JAKARTA, GRESNEWS.COM - Penetapan mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan yang juga mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo sebagai tersangka kasus pajak oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, pada Senin (21/4) kemarin, membuat suara Komisi III DPR yang menjadi mitra KPK terbelah. Ada yang mendukung dan mengapresiasi langkah KPK itu, ada juga yang justru malah menduga KPK ada main.

Suara dukungan itu misalnya, muncul dari Ketua Komisi III Pieter C. Zulkifli. Dia menyatakan dukungannya atas langkah KPK menetapkan Hadi sebagai tersangka dugaan korupsi keberatan pajak BCA. Sebagai organisasi profesional menurutnya KPK seharusnya telah didukung data dan bukti yang cukup sebelum membuat keputusan.
 
"Bagi saya informasi ini mengejutkan ya. Kita tentu berharap apa yang sudah diputuskan KPK berdasarkan data-data yang valid, sehingga hal itu menjadi dasar yang kuat untuk menetapkan HP sebagai tersangka," kata Pieter seperti dikutip situs dpr.go.id, Selasa (22/4).
 
Hanya saja, dalam kesempatan itu, dia juga mengingatkan agar Pimpinan KPK mawas diri karena keberhasilan menjerat pelaku yang termasuk pimpinan lembaga negara, telah memunculkan harapan besar publik KPK. Harapan itu agar KPK benar-benar menjadi institusi yang bersih sehingga mampu optimal dalam menjalankan tugas mulia, memerangi korupsi. 

"Masyarakat dan tentu DPR akan terus mendukung KPK selama melaksanakan tugasnya dengan profesional. Kita sangat berharap KPK tetap menjadi lembaga terdepan dan bersih," lanjut politisi Fraksi Partai Demokrat ini.
 
Hal sebaliknya justru disampaikan kolega Pieter, Fahri Hamzah. Politisi PKS itu malah mengkritik keras langkah KPK. Fahri yang dikenal sebagai vokalis di Komisi III DPR ini menuding, langkah KPK pada Hadi ini terkait hasil audit BPK pada lembaga antikorupsi itu.

"BPK juga baru saja menyerahkan hasil audit atas penindakan KPK ke Komisi III DPR RI. Dalam audit kinerja itu memang ditemukan banyak masalah di KPK," imbuh Fahri di Jakarta, Selasa (22/4).

Dia menduga KPK punya motif lain dari penetapan Hadi Poernomo sebagai tersangka ini. "Maka, dengan catatan di atas dan ditambah dengan hubungan antar lembaga yang gagal berkoordinasi maka tidak bisa dihindari adanya anggapan bahwa ada motif lain dalam penetapan ini," tambah politisi yang dikenal selalu vokal terhadap KPK ini.

Fahri melanjutkan, penetapan tersangka ini tidak boleh merusak citra BPK, karena BPK adalah auditor negara tertinggi yang wibawanya harus terjaga. "Langkah KPK yang mengumumkan status tersangka pada hari aktivitas HP di BPK belum selesai dan HP tidak pernah diperiksa menandakan adanya upaya dari KPK untuk menyasar citra BPK. Padahal kasus HP tak ada hubungannya dengan BPK sama sekali," terang dia.

Fahri kembali melontarkan tudingan, ada audit BPK yang tak pernah tuntas ditangani KPK. Mungkin ini juga menjadi pemicu kasus ini. "Belakangan ini BPK sangat terkait dengan serangkaian audit yang sampai sekarang masih ditangani dan belum diselesaikan oleh KPK. Century, Hambalang, SKK Migas, Flu burung dan lain-lain," tutup Fahri.

KPK sendiri sudah membantah sinyalemen Fahri. Juru Bicara KPK Johan Budi sudah menyampaikan bahwa penetapan tersangka ini tak terkait dengan BPK. Status tersangka ini terkait posisi Hadi sebagai Dirjen Pajak di 2004 lalu.

KPK menyelidiki Hadi sejak tahun lalu berdasarkan laporan masyarakat. Selama 3-4 bulan, tim penyelidik KPK bergerak memeriksa saksi dan ahli. Mengejar data dan dokumen sehingga akhirnya ditemukan dua alat bukti. "Ekspose sudah berkali-kali, dan terakhir pekan lalu. Kemudian ditemukan dua alat bukti, kasus ditingkatkan ke penyidikan," jelas Johan di KPK, Senin (21/4) kemarin.

Selain itu, dalam keterangan persnya kepada wartawan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menegaskan sebelum sampai pada putusan akhir, telah dilakukan pemeriksaan saksi-saksi dan pengumpulan bukti dan fakta. KPK juga meminta keterangan 5 ahli dari berbagai disiplin ilmu untuk memastikan Hadi Purnomo telah menyalahgunakan kewenangannya.

Bantahan lebih tegas keluar dari mulut Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas. "Enggak, nggak ada hubungan. Audit KPK justru WTP (wajar tanpa pengecualian-red)," terang Busyro di KPK, Selasa (22/4).

Busyro menjelaskan, sama sekali kasus ini tak ada kaitan dengan BPK. Kasus pajak BCA yang disangkakan pada Hadi ini terkait posisinya sebagai Dirjen Pajak pada 2004 lalu. Negara diduga dirugikan Rp375 miliar. Lalu mengapa kasus ini baru diungkap sekarang? "Penyelidikan butuh waktu, laporan dari masyarakat, yang inti itu, yang faktual itu," tambah Busyro.

KPK baru mendapat laporan kasus ini pada 2013. Selama 3-4 bulan, KPK melakukan penyelidikan dan gelar perkara selama beberapa kali, hingga kemudian didapatkan dua alat bukti pada pekan lalu di gelar perkara terkahir. "Motifnya abuse kewenangan," tutup Busyro.

Hadi Purnomo yang baru saja menyelesaikan tugasnya sebagai Ketua BPK diduga melakukan perbuatan melawan hukum, menyalahi prosedur menerima surat permohonan keberatan pajak BCA dengan dugaan kerugian negara Rp375 miliar. Ia dijerat pasal 2 Ayat 1 dan atau Pasal 3 UU Tipikor junto Pasal 55 Ayat 1 KUHP dan terancam pidana maksimal 20 tahun penjara. (dtc)

BACA JUGA: