JAKARTA, GRESNEWS.COM – Rapat paripurna revisi Undang-undang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3) ke dalam program legislasi nasional, diwarnai perdebatan terkait surat edaran  Sekretaris Kabinet yang menghimbau para menteri tidak menghadiri rapat DPR. Sejumlah fraksi mendesak pimpinan DPR agar menyurati dan meminta Presiden Joko Widodo mencabut surat edaran tersebut.  

Namun ditengah desakan sejumlah anggota fraksi untuk mendesak presiden mencabut surat edaran tersebut, anggota DPR fraksi Demokrat Benny K Harman justru menyampaikan rasa terima kasihnya pada Menteri Hukum dan HAM yang hadir dalam paripurna. Ia mengatakan mengapresiasi Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) berani membangkang perintah atasan.

Terkait dengan konteks DPR saat ini, Benny menilai kini fraksi telah konsisten menyepakati apa yang telah di bahas di dalam rapat Badan Legislasi (Baleg) dan Badan Musyawarah (Bamus). Seluruh fraksi juga telah menyerahkan nama-nama komisi pada pimpinan DPR.

Ia melanjutkan berdasarkan konsistensi anggota DPR dalam melaksanakan rapat Bamus, maka ia menyetujui agar revisi dimasukkan ke dalam prolegnas 2014-2020. Ia memandang DPR sudah bersatu kembali. “Jika berkenan pimpinan DPR menyampaikan pada presiden untuk mencabut surat larangan menterinya hadir di dewan. Tidak usah diberi waktu 1x24 jam tapi dalam sesingkat-singkatnya,” ujar Benny dalam paripurna di DPR, Jakarta, Rabu (26/11).

Namun anggota DPR fraksi PAN Yandri Susanto menilai surat edaran Seskab terbantahkan dengan kedatangan menkumham dalam paripurna DPR. Komisi II khususnya juga sudah lengkap oleh seluruh fraksi. Sehingga tidak ada alasan bagi presiden untuk melarang menterinya hadir ke DPR. Ia pun menghimbau pemerintah agar jangan terlalu sering membuat surat-surat larangan. “Termasuk larangan Musyawarah Nasional (Munas) internal partai. Kita punya hak dan kewajiban masing-masing,” katanya di DPR, Jakarta, Rabu (26/11).

Sementara anggota DPR fraksi Nasdem Johnny G Plate mencoba menengahi dengan mengatakan bahwa surat presiden sebenarnya merupakan surat internal dan bersifat rahasia. Sehingga menurutnya DPR tidak perlu berlebihan menyurati presiden terkait surat edaran Setkab.

Menanggapi pembahasan paripurna yang tekah melenceng dari substansi, Pimpinan Paripurna yang juga Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menjelaskan sampai hari ini tidak ada surat dari Setkab yang disampaikan ke pimpinan dewan. Satu-satunya surat yang ada hanya dari menteri BUMN yang disampaikan pada sekretariat jenderal (Sekjen).  Sekjen juga sudah menjawab surat tersebut sesuai prosedur.

“Jadi kita tidak usah mengada-ada. Kalau tidak ada surat bagaimana kita mau tanggapi. Mereka juga tidak kasih keterangan jangan-jangan surat itu tidak ada,” ujar Fahri dalam paripurna di DPR, Jakarta, Rabu (26/11).

Saat dikonfirmasi soal kedatangannya, Menkumham Yasonna Laoly mengatakan kehadirannya hanya untuk mendamaikan dengan baik konflik yang terjadi di DPR. Ia ingin DPR bisa disatukan lagi agar ia juga bisa bekerja dengan baik. Soal SE Setkab ia sendiri mengaku belum melihat surat tersebut. Ia mengakui untuk hadir ke paripurna DPR, ia telah berkonsultasi dengan Setkab. “Saya kan pasti meminta pendapat dari Setkab. Ini kan tujuan baik,” ujarnya usai paripurna DPR, Jakarta, Rabu (26/11).

Sebelumnya, Menteri BUMN Rini Soemarno mengeluarkan surat edaran yang melarang eksekutif BUMN menghadiri undangan DPR. Surat tersebut disusul dengan beredarnya surat imbauan Presiden Joko Widodo melalui Seskab bernomor SE-12/Seskab/XI/2014 tentang instruksi agar menteri dan pejabat setingkat menunda pertemuan dengan DPR selagi lembaga tersebyut berkonflik.

BACA JUGA: