JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) sudah diambang mata, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pun berkonsultasi pada Mahkamah Agung (MA) meminta percepatan proses pengadilan atas partai yang mengalami dualisme kepemimpinan. Namun MA terlihat ragu lantaran partai sudah memiliki mekanisme mahkamah partai sesuai undang-undang partai politik.

Terkait hal ini, Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Ahmad Riza Patria mengatakan semua fraksi dalam Komisi II sudah sepakat mencari solusi untuk partai yang sedang berkonflik. Komisi II akan meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk merujuk pada keputusan pengadilan yang inkrah. Kalau belum inkrah partai yang berperkara akan diminta melakukan islah.

"Kalau solusi pertama dan kedua belum terwujud maka partai sah akan merujuk pada keputusan pengadilan yang terakhir," ujar Riza saat dihubungi Gresnews.com, Sabtu (25/4).

Ia menambahkan hingga masa akhir batas pendaftaran bakal calon pilkada akan dilihat apa putusan pengadilan terakhir. Ia berharap sebelum ada batas akhir pendaftaran ada putusan akhir dari pengadilan yang inkrah.

Riza menjelaskan untuk beberapa hari ke depan pimpinan DPR, komisi II dan KPU akan bertemu dengan kementerian dalam negeri untuk menindaklanjuti hasil panitia kerja DPR untuk pilkada. DPR juga akan berkonsultasi dengan Mahkamah Agung (MA).

Ia akan mengkonsultasikan pada MA agar dalam waktu tiga bulan menjelang batas akhir pendaftaran calon kepala daerah bisa ada putusan yang inkrah atau meminta pengadilan mempercepat putusan inkrah terhadap perkara yang dihadapi partai. Permintaan mempercepat proses di pengadilan bukan bentuk intervensi. Tapi ia menilai waktu tiga bulan cukup untuk memutuskan putusan inkrah.

Menanggapi hal ini, Juru Bicara MA Suhadi mengatakan belum ada aturan terkait percepatan proses pengadilan untuk partai yang berperkara karena dualisme kepemimpinan. Kalaupun akan dikeluarkan aturan tersebut maka perlu ada kebijakan tertentu dari pimpinan MA. Lagipula ia mempertanyakan apakah MA memiliki kewenangan tersebut atau tidak. "Kan masalah partai sudah ada mahkamahnya sendiri sesuai dengan undang-undang partai politik," ujar Suhadi saat dihubungi Gresnews.com, Sabtu (25/4).

Sebelumnya, PPP dan Golkar sedang mengalami perkara akibat dualisme kepemimpinan di internal partainya. Perkara ini sudah dibawa ke tingkat Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Untuk konflik PPP, PTUN sudah membatalkan Surat Keputusan Kementerian hukum dan HAM soal kepengurusan Romahurmuziy dan menunda berlakunya SK penetapan kubu Agung Laksono untuk Golkar.

BACA JUGA: