JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pimpinan DPR memutuskan semua surat-surat yang masuk ke DPR akan ditindaklanjuti dengan pembahasan ke tingkat rapat Badan Musyawarah (Bamus) yang dijadwalkan berlangsung Kamis (2/4). Termasuk dua surat dari dua kubu Golkar yang tengah berkonflik.

Pertama, surat usulan pergantian pimpinan fraksi dari kubu Agung Laksono. Kedua, surat rotasi atau penggantian 20 anggota fraksi yang dianggap membelot yang dilayangkan kubu Ical.

"Rapat Bamus baru bisa dilaksanakan pada hari Kamis karena besok DPR mengundang Presiden Joko Widodo untuk rapat konsultasi," kata Wakil Ketua DPR Agus Hermanto di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (31/3).

Sebelum rapat pimpinan digelar, Sekretaris Jenderal Partai Golkar hasil Munas Bali Idrus Marham bersama rombongan Koalisi Merah Putih (KMP) menyerahkan surat pernyataan Ketua Mahkamah Partai Golkar (MPG) Prof Muladi kepada pimpinan DPR. Surat yang diserahkan kepada Ketua DPR Setya Novanto dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon ini menyatakan tidak memenangkan salah satu kubu di sengketa kepengurusan Golkar.

Idrus membantah surat itu sebagai upaya mempengaruhi pimpinan yang tengah melaksanakan rapat membahas surat-surat masuk tersebut, termasuk surat dari kedua kubu Golkar. Sebaliknya, kata dia, surat itu diserahkan atas dasar keinginan mereka agar pimpinan DPR tidak salah menerjemahkan putusan MPG, seperti halnya Kementerian Hukum dan HAM (Kemkumham).

Menurut Idrus, selama ini keputusan MPG banyak disalahtafsirkan seolah-olah memutuskan bahwa yang sah adalah kepengurusan Agung Laksono. Padahal menurutnya MPG tak memenangkan salah satu pihak.

"Mahkamah tidak memenangkan salah satu pihak. Kami berikan dasarnya surat penjelasan dari ketua mahkamah Prof Dr Muladi," kata Idrus Marham.

Surat itu, lanjutnya, juga dijadikan bahan bukti tambahan atas gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara‎ (PTUN) Jakarta, yang diajukan kubu Ical untuk membatalkan SK Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna Laoly, yang mengesahkan pengurus Golkar kubu Agung.

Menanggapi dualisme kepengurusan Golkar, khususnya putusan Majelis Hakim Mahkamah Partai Golkar (MPG) yang ditafsirkan berbeda oleh kedua kubu, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengaku belum membaca langsung putusan MPG. Namun, menurutnya, putusan hakim harus kolektif (satu), bukan dua.

Ketika ditafsir berbeda, lanjutnya, sangat tepat diserahkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk menafsirkannya. "PTUN harus cepat, karena sudah mulai panas dan merusak," kata Mahfud di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (31/3).

Karena itu, menurut Mahfud, para hakim PTUN harus memperhatikan putusan Mahkamah Partai Golkar yang menjadi perdebatan kedua kubu.

Selain surat Golkar itu, DPR juga melimpahkan surat Presiden Joko Widodo soal calon Kapolri dan Perppu Plt Pimpinan KPK serta hak angket untuk Menkum HAM ke Bamus.

BACA JUGA: