JAKARTA, GRESNEWS.COM - Keputusan pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dinilai bisa berujung pada pemakzulan Presiden Joko Widodo. Ekonom yang juga mantan menko perekonomian di era Presiden Abdurrahman Wahid, Rizal Ramli mengatakan, kebijakan yang diambil Presiden Jokowi itu menabrak beberapa aturan.

Pertama, kenaikan harga BBM bersubsidi merupakan langkah tidak berdasar karena dilakukan saat harga minyak dunia turun. Kemudian, presiden tidak meminta pertimbangan rakyat, dalam hal ini DPR dalam mengambil keputusan ini, padahal UU APBN mengharuskannya, kecuali harga minyak dunia naik sampai 15% dari asumsi di APBN. Kemudian, keputusan yang diambil pun dinilai bertentangan dengan keputusan MK, sehingga dapat menimbulkan impeachment alias pemakzulan terhadap presiden.

´´Saya mengucapkan ´selamat´, karena pemerintah Jokowi menaikan harga BBM tanpa hitung-hitungan jelas. Menurut saya dengan harga minyak mentah sekitar 80 dolar AS per barel, harga ekonominya Rp7.000 sampai Rp7.500,´´ jelas Mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI, Rizal Ramli di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/11).

Ucapan ´selamat´ yang menyindir kebijakan Jokowi juga didarat Rizal Ramli atas keputusan menaikkan harga harga sebesar Rp2.000 yang dilakukan tanpa menjelaskan kepada publik soal perhitungan yang jadi dasar kebijakan. ´´Belum pernah pemerintah Indonesia menaikkan harga BBM disaat harga minyak dunia naik. Ini prestasi luar biasa karena Jokowi satu-satunya presiden Indonesia yang lakukan,´´ ujarnya.

Menurutnya kebijakan tanpa dasar ini akan jadi masalah bagi Jokowi. Karena dibuat tanpa ada dukungan dan transparansi yang jelas menjadi berpotensi melanggar konstitusi. Apalagi ketika harga minyak dunia turun, China, Malaysia, bahkan India ikut menurunkan harga BBM-nya, Indonesia malah mengambil langkah yang berkebalikan.

MK, kata Rizal, dalam putusannya beberapa tahun lalu menyatakan, karena BBM merupakan kebutuhan dasar dan strategis bagi rakyat, penetapan harganya tidak boleh diserahkan sepenuhnya ke mekanisme pasar. Harus di bawah ekonomi cost sebesar Rp7.500. ´´Kalau ada yang jahil bisa di impeach itu. Tapi tadi saya usulkan ke MPR jangan dilakukan. Koreksi saja,´´ ujarnya.

Kenaikan sebesar Rp 2.000 dirasa teramat pas dengan "saran" Bank Dunia. ´´Jadi kelihatan kan bagaimana arahannya. Kabinetnya trisakti tapi kerjanya untuk asing,´´ katanya.

Jika yang diharapkan agar BBM tepat sasaran, maka ia memberi solusi berupa penghapusan produk premium. Karena nilai oktan premium selama ini terlampau tinggi sehingga mobil bagus pun masih menggunakan premium. Ia menyarankan dibuatnya BBM rakyat dengan oktan 80-83.

Dengan melakukan itu, volume premium bisa turun hingga 30-40 persen. Dan orang-orang mampu dan bermobil bagus tak akan mau memakai premium karena mesinnya akan rusak.

Di sisi lain, BBM seperti pertamax plus dinaikkan harganya dan diberlakukan subsidi silang. ´´Yang mampu bayar lebih mahal. Jika itu dilakukan subsidi yang Rp230 triliun hapus. Maka negara bisa untung Rp130 triliun. Kenapa pemerintah Jokowi  tidak merespon jalan alternatif yang melindungi rakyat?´´ tanyanya retoris.

Upaya pemberantasan mafia migas, dengan mengangkat ekonom Faisal Basri menjadi Ketua Komite Reformasi Tata Kelola Migas pun dianggap tidak cukup. Janji membersihkan dunia migas nasional dari permainan mafia pernah disampaikan oleh Joko Widodo kala berkampanye di Pilpres 2014.

"Kenyataannya, ketika ia belum melakukan apapun terkait janjinya itu, Jokowi malah lebih dulu mencabut subsidi rakyat pada BBM," kata Rizal ketus.

Ia memprediksi Faisal tak akan bisa berbuat banyak karena jabatannya cuma "ecek-ecek". Seharusnya Jokowi mengganti Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said, dengan Faisal Basri.

´´Ganti Menteri ESDM dengan Faisal Basri, pasti dia sikat mafia migas. Saya kasihan lihat saudara Faisal. Jabatannya tidak akan efektif karena Menteri ESDM Sudirman Said adalah mafia migas dan pandangannya neoliberal,´´ tegasnya.

Penempatan Faisal Basri sebagai Menteri ESDM, kata Rizal, akan jauh lebih efektif daripada pemerintah membentuk komite-komite yang tidak jelas gunanya. "Jangan ikuti gaya SBY yang senang bikin tim-tim yang tidak jelas juntrungannya. Selain itu, segera bubarkan Petral dan beli langsung minyak mentah di luar negeri,´´ ujarnya.

Terkait kritik Rizal Ramli ini, politisi PDIP Pramono Anung membela keputusan Jokowi menaikkan harga BBM bersubsidi. Dia bilang, BBM bersubsidi harus naik harga karena budget fiskal Indonesia yang secara keseluruhan berat.

Pramono malah memuji Jokowi sebagai pemimpin yang berani mengumumkan sendiri kenaikan harga BBM bersubsidi. ´´Ini menjadi tidak populer memang, tapi akan menyehatkan fiskal kita dalam jangka panjang,´´ kata Pramono Anung di Gedung Parlemen, Senayan, Selasa (18/11).

BACA JUGA: