonesia seperti para mahasiswa, peneliti dan wartawan. Untuk pertama kalinya gambaran pembangunan demokrasi di provinsi-provinsi dapat diketahui dengan jelas.

BACA JUGA: