JAKARTA, GRESNEWS.COM - Setiap kali menjelang lebaran jalur pantai utara Jawa (Pantura) menjadi sorotan utama. Jalur yang merupakan akses utama arus mudik lebaran itu setiap tahunnya selalu saja memakan anggaran besar untuk perbaikan jalan.

Pemerintah selalu menganggarkan kurang lebih Rp1,2 triliun untuk melakukan pemeliharaan rutin, pemeliharaan berkala, rekonstruksi dan pembangunan jalan baru. Maka tak heran banyak yang menyebut proyek pantura sebagai merupakan proyek abadi pemerintah.

Lalu apa yang menyebabkan proyek jalan pantura tidak pernah terselesaikan oleh pemerintah ? Berdasarkan penelusuran Gresnews.com, hal yang menyebabkan jalan pantura tidak kunjung selesai dikerjakan pemerintah karena banyaknya kendaraan muatan berlebih yang melalui jalur pantura.

Diperkirakan banyak kendaraan yang memiliki muatan diatas 20 ton yang melintas di jalan pantura. Padahal kekuatan maksimal konstruksi jalan pantura hanya dirancang sebesar 10 ton saja. Sudah pasti jalan pantura menjadi cepat rusak. Ditambah lagi kerusakaan juga dipengaruhi oleh curah hujan yang menyebabkan kondisi aspal menjadi tergerus.

Pada tahun 2012, Kementerian Pekerjaan Umum menyiasati pengerjaan jalan pantura dengan menerapkan kontrak jangka panjang berbasis kinerja sehingga pemenang tender bisa terus melakukan pemerliharaan secara berkala dan harus bertanggung jawab hingga 3 atau 5 tahun sekali.  Tujuannya agar ada jaminan  kepastian pelaksanaan perbaikan dan kontraktor.

Namun saat jalan pantura Jawa Barat terendam banjir awal tahun lalu jalanan pantura kembali rusak parah. Agar tak cepat rusak kini

Kementerian Pekerjaan Umum memilih membeton jalan pantura. Proyek pun dikebut agar selesai menjelang Lebaran. Kebijakan pembetonan diambil dengan pertimbangan mampu menahan beban kendaraan dan muatan yang melintas setiap hari.

Pengamat transportasi Yayat Supriyatna mengatakan peran pemerintah daerah seharusnya ditingkatkan untuk membantu pemeliharaan jalan di pantura. Pemerintah daerah seharusnya turut serta memelihara jalan dengan membentuk perda yang memberikan denda bagi kendaraan yang kelebihan beban saat melintas.

"Perlu ada denda yang lebih besar bagi kendaraan yang melebihi beban yang telah ditetapkan," katanya pada Gresnews.com, Minggu (27/7).

Menurutnya selama ini peran pemerintah daerah nyaris nihil lantaran hampir semua kewenangan diambil alih oleh pemerintah pusat. Misalnya untuk perawatan jalan dan pemeliharaan jalan pantura yang diambil oleh Kementerian Pekerjaan Umum, kemudian rambu-rambu diambil oleh Kementerian Perhubungan.

Namun ketika sudah diambil oleh pemerintah pusat, jangkauan pengawasan pemerintah pusat sangat terbatas.Ditambah lagi Dinas Perhubungan juga tidak memiliki kewenangan untuk menyita barang-barang yang diangkut oleh kendaraan memiliki kelebihan beban. Jika disita pun, Dinas Perhubungan Daerah juga tidak memiliki gudang untuk menampung barang-barang tersebut.

"Ini yang perlu dicermati oleh pemerintah untuk mengawasi kondisi jalan dan pengawasan di tiap-tiap daerah," kata Yayat kepada Gresnews.com.

 

Sebelumnya Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo marah besar ketika mengetahui saat sidak ada pungli di jembatan timbang Subah, Batang, Jawa Tengah pada akhir April lalu. Ganjar menceritakan awalnya ia mendapat aduan masyarakat soal jalan rusak dan salah satu penyebabnya karena tonase truk yang melebihi batas.

"Saya dapat laporan banyak soal jembatan timbang, awalnya dari situ. Kurang lebih dua minggu sebelum saya datang ke sana (Subah) saya bilang ke dinas (Dishubkominfo Jateng), saya bilang ´pak, tertibkan´," kata Ganjar.

Untuk membuktikan keseriusan Dishubkominfo Jateng terkait pungli di jembatan timbang, saat pulang dari tugas dinas di Banyumas dan Tegal hari Minggu (27/4) malam lalu, ia sengaja mampir ke jembatan timbang Subah, Batang. Ganjar marah ketika melihat ada kernet truk yang tiba-tiba menaruh uang di meja petugas jembatan timbang.

"Sampling saja, ternyata saya menemukan orang seperti tidak punya dosa seperti ´itu´," ujarnya.

Menurut Ganjar, dirinya berhak marah karena sudah dua minggu sebelumnya diingatkan. Menurutnya jika ia hanya menasihati dengan santun, maka perbaikan tidak akan jalan. Kemarahan tersebut dianggap wajar apalagi ia jelas-jelas menemukan amplop berisi uang di laci meja petugas jembatan timbang Subah.

"Kalau saya tidak marah, saya dengan santun-santun, biasanya ora melaku (tidak jalan)," kata Ganjar.

Ganjar menganggap praktik pungli yang ia saksikan langsung itu layaknya seorang bandit. Terlihat dari cara meletakkan uang ke meja petugas yang kadang dengan cara dilemparkan menunjukkan hal itu sudah jadi kebiasaan. (dtc)

BACA JUGA: