JAKARTA, GRESNEWS.COM - Penetapan kuota Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi sebesar 46 Juta Kilo Liter (KL) untuk tahun ini, ternyata tak mencukupi kebutuhan masyarakat yang cenderung meningkat. Upaya pemerintah untuk mengendalikan konsumsi BBM bersubsidi, selain gagal, juga malah berujung pada antrian pembeli BBM di SPBU-SPBU di seluruh Indonesia.

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan, krisis BBM yang terjadi belakangan ini tak terlepas dari ketergantungan pemerintah terhadap impor minyak. Ketergantungan tersebut dikarenakan produksi minyak nasional masih belum bisa mencukupi kebutuhan nasional. Dia menambahkan produksi minyak nasional Indonesia hanya 825 ribu barel per hari belum lagi dipotong untuk jatah kontraktor kontrak kerja sama (KKKS), sehingga jatah resmi pemerintah tinggal 400 ribu barel per hari.

Jatah itu jauh dari angka kebutuhan nasional yang mencapai 1,2 juta barel per hari, sehingga untuk menutupinya pemerintah harus mengimpor sebanyak 800-an ribu barel per hari. "Jadi memang kita memang mesti impor," kata Mamit kepada Gresnews.com, Jakarta, Sabtu (30/8).

Menurut Mamit, apabila kebutuhan akan minyak terus bertambah sedangkan produksi minyak belum bisa dioptimalkan, maka Indonesia akan terus tergantung akan impor minyak. Agar tidak tergantung dengan minyak impor pemerintah harus melakukan langkah-langkah kongkrit, seperti mengurangi konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi dan meningkatkan produksi dalam negeri.

"Kalau produksi (minyak) kita meningkat dan diolah sendiri otomatis akan mengurangi impor juga. Lalu bagiamana kesiapan kilang-kilang kita dalam mengolah minyak kita yang ada di sini?" ungkapnya.

Mamit menjelaskan, selain mengoptimalkan sumur-sumur tua, pemerintah juga harus mencari sumur-sumur baru untuk meningkatkan produksi minyak nasional. Berdasarkan data, kata Mamit, cadangan minyak Indonesia masih cukup untuk 20 tahun ke depan.

Terkait krisis BBM saat ini, Mamit menuturkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan semakin terbebani apabila jumlah kuota BBM subsidi ditambah dari yang sudah ditetapkan. "Namun, jika kuota BBM subsidi tidak ditambah, maka akan ada kelangkaan BBM subsidi," ujarnya.

Agar terbebas dari situasi bak buah simalakama ini, menurut Mamit, ada dua cara yang harus dilakukan pemerintah. Pertama, menjalankan kuota yang sudah ditetapkan tapi penyalurannya lebih mengutamakan di jalur logistik seperti jalur pantura Jawa, sedangkan kuota Jabodetabek dikurangi. Kedua, pemerintah harus berani menaikan harga BBM subsidi. "Masyarakat harus sadar bahwa harga BBM subdsdi sudah terlalu murah dan masyarakat harus siap menerima kenaikan harga BBM ini," tuturnya.

Secara terpisah, pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengatakan, saat ini alokasi APBN masih terbebani oleh anggaran belanja Pegawai Negeri Sipil (PNS), beban pembayaran bunga utang, dan subsidi. Kenaikan gaji PNS tidak dipengaruhi oleh kenaikan harga BBM subsidi tapi dipengaruhi oleh inflasi tahunan.

Enny mengutarakan, masih tingginya subsidi BBM yang mencapai Rp363,5 triliun menjadi satu tantangan bagi pemerintahan baru agar terus ditekan dan dialokasikan ke beberapa sektor belanja modal. "Subsidi BBM besar ini adalah bom waktu, maka akhirnya pemerintah berikutnya yang bertanggung jawab, dan juga pemerintahan selanjutnya," kata Enny kepada Gresnews.com.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Chairul Tanjung mengatakan dengan kebijakan normalisasi penyaluran BBM susbidi tidak akan melampaui batas kuota BBM subsidi sebesar 46 Juta Kl. Bahkan dia menjamin, masalah kuota BBM subsidi merupakan taggung jawab pemerintah dan bukan tanggung jawab Pertamina.

Dia menegaskan jika terjadi overkuota BBM subsidi yang sudah ditetapkan, dan akan berpengaruh kepada fiskal negara maka CT--panggilan akrab Chairul Tanjung, akan bertanggung jawab akan kebijakan yang diambil olehnya. "Saya ini Menko Perekonomian. Jadi sampai saat itu, saya akan bertanggung jawab terhadap anggaran," kata CT.

CT mengatakan untuk menambah kuota BBM subsidi, pemerintah tidak akan mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu). Menurutnya jika pemerintah saat ini mengeluarkan Perppu maka terkesan pandangan pemerintah saat ini sangat tidak baik dan dikira negara dalam keadaan terpuruk.

Maka dari itu, CT mengungkapkan untuk menambah kuota BBM subsidi maka pemerintah dimungkinkan akan mengajukan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP). "Dalam pasal tertentu di UU APBN, ada pasal yang mengatakan jika terjadi kelebihan kuota maka pemerintah bisa mengajukan APBNP ke DPR," kata CT.

BACA JUGA: