JAKARTA, GRESNEWS.COM - Isu evaluasi pencapresan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie pasca pemilihan umum legislatif ternyata memang bukan sekadar isapan jempol. Kini gerakan mendongkel Ical dari posisi sebagai capres sudah mulai menampakkan bentuknya menjelang Rapat Pimpinan Nasional Golkar yang rencananya bakal dihelat awal Mei mendatang. Tak tanggung-tanggung agendanya bukan hanya mengevaluasi pencapresan Ical saja, tetapi juga posisinya sebagai ketua umum.

Pangkal dari semua ini seperti diungkapkan politisi Golkar yang juga Ketua PP Angkatan Muda Partai Golkar Yors Raweyai, adalah hasil kurang memuaskan yang diterima Golkar pada pemilihan umum legislatif kemarin. Yoris menegaskan, suka tidak suka hasil quick count alias hitung cepat sangat mengacewakan keluarga besar Golkar. "Kita harus mengambil sikap berbagai gejolak suara-suara mulai dari tingkat atas sampai bawah," kata dia dalam jumpa pers AMPG di kawasan Senayan, Jakarta Selatan, Sabtu (19/4).

Dengan kondisi tersebut, Yoris yang juga Ketua DPP Partai Golkar ini meminta Golkar harus segera melakukan konsolidasi dan membuka secara konstitusi. "Tidak bisa berjalan sendiri dengan tidak mengindahkan kaidah-kaidah konstitusi. Kita tidak berbicara capres, pascareformasi ini adalah perolehan (hasil pileg) yang paling drastis," ungkap dia.

Yoris melanjutkan dalam Rapimnas sebelumnya sudah disepakati bahwa Aburizal Bakrie atau Ical adalah capres dari Golkar, dan AMPG konsisten dengan hal tersebut. Namun Yoris menekankan seluruh unsur di Golkar harus memahami perolehan suara di pileg sangat mengecewakan sehingga berpengaruh pada langkah Golkar di Pilpres. "Karena itu kita ingin adakan Rapimnasus untuk membicarakan pendamping Ical dan memberi kriteria khusus serta mengevaluasi hasil legislatif," tegasnya lagi.

Yoris tak menepis bahwa dalam Rapimnas nanti bisa saja pencapresan Ical digoyang. "Semua kemungkinan itu ada tapi saya nggak mau berandai-andai. Kita mau meminta kepada DPP Golkar agar serius menerima masukan dan membuka diri," kata dia.

Disinggung lebih jauh apakah perolehan suara Golkar di Pileg yang mengecewakan itu karena faktor Ical, Yoris mengatakan," Saya rasa kurang strategi saja. Kami dari AMPG sudah memberikan saran-saran untuk pertimbangan. Sejak Ical jadi capres saya pernah ngasih statement, ternyata kejadian," ujarnya.

Sikap serupa juga dinyatakan politisi senior Golkar Zainal Bintang. Dia bilang, Golkar tidak bisa memaksakan mengusung calon presiden jika memang tidak memungkinkan. Jika tetap dipaksakan maka Golkar akan kehilangan peluang menduduki kursi wakil presiden. Zainal agaknya memang blak-blakan mengenai internal partainya yang sedang bergolak. Bahkan, tak menutup kemungkinan pencapresan Ical akan dievaluasi pada Rapimnas nanti.

Bahkan calon pengganti Ical pun sudah digodok dalam Rapat Dewan Pertimbangan Golkar pada Rabu malam lalu. Rapat itu menghasilkan tiga kader yang siap dipinang partai lain. Tiga kader tersebut tak lain Jusuf Kalla, Akbar Tandjung, dan Luhut Panjaitan sebagai nama baru. "Katanya disiapkan supaya ARB tidak diganggu," kata Zainal.

Ketika ditanya perihal capres yang paling memungkinkan dari partainya untuk mendampingi Jokowi, ia tetap menyodorkan Jusuf Kalla. "Keputusan PDI-P tidak lagi tunggal dari Megawati, tapi juga pendukung Jokowi," ujarnya.

Menurut penilaiannya, Jusuf Kalla mempunyai kemampuan dan ketegasan yang mampu menyeimbangkan Jokowi. Tetapi ia juga tak menutup kekurangan dari Kalla, bahwasanya sebagian kelompok pro-Jokowi menghendaki cawapres yang lebih muda dan tidak berperilaku presiden. Dan ini dialamatkan pada JK yang jelas lebih senior dari Jokowi dan saat berpasangan dengan SBY, JK tampak terlalu menonjol.

Sementara itu, nama Luhut Panjaitan muncul dikarenakan adanya kelompok jendral purnawirawan yang khawatir akan tekanan dari Prabowo. "Mereka yang mengusung Luhut merupakan golongan baret merah non-Prabowo," jelas Zainal.

Tak mau tutup mata dengan hasil survei yang banyak melirik pemimpin muda, Priyo juga dimunculkan sebagai tokoh muda Golkar. Dengan jabatan sebagai wakil ketua DPR RI, Priyo dinilai cukup konstan dalam berpolitik.

Zainal juga mengatakan selain pencapresan, posisi Ical sebagai ketum juga kemungkinan bakal dievaluasi. Dia bilang sudah ada tiga nama yang memperebutkan posisi ketum yaitu Waketum Agung Laksono, politisi senior MS Hidayat, dan Ketua DPP Priyo Budi Santoso.

Zainal mengatakan Golkar juga kemungkinan akan menggelar Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub). "Wacana Munaslub muncul untuk pergantian ketum. Kenapa ada wacana itu? Ical sebagai Ketum sudah gagal di pileg. Katakanlah kalau dia gagal di pilpres juga, kader bisa bilang bahwa dia tidak punya legitimasi memimpin," kata Zainal.

Tanpa tedeng aling-aling, Zainal menyatakan posisi Ical sebagai ketum saat ini di ujung tanduk. "Dia sekarang masih mencoba untuk bertahan. Tapi kursinya sangat rentan," imbuhnya.

Zainal yang merupakan salah satu pendiri Golkar ini melihat keresahan para kader yang ada di daerah. Bagaimana tidak, selain perolehan suara yang tak mencukupin Ical juga tak memegang jabatan apa pun di pemerintahan. "Kader di daerah resah karena Ketum Golkar bukan pejabat. Dulu Akbar Ketua DPR, JK Wapres. Sekarang, satu periode ini nol. Kader di daerah capek diajak sengsara," kata salah satu pimpinan MKGR yang merupakan organisasi sayap Golkar ini.

Jika nantinya Partai Golkar jadi menawarkan kadernya untuk jadi cawapres partai lain yang kemungkinan PDIP dan menang, peluang penggantian Ical makin besar. "Kalau Jokowi wakilnya dari Golkar dan menang, pasti muncul wacana diganti dan makin kuat," tegasnya.

Tetapi Zainal mengakui bahwa pelaksanaan Munaslub tidak mudah. Ada persyaratan jumlah pimpinan yang harus hadir. "Harus dihadiri dua per tiga pimpinan tingkat 2. Itu sulit, memang tergantung dari tingkat keresahan daerah. Tapi sebaiknya memang setelah Pilpres," ujar Zainal menjelaskan.

Pengamat politik, Victor Silaen mengatakan, Ical memang seharusnya mundur karena elektabilitasnya kalah bersaing dari Jokowi atau Prabowo. Saat disinggung kemungkinan penggantian Ical pada Rapimnas Mei nanti ia tak menampik jika hal itu mungkin terjadi.

"Dalam berpolitik tidak ada yang tidak mungkin, tetapi jika mengganti dengan capres lain juga akan sulit, pilihannya hanya ARB mundur secara sukarela dan disodorkan cawapres lainnya," terangnya.

BACA JUGA: