JAKARTA, GRESNEWS.COM - Menjelang pemilu presiden yang bakal dihelat pada 9 Juli nanti, persaingan antarparpol makin panas. Tidak hanya di dunia nyata tetapi juga merambah ke dunia maya. Situs media sosial menjadi medan pertempuran antarpara pendukung parpol untuk mempromosikan atau saling menjatuhkan kandidat yang diusung masing-masing parpol. Tim-tim kampanye di media sosial pun bermunculan.

Sebut saja Jasmev, relawan yang mendukung calon presiden yang diusung PDIP Joko Widodo alias Jokowi. Kemudian muncul cyber army yang dibentuk untuk mem-back up kampanye Gerindra dan Prabowo Subianto di media sosial. Perang yang terjadi di dunia maya antarparpol ini terkadang kurang disadari. Padahal keberadaan mereka punya peran penting dilihat dari sisi komunikasi politik. PoliticalWave menyebut bahwa media sosial kini sudah menjadi sarana komunikasi politik yang efektif, dan murah.

Pengamat komunikasi politik FISIP UIN Jakarta Iding R Hasan mengatakan jika dilihat sisi komunikasi politik fenomena pasukan media sosial termasuk ke dalam propaganda politik. Sebab yang mereka lakukan tidak terang-terangan mengakui berafiliasi pada parpol tertentu meskipun kelihatan pemihakannya. Model seperti ini, jelas Iding, memiliki dampak dua sisi bagi parpol: menguntungkan atau merugikan.

Menguntungkan ketika parpol tertentu seringkali dibela mati-matian oleh pasukan tersebut dari berbagai serangan rival-rival politiknya. Tetapi pada saat yang sama juga merugikan karena seringkali pembelaan yang mereka lakukan terkesan membabi-buta atau asal membela, sehingga publik yang kritis tidak akan menerima cara-cara seperti itu. Terutama di kalangan terdidik "Kalau itu yang terjadi boleh jadi citra partai terkait justeru malah menurun," jelas Iding kepada Gresnews.com di Jakarta, Kamis (24/4).

Sekarang ini penggunaan media online sudah sangat marak dan memiliki pengaruh yang cukup kuat pada publik. Misalnya untuk mengonstruksi opini publik. Di situ kemudian pesan-pesan politik yang ingin disampaikan partai pada publik diberikan forumnya.

Hanya masalahnya, kata Iding, seringkali penyampaian pesan politik melalui pasukan online kerap kurang akurasinya, sehingga yang terjadi hanya saling serang atau saling bela. Inilah yang pada akhirnya bisa menimbulkan citra yang kurang baik pada partai terkait terutama di kalangan terdidik yang relatif kritis

Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon tak menampik jika saat ini partainya memiliki pasukan cyber. Namun Fadli Zon menolak pasukan itu disebut sebagai cyber army. Pasukan dunia maya kerja utamanya adalah menghadang isu yang menyerang partainya. Dan itulah yang dirasakan Gerindra selama ini.

Kampanye negatif yang ditujukan kepada Gerindra dan Prabowo oleh kelompok media sosial kumudian memunculkan Istilah pasukan nasi bungkus atau "panasbung" merujuk pada pasukan cyber bayaran. Fadli Zon melihat para "panasbung" itu ada yang menciptakan. "Sepertinya begitu ya, kalau dari media sosial kan kelihatan kecenderungannya begitu," kata Fadli.

Istilah ini sendiri sering dialamatkan pada pasukan cyber pendukung Jokowi yaitu Jasmev. Itu lantaran Fadli Zon mengaku kerap di-bully oleh kelompok ini. "Saya sekarang sedang di-bully, yang bully Panasbung. Ini gejala kurang sehat untuk demokrasi kita. Kalau berani, tunjukkan identitas," tegasnya.

Dikaitkannya "Panasbung" dengan tim Jasmev sendiri lebih karena Gerindra dan Prabowo merupakan pesaing Jokowi. Selebihnya tak ada bukti sahih untuk menegaskan hal itu. Toh, Jokowi sendiri mengaku sering juga diserang dengan kampanye hitam oleh para "panasbung" ini. Karena itu, kata Jokowi, ia di-back up para relawan untuk melawan para "panasbung" ini. "Ya paling relawan-relawan yang tersebar ribuan itu aja. Ya relawan-relawan yang saya nggak tahu di mana keberadaan mereka. Gitu aja," kata Jokowi," Selasa (22/4) kemarin.

PoliticalWave, sebuah lembaga pemantau aktivitas dunia maya, merekam asal muasal istilah pasukan nasi bungkus ini. Menurut pendiri PoliticalWave, istilah pasukan nasi bungkus sebenarnya sudah muncul sejak 2012 saat pemilihan kepala daerah Jakarta digelar. Istilah itu dipopulerkan pertama kali oleh sebuah akun anonim di Twitter untuk menyerang pendukung Jokowi yang saat itu maju sebagai calon gubernur Jakarta. "Istilah itu kemudian populer hingga kini," kata pendiri Pendiri PoliticalWave Yose Rizal, Selasa (22/4).

Laskar "panasbung" muncul seiring maraknya penggunaan media sosial, seperti Facebook dan Twitter di Indonesia sejak 2010 lalu. Bahkan pada tahun 2012 pengguna Facebook di Indonesia menempati urutan ke empat di dunia. Sementara pengguna Twitter di Indonesia berada pada peringkat lima. Lalu tepatkah istilah pasukan nasi bungkus untuk menyebut para relawan atau tim sukses seorang politisi?

Menurut Yose, istilah pasukan nasi bungkus tidak tepat untuk menyebut gerakan para relawan atau pun tim sukses tersebut. "Mereka pengguna Twitter, Facebook, itu kan kelas menengah ke atas. Apa mau mereka hanya dibayar dengan nasi bungkus?" kata Yose. (dtc)

BACA JUGA: