JAKARTA, GRESNEWS.COM – Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan menolak untuk seluruhnya perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (PHPU Pilpres) Tahun 2014 yang dimohonkan pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
 
"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Hamdan Zoelva saat membacakan putusan sengketa PHPU Pilpres Tahun 2014 perkara Nomor 01/PHPU.PRES/XII/2014, di ruang sidang pleno MK, Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (21/8).
 
Mahkamah berpendapat tidak ada bukti yang meyakinkan Mahkamah; Dalil pemohon tidak beralasan hukum; Tidak sinkronnya antara dalil dengan keterangan saksi pemohon; Dalil mengada-ada tidak didukung data akurat; Dalil pemohon tidak terbukti; hingga Dalil pemohon kabur, merupakan kalimat yang selalu terlontar dari hakim konstitusi secara bergantian ketika MK menyampaikannya pendapatnya atas dalil-dalil pemohon.

Diantaranya, MK menegaskan mobilisasi pemilih tidak terbukti secara sistematis, terstruktur, dan masif. Kemudian, MK juga menyatakan dalil Prabowo-Hatta yang menyatakan ada kecurangan di 2.125 TPS sehingga pasangan nomor urut satu mendapat nol suara, tidak dapat dibuktikan pemohon.

Pertimbangan MK lainnya, dalil pemohon yang menyatakan adanya penambahan perolehan pasangan capres nomor urut 2 sebanyak 1,5 juta suara dan pengurangan suara pasangan capres-cawapres nomor urut 1 sebanyak 1,2 juta suara yang terdapat di lebih kurang 155 ribu TPS, tidak beralasan hukum.

Pemohon tidak menguraikan secara rinci kapan, dimana, siapa, dan bagaimana penambahan suara dilakukan untuk pasangan calon nomor urut 2 dan pengurangan suara capres nomor urut 1.

"Tidak ada bukti-bukti yang bisa diperlihatkan pemohon, dan tidak ada saksi-saksi Prabowo-Hatta yang menyatakan keberatan sesuai tingkatannya,” kata hakim konstitusi Muhammad Alim, Kamis (21/8).
 
Menyikapi putusan itu, kuasa hukum Prabowo-Hatta, Maqdir Ismail dan Habiburohman menyatakan banyak pertimbangan hakim yang inkonsiten. Namun demikian, mereka mengaku tidak upaya lain lagi di MK untuk menggugat hal tersebut.

"Didalam memberikan penilaian ada perbedaan antara DKPP dengan MK. Oleh DKPP menyatakan ada pelanggaran atas pembukaan kotak suara, tapi MK disini dianggap tak ada masalah," kata Maqdir usai persidangan, Kamis (21/8).

Pernyataan senada disampaikan Habiburrohman. "Yang paling jelas adalah imbauan Gubernur Kalteng untuk memilih nomor dua dikatakan sebuah pelanggaran, tapi diujung dikatakan bukan wewenag MK menilainya," kata Habiburrohman usai persidangan, Kamis (21/8).

Seperti diketahui, pasangan Prabowo-Hatta mendaftarkan PHPU Pilpres ke MK pada Jumat (25/7) pukul 20.00 yang diwakili oleh tim kuasa hukumnya, Tim Pembela Merah Putih.
 
Tim Prabowo-Hatta mendalilkan kecurangan masif di 33 provinsi dan juga menyoal kesalahan rekapitulasi akibat sekitar 46.000 dokumen C1 ilegal. Selain itu juga menilai proses pilpres 2014 cacat hukum.
 
Tim kuasa hukum Prabowo-Hatta juga mendalilkan terjadinya kecurangan terstruktur, sistematis dan masif (TSM) dalam pilpres. Dalam dalilnya penggugat menilai perbuatan tersebut dilakukan oleh penyelenggara pemilu dengan memobilisasi pemilih menggunakan daftar pemilih tambahan (DPTb) dam daftar pemilih khusus tambahan (DPKTb).
 
Kubu Prabowo-Hatta memohon kepada Mahkamah agar membatalkan Keputusan KPU Nomor 535/KPTS/KPU/Tahun 2014 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014. Dalam keputusan ini, ditetapkan perolehan suara Prabo-Hatta sebanyak 62.576.444 (46,85 persen) dan Joko Widodo-Jusuf Kalla 70.997.833 (53,15 persen).

Mereka jua meminta MK agar menyatakan perolehan suara yang benar untuk Prabowo-Hatta sebesar 67.139.153 (50,26 persen) dan Jokowi-JK 66.435.124 (49,74 persen) serta menetapkan Prabowo-Hatta sebagai presiden dan wakil presiden terpilih.
 
Dalam gugatanya, Prabowo-Hatta memohon kepada Majelis Hakim Kontitusi untuk: 1.Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya.
 
2. Menyatakan batal dan tidak sah keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 535/KPTS/KPU/2014 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Hasil pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 Tanggal 22 Juli 2014.
 
3.Menyatakan perolehan suara yang benar adalah sebagai berikut: Untuk Pasangan Prabowo Subianto dan Ir. H.M. Hatta Rajasa adalah sebesar 67.139.153 pemilih. Untuk Pasangan Ir. H. Joko Widodo dan Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla sebesar 66.435.124 pemilih sehingga jumlah pemilih adalah 133.574.277 pemilih.
 
4. Menetapkan Pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Nomor Urut 1, H. Prabowo Subianto dan H.M. Hatta Rajasa sebagai Presiden dan Wakil Presiden Terpilih Periode Tahun 2014-2019.
 
5.Memerintahkan kepada Termohon untuk seketika mengeluarkan surat keputusan tentang penetapan H. Prabowo Subianto dan H.M. Hatta Rajasa sebagai Presiden dan Wakil Presiden Terpilih periode 2014-2019.
 
Atau jika Mahkamah berpendapat lain, maka perkenankan Pemohon memohon agar Majelis Hakim Konstitusi memutuskan dengan amar, 1. menyatakan termohon telah terbukti melakukan pelanggaran dalam proses pemilihan umum presiden dan wakil presiden tahun 2014 dan/atau melakukan perbuatan melawan hukum yang dilakukan secara sengaja, terencana, terstruktur, sistematis, dan masif.
 
2. Menyatakan batal dan tidak sah Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 535/KPTS/KPU/2014 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 Tanggal 22 Juli 2014.
 
3. Memerintahkan Termohon untuk mendiskualifikasi pasangan Jokowi-JK
 
4. memerintahkan Termohon untuk melakukan pemungutan suara ulang di seluruh TPS se-Indonesia.
 
Atau dalam hal Mahkamah berpendapat lain, maka perkenankan Pemohon memohon agar Majelis Hakim memutus dengan amar sebagai berikut. 1. Menyatakan batal Berita Acara tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 tanggal 22 Juli 2014.
 
2. Memerintahkan Termohon untuk melakukan pemungutan suara ulang di seluruh Indonesia atau setidak-tidaknya di 48.165 TPS yang bermasalah di seluruh Indonesia sesuai dengan daftar yang ada dalam tabel lampiran kejanggalan 1.1 Aceh sampai dengan 5.33 Papua Barat.
 
3.Memerintahkan Termohon untuk melakukan pemungutan suara ulang di 5.949 TPS di Provinsi DKI Jakarta, di Provinsi Jawa Timur, di seluruh TPS se-Kota Surabaya, seluruh TPS Kabupaten Sidoarjo, seluruh TPS Kabupaten Malang, seluruh TPS se-Kota Batu, seluruh TPS se-Kota Jember, seluruh TPS se-Kabupaten Banyuwangi, sebanyak 287 TPS di Kabupaten Nias Selatan, 2 TPS di Provinsi Maluku Utara, 2 TPS di Desa Melinggih Kecamatan Payangan Kabupaten Gianyar Provinsi Bali, di Provinsi Papua khususnya di Kabupaten Jaya Wijaya, Kabupaten Nduga, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Puncak, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Yalimo, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Paniai, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Lani Jaya, dan Kabupaten Mamberamo Tengah, serta seluruh TPS di Provinsi Jawa Tengah.
 
4. Memerintahkan kepada Termohon untuk melakukan pemungutan suara ulang di Provinsi Papua Barat atau apabila Mahkamah berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
 
 

BACA JUGA: