JAKARTA, GRESNEWS.COM - Rencana pemerintah meningkatkan ekspor sektor industri untuk penguatan rupiah, dinilai tidak berdampak besar. "Itu strategi normatif yang efeknya jangka panjang, bukan jangka pendek. Kedaulatan rupiah justru perlu ditegakkan," kata Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Heri Gunawan seperti dikutip situs dpr.go.id, Jumat (19/12).

Seperti diketahui, seiiring melemahnya rupiah hingga ke level Rp12.900 per US$1 bahkan sempat beberapa saat menyentuh level Rp 13.000 per US$1. Pemerintah pun telah menyusun rencana strategi dengan meningkatkan ekspor di sektor industri dan menekan laju impor. Menurut Heri, langkah ini tidak strategis. Justru pemerintah mestinya mengeluarkan strategi jangka pendek, yaitu penggunaan rupiah dalam setiap transaksi.

"Mestinya yang kita butuhkan sekarang adalah pemecahan jangka pendek, yaitu dengan menegakkan amanat UU No.7/2011 tentang Mata Uang. Pengusaha Indonesia harus menggunakan rupiah dalam melakukan transaksi. Setiap transaksi yang menggunakan dolar harus dikonversi ke rupiah. Dengan begitu nilai rupiah akan tetap terjaga, sekaligus punya kedaulatan," tandas politisi Gerindra tersebut.

Dikemukakan Heri, melemahnya rupiah sebetulnya juga karena tingginya arus modal yang keluar dari Indonesia. Arus modal ini bisa secepat kilat keluar dari tanah air. Apalagi, sambung Heri, investasi asing saat ini mayoritas menggunakan portofolio. Ditambah lagi industri makanan kita masih menggunakan bahan baku impor hingga 60-65 persen. "Jadi, masalah substansinya adalah perlu kedaulatan rupiah," katanya.

Langkah pemerintah dalam menghadapi pelemahan rupiah ini juga dikritik banyak kalangan. Ikhsan Modjo, Juru Bicara Partai Demokrat, menilai tren pelemahan rupiah memang mulai menurun pada akhir pekan ini. Namun dia menyebut respons pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) lambat dalam mengatasi masalah ini.

"Respons yang dirasakan lambat dari pemerintah menjadi tanda tanya besar bagi pemerintahan Jokowi yang sebelumnya sempat menyatakan pemerintahannya akan kembali membuat rupiah kuat menjadi Rp10.000 terhadap dolar," tegas Ikhsan dalam siaran tertulis, Jumat (19/12).

Partai Demokrat menyebut pemerintah serampangan dalam menyikapi guncangan nilai tukar rupiah. Bahkan pemerintah dianggap tidak punya kepekaan terhadap potensi krisis (sense of crisis).

"Lebih lanjut, Partai Demokrat melihat berbagai langkah antisipatif tidak cukup dalam hal wacana dan garis besar. Tapi perlu dijabarkan lebih rinci dalam cetak biru kebijakan yang siap diimplementasikan," tutur Ikhsan.

Sebaliknya, menurut Ikhsan, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) justru telah menujukkan kemampuan untuk menjaga perekonomian di tengah guncangan. Karena itu PD, kata Ikhsan memberikan beberapa rekomendasi.

Diantaranya adalah meningkatkan intensitas koordinasi dan sinkronisasi fiskal dan moneter dengan berbagai lembaga seperti Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Kementerian Keuangan. Koordinasi yang terjaga dan respons kebijakan makro atau mikro prudential yang terukur akan menjamin ketenangan dunia usaha.
"Intensitas koordinasi yang terarah juga akan menunjukkan ke pasar bahwa negara hadir dan secara serius menjaga stabilitas ekonomi," ujar Ikhsan.

Kedua, ekspansi fiskal melalui pembangunan infrastruktur adalah penting, tapi tetap perlu dilakukan secara terukur dan berhati-hati. "Ekspansi fiskal yang serampangan, kaya wacana tapi tidak diiringi perencanaan yang matang dan eksekusi program yang baik hanya akan menghasilkan pembangunan yang sub-optimum," ujarnya.

Ketiga, menjaga dan memperhatikan daya beli masyarakat khususnya golongan yang tidak mampu dan miskin. Di mana pada titik ini, peran kebijakan fiskal dan anggaran negara sebagai satu instrumen keadilan dan stimulus harus dioptimalkan. Pemerintah jangan hanya memikirkan dunia usaha dan pelaku industri dengan menjanjikan berbagai insentif.

"Sebaliknya, dalam suasana ekonomi global seperti dewasa ini, hal yang paling pokok dijaga adalah daya beli konsumen yang merupakan penopang utama ekonomi dan pertumbuhan Indonesia," ujar Ikhsan.

Keempat, dilanjutkannya berbagai program-program pro-rakyat pemerintahan SBY seperti Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM), Beasiswa Siswa Miskin (BSM), Program Keluarga Harapan (PKH), dan kesehatan gratis bagi warga tidak mampu. Melengkapinya dengan kartu-kartu adalah tepat, tapi lebih tepat bila di saat yang sama berbagai program yang juga baik untuk rakyat kecil seperti Beras Miskin (Raskin) tidak diwacanakan dicabut, tapi justru ditingkatkan dengan penyasaran (targeting) yang lebih tepat dan delivery process yang lebih baik.

Kelima, upaya memperkuat mata uang nasional juga bisa dilakukan dengan mengambil langkah terukur untuk merepatriasi modal pelaku ekonomi nasional di luar negeri, serta keharusan menggunakan mata uang rupiah dalam bertransaksi di dalam negeri perlu kembali dipertegas dan diperkuat. "Misalnya dengan mewajibkan kontraktor-kontraktor migas domestik untuk menggunakan mata uang nasional ini," kata Ikhsan.

Keenam, kata Ikhsan, Partai Demokrat juga memandang upaya mempersiapkan protokol krisis yang sempat terbengkelai perlu dilanjutkan. Pemerintah perlu segera meng-instigasi ulang RUU Jaring Pengaman Sistem Keuangan yang sempat tertunda. "Hal ini untuk menyiapkan kemungkinan terburuk di tengah ketidakpastian ekonomi global," ujarnya. (dtc)

BACA JUGA: