JAKARTA, GRESNEWS.COM – Jelang akhir tahun, tidak hanya pemerintah yang mendapatkan kritik atas kinerja tapi juga anggota parlemen. Keterbelahan parlemen menunjukkan watak asli bahwa kinerja mereka bergantung pada keuntungan pragmatis partai politik, bukan untuk kepentingan masyarakat.

Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia Ray Rangkuti mengatakan adanya dua kubu di parlemen ternyata berdampak serius. Kedua kubu tersebut tidak memerankan fungsi parlemen untuk mengawasi dan menambal argumen pemerintah. Khususnya fraksi partai yang tidak menang dalam pilpres atau Koalisi Merah Putih (KMP) yang cenderung menonjolkan semangat harus berbeda dengan pemerintah.

"Kalau pemerintah setuju pilkada langsung mereka (KMP) sebaliknya. Seolah-olah dengan begitu mereka menjadi oposisi," ujar Ray Rangkuti dalam diskusi soal Bincang Politik Akhir Tahun di Kedai Kopi Deli, Jakarta, Senin (22/12).

Ray mencontohkan dalam isu pilkada saja sudah tergambarkan bagaimana watak asli partai yang bermain drama politik. Misalnya Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi aktor canggih memainkan sandiwara politiknya dengan partainya yang bersikap walk out saat paripurna DPR lalu mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) pilkada langsung.

"Drama ini memberikan efek politik yang menarik," ujar Ray.

Ia memberikan contoh lain drama pilkada misalnya Golkar. Hasil Munas Golkar di Bali merekomendasikan agar menolak Perppu Pilkada langsung. Tapi paska SBY mengingatkan adanya perjanjian antara Koalisi Merah Putih (PKS) termasuk Golkar di dalamnya dengan Demokrat, sikap Ketua Umum incumbent hasil Munas Golkar di Bali berubah dengan mendukung Perppu. Perubahan sikap tersebut pun dilakukan tanpa berkonsultasi dengan pimpinan daerah Golkar lainnya.

Ray menjelaskan drama politik lainnya dilakukan oleh salah satu partai lainnya di KMP yaitu PKS. PKS menyatakan akan mendukung Perppu pilkada langsung dengan alasan demi keutuhan KMP. Jadi jika berkaca dari perdebatan satu isu saja yaitu pilkada, maka watak asli partai sudah terlihat bahwa tindakan mereka tidak didasarkan pada kepentingan negara dan masyarakat.

Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi) Jeirry Sumampow membenarkan bahwa mekanisme kontrol parlemen tidak lagi didasarkan pada logika dan akal sehat. Parlemen terutama melalui kubu-kubu fraksi dan koalisi paska pilpres cenderung menilai sesuautu berdasarkan subjektifitas partai.

Ia mencontohkan apa yang diwacanakan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) cenderung akan dioposisi oleh KMP. "Blocking seperti ini yang menjadi korban adalah rakyat. Ini bagian kemunduran proses demokrasi. Kalau ini menguat terus di 2015 tentu tidak baik," ujar Jeirry pada diskusi yang sama di Kedai Kopi Deli, Jakarta, Senin (22/12).

BACA JUGA: