Konflik di Sumbawa Besar Tak Pantas Disebut Konflik Horizontal
JAKARTA - Konflik di Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat (NTB), yang telah menimbulkan kerusakan sarana dan prasarana umum telah menimbukan keprihatinan dari semua elemen agama.
Hal itu disampaikan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin bersama elemen keagamaan lainnya seperti Mayjen TNI Nyoman Suisma (Ketua Umum PHDI/Hindu), Wawan Wiratma (Ketua Umum Matakin/Konghucu), dan Romo Beni (Wakil Gereja Sakramis Indonesia).
"Kita mengecam tindak tindak kekerasan yang terjadi di Sumbawa," kata Din dalam konfrensi pers Centre For Dialouge And Cooperation Among Civilisations, Menteng, Minggu (27/1).
Din menambahkan, konflik di Sumbawa Besar tidak pantas disebut konflik horizontal karena hanya satu reaksi dan berawal dari anggota polisi yang kebetulan mengalami kecelakaan, kemudian melebar dengan warga setempat yang selanjutnya membawa sentimen SARA. "Kami mengimbau agar masalah personal jangan dibawa kepada masalah komunal," ujarnya.
Dia juga mengkritik penggunaan media massa yang ikut menyebarluaskan isu SARA dalam kasus tersebut. "Ada budaya di Sumbawa, di mana para pendatang yang datang dianggap sebagai penduduk asli," kata dia.
Di tempat sama, Romo Beni, menyesalkan berulangnya kekerasan yang terus terjadi berkali-kali dan mengesankan pemerintah tak mampu mengatasi kekerasan tersebut. "Saya juga menghimbau agar masyarakat jangan mudah terprovokasi dengan isu-isu SARA," ujarnya
Sementara itu, Suisma menyatakan seharusnya tidak ada celah perpecahan di antara bangsa Indonesia, mengingat Indonesia ada karena perbedaan sehingga perbedaan bangsa adalah keniscayaan.
- Kelompok John Kei dan Napi Teroris Bentrok di Nusakambangan
- Penyelesaian Konflik TNI dan Polri Terletak Di Tangan Presiden
- DPR dan Pemerintah Harus Buat Regulasi untuk Cegah Konflik TNI-Polri
- Satukan Pendidikan Taruna TNI-Polri bukan Solusi Cegah Konflik
- Bentrokan TNI- Brimob Diduga Akibat Kecemburuan Sosial
- Tiga Pemicu Bentrok TNI-Polri di Batam
- Tawuran Antar Massa di Makassar, Sulsel