JAKARTA, GRESNEWS.COM - PT Pertamina (Persero) menyatakan semua program pengendalian Bahan Bakar Minyak (BBM) Subsidi yang dicanangkan melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan BPH Migas (Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi) tidak efektif. Program yang dicanangkan tersebut diantaranya yaitu pembatasan pembelian solar sesuai jam operasional dari pukul 08.00 sampai pukul 18.00 di Jakarta Pusat.

Ada juga program pelarangan penjualan BBM bersubsidi jenis premium di rest area jalan tol dan pengendalian solar untuk nelayan. Begitu juga dengan program pemasangan stiker pelarangan penggunaan BBM subsidi bagi kendaraan dinas pemerintahan dan perusahaan BUMN.

Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina (Persero) Hanung Budya mengatakan kebijakan seperti pelarangan penjualan BBM subsidi di rest area jalan tol tidak berjalan efektif karena kuota BBM bersubsidi untuk dijual di area jalan tol sebesar 700 kiloliter, kemudian beralih ke SPBU di luar jalan tol. "Kita bisa simpulkan bahwa penutupan SPBU atau penjualan premium di SPBU jalan tol yang volumenya 700 Kl tidak efektif untuk mengurangi konsumsi. Malah SPBU di luar jalan tol volumenya tambah persis 700 Kl. Jadi yang terjadi efek balon," kata Hanung di Bandara Udara Halim Perdana Kusuma, Jakarta, Rabu (27/8).

Begitu juga, kebijakan pemerintah lewat Keputusan Menteri ESDM No 01 Tahun 2013 yang melarang penggunaan BBM subsidi untuk kendaraan dinas Kementerian BUMN, pemerintah, atau BUMD dan sektor pertambangan serta perkebunan, kehutanan juga tidak berjalan efektif. Menurutnya pada saat kebijakan tersebut dikeluarkan hingga saat ini sudah tidak ada lagi yang memasang stiker tersebut. Sehingga operator SPBU tidak ada pegangan untuk mengendalikan BBM.

Hanung mengatakan jika kebijakan-kebijakan tersebut dijalankan dengan benar, maka sejatinya dapat menghemat BBM bersubsidi jenis premium dan solar sebesar 500 ribu Kl dalam waktu setahun. "Berdasarkan fakta tersebut harus ada kebijakan tambahan untuk mengendalikan BBM subsidi," kata Hanung.

Direktur Eksekutif Energi Watch Mamit Setiawan menilai kebijakan pengendalian BBM yang kemarin diterapkan oleh pemerintah merupakan kebijakan setengah hati. Kata dia, jika pemerintah mau serius mengendalikan BBM bersubsidi, pastinya saat ini tidak akan terjadi kelangkaan BBM bersubsidi. "Kelangkaan BBM subsidi yang terjadi di berbagai daerah karena kuota yang disediakan per daerah oleh Pertamina sudah melampaui kuota," ujarnya kepada Gresnews.com, Rabu (27/8).

Sudah begitu, di sisa waktu pemerintahannya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga tidak mau menaikkan harga BBM bersubsidi. Akibatnya, kata Mamit, secara otomatis ketika terjadi kelangkaan BBM bersubsidi, pemerintahan yang baru nantinya terpaksa harus menaikkan harga BBM bersubsidi. "Jika harga BBM subsidi tidak serta merta langsung dinaikan pastinya untuk menambal kekurangan kuota BBM, pemerintah yang baru pasti akan mengajukan penambahan kuota BBM," katanya.

Seandainya pemerintahan Jokowi-JK yang akan dilantik pada Oktober nanti tidak melakukan salah satu diantara menaikkan harga BBM bersubsidi atau menambah kuota, dipastikan kiamat BBM bersubsidi akan terjadi. "Pasti ada kenaikan kuota, pasti akhir tahun ini akan jebol kuotanya," kata Mamit.

BACA JUGA: