GRESNEWS.COM - Polres Gorontalo butuh empat hari untuk mengantongi tiga nama pelaku kekerasan di kantor TVRI Gorontalo. Kajian Dewan Pers menunjukkan, TVRI tak langgar Kode Etik. Sepanjang Januari-April 2013 sudah ada 8 kasus penistaan jurnalis.

Seperti tampak dalam tayangan yang disiarkan hampir seluruh stasiun teve nasional dalam empat hari terakhir, sekelompok masyarakat - atau lebih spesifik: massa pendukung salah satu calon Walikota Gorontalo - menyeruak masuk kantor TVRI. Salah satu di antara mereka nyaris menjotos Kepala Stasiun TVRI Gorontalo. Sang Kepala Stasiun pun dituding-tuding bak pesakitan. Dalam tayangan, tak tampak adanya perusakan gedung.

Namun di luar tayangan, perusakan kantor TVRI Gorontalo sungguh terjadi. Massa juga menganiaya sejumlah jurnalis yang tengah menjalankan tugasnya, saat meliput perusakan kantor TVRI tersebut.

Bahkan massa beringas menyita alat kerja dan menyensor gambar para jurnalis dari berbagai media yang tengah ada di sana. Tiga nama calon tersangka, berinisial DK, IL, dan ON dilaporkan sebagai pelaku kekerasan oleh empat wartawan: Andri Arnold dari Metro Teve, Rully Lamusu dari Anteve, Agus Limehu dari Mimoza Teve, dan Farid Utina dari Trans7.

Tidak Melanggar Kode Etik

Dewan Pers sudah mengeluarkan rilis yang menyesalkan insiden di atas. Insiden itu bisa dianggap sebagai tindak kriminal murni, yang terjadi menyusul pemberitaan terkait Pemilihan Walikota Gorontalo. Padahal, kata anggota Dewan Pers Margiono, setelah pemberitaan TVRI itu dikaji dan diteliti, tidak ditemukan pelanggaran apa pun terkait Kode Etik Jurnalistik.

Artinya, massa beringas karena selalu ingin pemberitaan bagus dari media, dan sama sekali tidak bisa mentolerir hal yang sebaliknya. "Kami terus mengikuti kasus ini karena ada motif kriminal murni berupa perusakan. Kami minta polisi melakukan tindakan tanpa menunggu laporan dari kami," tandas Margiono.

Dia berharap polisi cepat memproses kasus yang menyunat kemerdekaan pers ini. Dewan Pers juga sudah menyurati Kapolri Jenderal Timur Pradopo. "Kami mengapresiasi tindakan Kepolisian yang sigap merespons kasus penyerangan di kantor Tempo beberapa waktu lalu. Kami berharap di Gorontalo, polisi juga bisa melakukan hal yang sama," tegas Margiono. "Kita lihat seminggu ini. Sepanjang proses itu berlangsung kita menghormati."

Direktur Program dan Berita LPP TVRI Pusat, Irwan Hendarmin bercerita, penyerangan itu dikecam banyak insan pers. Irwan bilang, "Pertama, kami mengecam semua tindakan kekerasan terhadap pers yang mengancam hak dasar warga negara untuk mendapat informasi yang benar." Seraya menambahkan, "Kedua, mengutuk aksi elit politik yang mengerahkan massa untuk bertindak agresif dan meluluhlantahkan sendi-sendi penting demokrasi di Indonesia. Ketiga, mendesak Kepolisian untuk mengusut tuntas aksi perusakan dan kekerasan sebagaimana diatur dalam pasal 170 KUHP."

Dekapan Kasus Dalam 4 Bulan

Tindak kekerasan terhadap jurnalis, belakangan meningkat tajam dan kualitasnya kian memprihatinkan. Dewan Pers sampai membentuk satuan tugas (Satgas) khusus untuk menangani kasus-kasus kekerasan terhadap insan media. Satgas yang diumumkan pembentukannya awal Maret 2013 lalu mengajak serta tiga organisasi kewartawanan: Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

Menurut catatan Dewan Pers, sepanjang 2013 yang baru berjalan sekitar dua bulan ini telah terjadi delapan kasus kekerasan terhadap wartawan.

Termasuk peristiwa mengenaskan yang dialami wartawan Nurmila Sari Wahyuni di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur. Nurmila dipukuli oleh dua oknum pejabat desa setempat sampai keguguran. Perempuan berusia 23 tahun yang akrab dipanggil Yuni itu dianiaya saat mengambil gambar keributan pembongkaran rumah di sebuah lahan sengketa. Dia berhasil mendapatkan gambar, tapi malah dikeroyok oleh 16 orang yang dipimpin Alias, Kepala Desa Rantau Panjang.

Setelah tak berdaya, kamera sang wartawati dirusak dan tas yang berisi kartu identitasnya dibuang. Yuni mengalami perdarahan dan harus mengalami keguguran, janin yang baru berusia dua minggu. Yuni sempat dirawat di RSUD Panglima Sebaya dengan luka dan memar di bagian wajah dan tubuh.

Paling akhir, kasus perusakan kantor Harian Palopo Pos, Sulawesi Selatan, oleh sekelompok massa pendukung salah satu peserta Pilkada, Minggu (31/3). Perusakan dilakukan tak lama setelah diumumkannya hasil rekapitulasi suara Pemilihan Walikota Palopo. Massa yang tidak puas dengan pemberitaan dua media tadi - terkait proses Pilkada - merusak dan membakar lantai 1 kantor tersebut.

Muka buruk, pemimpin tak cakap, wartawan disalahkan. (LAN/GN-02)

BACA JUGA: