JAKARTA, GRESNEWS.COM - Banyaknya pejabat negara yang terjerat kasus korupsi harus menjadi perhatian khusus pemerintahan mendatang. Presiden terpilih Joko Widodo dan Wakil Presiden terpilih Jusuf Kalla harus berkomitmen memberantas tindak pidana korupsi dalam masa kepemimpinannya nanti. Hal itu dikatakan mantan Ketua PP Muhammadiyah Buya Syafii Maarif seusai menghadiri acara diskusi di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Kamis (28/8).

Menurut Buya, kedua tokoh ini dikenalnya cukup terbuka dalam menerima saran termasuk dari KPK terkait rekam jejak calon pejabat yang akan duduk di kabinet mendatang yang bersih dan terbebas dari korupsi. "Komitmen pemerntahan baru akan lebih serius lebih sungguh-sungguh (memberantas korupsi)," ujar Buya di Gedung KPK.

Untuk itu, ia meminta para calon pejabat negara melaporkan harta kekayaannya ke KPK agar komisi antirasuah itu dapat meneruskan dan meminta laporan harta kekayaan dari PPATK. "Agar, para calon pejabat tersebut dapat dilihat darimana saja mereka memperoleh harta kekayaan," kata Buya Syafii menambahkan.

Selain itu, dalam usaha pemberantasan korupsi, ada beberapa langkah yang harus dilakukan presiden mendatang. Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Pradja membeberkan tujuh poin terkait komitmen tersebut ketika diskusi di kantornya.

Pertama, presiden harus menolak dan melaporkan segala bentuk gratifikasi. Kedua, menentang setiap usaha yang akan melemahkan upaya pemberantasan korupsi. "Dan yang ketiga meningkatkan kepatuhan atas Konvensi Internasional tentang Antikorupsi (UNCAC)," kata Adnan ketika diskusi di Gedung KPK.

Keempat lanjut Adnan, mewajibkan pendirian unit pengendalian gratifikasi dan LHKPN di setiap kementerian dan lembaga. Kelima, mewujudkan adanya tes integritas dalam proses perekrutan dan promosi calon penyelenggara negara di kementrian dan lembaga.

Keenam, tidak memberikan ruang kepada keluarga penyelenggara negara termasuk presiden untuk mengakses dana yang berasal dari APBN. Dan yang terakhir menutup munculnya faktor nepotisme dan kolusi dalam proses pelaksanaan kepemerintahan.

KPK sendiri sebelumnya meluncurkan buku putih mengenai delapan agenda antikorupsi yang harus dilakukan presiden mendatang. Pertama, agenda reformasi birokrasi dan perbaikan administrasi kependudukan. KPK menilai, jalan paling mendasar untuk menata birokrasi adalah melalui reformasi birokrasi.

Reformasi pengelolaan APBN dan APBD, misalnya, perlu dijadikan fokus program. Reformasi di sektor ini bertujuan memastikan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi terhadap pengelolaan APBN dan APBD dilakukan secara akuntabel, transparan, dan berkeadilan serta meminimalisasi kebocoran anggaran.

Kedua, agenda pengelolaan sumber daya alam dan penerimaan negara. Berdasarkan penelitian dan pengkajian KPK, terdapat tiga sektor yang harus mendapatkan perhatian besar presiden mendatang, yakni pertambangan (khususnya mineral dan batubara), kehutanan, serta perikanan dan kelautan.

Sektor pertambangan, misalnya, memberikan kontribusi sekitar 9 persen terhadap total pajak dalam negeri. Pada dasarnya, potensi penerimaan pajak dari sektor pertambangan dapat lebih besar dari 9 persen, termasuk potensi penerimaan pajak yang bisa lebih tinggi dari yang diperoleh sekarang dari pertambangan batubara.

Ketiga, agenda ketahanan dan kedaulatan pangan. Keseriusan pemerintah dalam upaya swasembada pangan tercermin dari besarnya anggaran swasembada pangan, misalnya pada 2014 senilai Rp8,28 triliun untuk lima komoditas utama. Bila tidak dikelola dengan baik, ini dapat memicu kerugian keuangan negara, baik dari aspek keuangan maupun non keuangan.

Keempat, agenda perbaikan infrastruktur. Hasil Survei Integritas Sektor Publik Indonesia tahun 2009 yang dilakukan oleh KPK, menunjukkan persepsi masyarakat pengguna layanan pada layanan publik di lingkungan Kementerian Perhubungan masih belum memuaskan.

Sebagai contoh, skor potensi integritas pada layanan Uji Tipe dan Penerbitan Sertifikat Uji Tipe Kendaraan Bermotor di lingkungan Ditjen Perhubungan Darat hanya mencapai 5,99 (peringkat 68) di bawah standar minimal KPK (6,0). "Hal ini menunjukkan, masih terdapat kelemahan dalam sistem pelayanan publik pada layanan tersebut yang merupakan celah terjadinya pemerasan atau suap," ujar Adnan.

Kelima, agenda penguatan aparat penegak hukum. Proses penegakan hukum harus akuntabel. Ini berarti bahwa proses pelaksanaan penegakan hukum harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, dengan berbasiskan pada adanya kemanfaatan hukum dan keadilan bagi publik. Dengan sendirinya, peningkatan citra ositif aparat penegak hukum akan meningkat, seiring dengan kapasitas dan kompetensi dari aparat penegak hukum itu sendiri

Keenam, agenda dukungan pendidikan nilai integritas dan keteladanan. KPK mencermati bahwa akar penyebab korupsi adalah sistem yang buruk dan karakter individu yang cenderung korup. Buktinya adalah kasus tindak pidana korupsi yang semakin banyak dari tahun ke tahun. Orientasi kesuksesan hidup yang berdasar hanya pada materi, membuat nilai-nilai moral semakin sepi diajarkan di keluarga maupun lembaga formal.

"Dampaknya, munculnya sikap permisif masyarakat dalam menghadapi kasus korupsi di lingkungannya. Tentu saja kondisi ini sangat mengkhawatirkan dan merusak masa depan bangsa dan negara Indonesia," ujar Adnan lagi.

Ketujuh, agenda perbaikan kelembagaan partai politik. Penguatan bisa dilakukan pada sistem rekrutmen, kaderisasi parpol dan sisi pendanaan. Partai politik adalah pengejewantahan aspirasi rakyat. Karena itu,membangun partai politik yang berintegritas, juga akan menghadirkan kehidupan berpolitik yang demokratis, jujur dan bebas dari korupsi.

Presiden selaku kepala negara mesti melakukan penguatan terhadap sistem pendukung parlemen. Penguatan menjadi bagian guna meningkatkan prinsip mengawasi dan mengimbangi terhadap berjalannya roda pemerintahan.

Kedelapan, agenda peningkatan kesejahteraan sosial. Ada dua hal yang perlu diperhatikan pemimpin terpilih, yakni berhati-hati dalam menetapkan kebijakan jaminan pensiun, karena program ini relatif baru, dan berdasarkan pengalaman di negara-negara Eropa, memicu terjadinya krisis ekonomi. Kedua, membangun tata kelola jaminan ketenagakerjaan yang bersih, transparan, dan akuntabel, mengingat jumlah dana kelolaan yang nantinya terkumpul di BPJS Ketenagakerjaan cukup besar.

BACA JUGA: