JAKARTA, GRESNEWS.COM - Terdapat paradoks demokrasi yang terjadi di internal partai politik dan masyarakat yang selama ini tidak mendapat banyak sorotan. Paradoks itu berupa perkembangan demokrasi di internal partai politik mengalami stagnasi, di sisi lain partai kerap berkoar mengenai demokrasi meski tidak menerapkannya.

"Kita sudah melenceng jauh dari tujuan partai untuk menyiapkan kader menjadi pejabat publik yang memenuhi asa rakyat," ujar politisi Demokrat, Marzuki Alie dalam paparan hasil survei Cyrus Network "Opini Publik mengenai Regenerasi Kepemimpinan Partai Politik di Indonesia" di D´Consulate, Sarinah, Senin (15/12).

Menurut Marzuki, sekarang ini tujuan partai melenceng menjadi sekadar mengagendakan ketua umum menjadi calon presiden. Partai bukan lagi penggerakan mesin dari bawah sampai ke atas yang membangun kerja politik untuk rakyat. "Kita harus kembalikan peran dan fungsi partai pada posisi sebenarnya," katanya.

Dalam survei itu disebutkan tidak terdapat nama baru yang muncul kuat selain SBY untuk menduduki jabatan ketua umum Partai Demokrat. Menanggapi hal ini dirinya maklum, figur lain tidak muncul karena tak diberikannya kesempatan muncul dan dikenal publik.

Jika parpol memang mengusung gaya demokrasi maka seharusnya semua figur berpotensi dimunculkan dan diberikan kesempatan berkompetisi yang sama. "Bicara tentang demokrasi di publik tapi di partai tidak ya percuma," ujarnya.

Seharusnya, kata Marzuki, partai melakukan kaderisasi yang bagus dan pelatihan berjenjang. Selama ini pelatihan yang  didapat para kader dianggap omong kosong belaka. Ketua umum partai pun bekerja untuk diri sendiri bukan untuk partai. "Kita ini negeri setengah demokrasi," katanya memberi label.

Pada kesempatan yang sama, pengamat politik dari CSIS J Kristiadi mengatakan, Indonesia sudah terlampau setuju menggadopsi demokrasi perwakilan. Di sini, kata dia, terdapat paradoks yang harus dipecahkan.
Di satu sisi, demokrasi yang berkembang di masyarakat sudah begitu berkembang maju, namun demokrasi di dalam partai politik sendiri mengalami stagnasi. "Tanpa ada regenerasi sebuah partai akan membusuk dan mati," katanya.

Menurut Kristiadi, pendidikan di sayap partai sudah tidak ada. "Individu yang masuk dalam partai sudah terlanjur terpesona oleh glamornya kekuasaan dan jarang ada yang mau duduk tekun mendidik anak muda bermutu," ujarnya.

Namun, hal berbeda dilontarkan Juru Bicara PDIP Eva Kusuma Sundari. Dia mengklaim, sistem yang dibangun PDIP sudah demokratis dengan memberikan ruang terbuka bagi sipa saja yang mau bersuara dan muncul ke publik.

Bahkan regenerasi dengan memunculkan orang-orang baru dan membiayai pengenalan publik mereka sudah dilakukan sejak lama. "Kalau sistemnya seperti sekarang, cuma si kaya yang bisa maju ya selesai," ujar Eva dalam diskusi tersebut.

Internal partai menurutnya juga perlu diberikan ruang. Ia mencontohkan bagaimana energi, pikiran, dan uang tercurah saat membiayai kampanye Jokowi yang dilihat mempunyai potensi memajukan rakyat.

Ia menjamin demokrasi dan regenerasi berjalan dengan mendelegasikan tugas ketua kepada golongan muda dan sebisa mungkin tak langsung terjun dalam hal-hal teknis. Praktek baru ini dianggap mendidik masyarakat dan harus didukung. "Tapi ingat tugas parpol mentransformasi bukan menuruti masyarakat," katanya.

BACA JUGA: