JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengatakan, dalam demokrasi multikultural seperti Indonesia, perbedaan yang muncul bukan semata karena ideologi dan kepentingan, tetapi juga benturan yang berangkat dari identitas.

"Kita tidak boleh mengabaikan suara dari kaum minoritas dari idenditas kaum yang berbeda," kata SBY pada bagian lain kuliah umumnya di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (15/1).

"Tantangan khusus dalam demokrasi multikultural adalah perbedaan yang timbul bukan hanya karena ideologi dan kepentingan, tetapi juga benturan yang berangkat dari identitas," jelasnya seperti dikutip presidensby.info

SBY setuju, kemajemukan adalah berkah, namun perlu kemampuan untuk mengelolanya. "Indonesia sebagai bangsa yang majemuk harus menjawab tantangan demokrasi itu sendiri. Indonesia bisa membicarakan prinsip-prinsip dasar yang boleh dianut agar kehidupan demokrasi semakin damai," ujarnya.

Menurutnya, dalam demokrasi multibudaya semua pihak harus menerima segala perbedaan, termasuk perbedaan yang berasal dari identitas awal, seperti agama dan ras.

Selain itu, pandangan dan aspirasi dari suara terbanyak memang harus diterima, namun kita tidak boleh mengabaikan suara dari kaum minoritas dari idenditas kaum yang berbeda. "Setiap masyarakat harus membangun budaya untuk menyelesaikan segala pertentangan secara damai dan menghindari cara-cara yang uncivilized, seperti cara kekerasan," tegas SBY.

Selanjutnya, penggunaan hak dan kebebasan tidak boleh sampai pada kategori menghina, melecehkan, dan menistakan nilai atau simbol identitias yang lain. Diperlukan sikap untuk saling menjaga perasaan dan tenggang rasa.

"Bagi para pemimpin nasional, untuk kepentingan bangsa, marilah kita berpikir untuk kepentingan bersama di atas kepentingan identitas kelompok manapun," ujarnya.

Untuk menjaga ketenteraman, stabilitas, dan keberlanjutan demokrasi multipartai sangat diperlukan sikap, pandangan, dan teladan para pemimpin politik dan pemimpin masyarakat yang berbeda identitasnya.

"Dunia harus memiliki demokrasi yang adil. Dunia bukan hanya milik yang kuat, tetapi milik semua. Kita harus mengutamakan diplomasi untuk sebuah solusi damai," pungkasnya.

BACA JUGA: