JAKARTA, GRESNEWS.COM - Wacana untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi terus bergulir dan menjadi rekomendasi untuk pemerintahan yang baru. Bermunculan usulan untuk segera menaikkan harga BBM subsidi karena membuat keuangan negara tertekan.

Menurut pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance Eny Sri Hartanti wacana kenaikan BBM subsidi jangan sampai menjadi bola liar dikalangan masyarakat. Wacana itu akan dimanfaatkan menjadi objek politik sehingga merugikan perekonomian negara.

Dia menjelaskan ketika wacana kenaikan BBM menjadi berlarut-larut kemudian kebijakan pemerintah pada akhirnya harus memutuskan untuk naik maka dampaknya lebih besar. Misalnya, kenaikan BBM tanpa berlarut-larut dampaknya terhadap inflasi sebesar 1% tetapi ketika wacana kenaikan BBM dibiarkan berlarut-larut maka inflasi bisa terkerek menjadi 3%.

"Apalagi tidak sampai tidak jadi naik. Ini merugikan lagi. Pemerintah harus memutuskan dengan segera naik atau tidak," kata Eny kepada Gresnews.com, Jakarta, Senin (12/5).

Untuk itu, Eny mengusulkan kepada pemerintah agar kebijakan publik untuk menaikkan harga BBM janganlah langsung dilempar kepada masyarakat karena akan mengulangi peristiwa di tahun-tahun sebelumnya ketika wacana BBM sudah bergulir di masyarakat, para pelaku pasar sudah menaikkan harga. Seharusnya pemerintah membahas secara internal dengan keseluruhan Kementerian dan Lembaga, jangan sampai antar Kementerian beda pandangan terkait kenaikan BBM subsidi.

Setelah itu, Eny mengatakan ketika kenaikan BBM subsidi diputuskan naik, pemerintah harus menyiapkan mitigasi resiko karena kenaikan BBM akan menimbulkan gejolak di masyarakat. Artinya, kalaupun ada kenaikan BBM hal itu menjadi wajar.

Dia juga mengusulkan langkah-langkah mitigasi resiko harus ada perubahan jangan pengalihan subsidi melalui Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). Menurutnya kebijakan tersebut harus dirubah karena harus ada upaya yang intinya bagaimana menempatkan subsidi BBM dalam kerangka meningkatkan peran stimulus fiskal.

"Selama ini kita menilai subsidi BBM dari APBN direlokasi melalui kegiatan tidak produktif. Maka yang harus dilakukan adalah merealokasi dengan kegiatan produktif," kata Eny.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mengaku sepakat agar pemerintah menaikan harga BBM subsidi asal pemerintah memberikan subsidi bagi orang yang tidak mampu dan harus tepat sasaran. Untuk itu pemerintah harus menggunakan konsep single identity number melalui E-KTP. Artinya BBM naik asal orang tidak mampu mendapat subsidi dan tepat sasaran.

Kemudian ketika BBM naik pasti akan terjadi penghematan subsidi secara tepat, Untuk anggaran BBM subsidi dialokasikan sebesar Rp230 triliun, kemudian subsidi yang tidak mampu sebesar Rp50 triliun. Artinya sisa Rp180 triliun harus dialokasikan pemerintah secara jelas, semisal untuk pengembangan infrastruktur dan pengembangan subsidi dengan bertujuan meningkatkan sisi energi.

"Penghematan subsidi harus digunakan untuk hal produktif," kata Marwan kepada Gresnews.com, Jakarta, Senin (12/5).

Terkait usul Gubernur Bank Indonesia agar menaikkan BBM subsidi menjadi Rp8500, Marwan menilai seharusnya kenaikkan di angka tersebut dilakukan secara bertahap. Dapat dilakukan secara sekaligus tetapi akan ada kelemahan dan kelebihannya. Kalau naik sekaligus terlalu berat bagi masyarakat. Namun jika bertahap, pelaku pasar akan mengantisipasi dengan kenaikkan harga. "Tapi yang penting jangan mewacanakan kenaikan BBM saja tanpa tindakan nyata," katanya.

BACA JUGA: