JAKARTA, GRESNEWS.COM - Bintang Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto kian bersinar usai kemenangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno di Pilgub DKI Jakarta. Nampaknya lawan politik Prabowo tak diam upaya untuk meredam kekuatan Ketum Gerindra menuju Pilpres 2019 mulai digalang.

Bermula dari Ketum PAN Zulkifli Hasan yang mengungkap peran Wapres Jusuf Kalla (JK) di balik munculnya Anies-Sandi di Pilgub DKI, kemudian Ketum PPP Romahurmuziy yang ikut mengklaim berada di balik munculnya Anies Baswedan di Pilgub DKI.

Wapres Jusuf Kalla pun akhirnya muncul. Memang JK tak menyebut dirinya berpengaruh besar dalam munculnya duet Anies-Sandi, namun JK membenarkan dirinya berkomunikasi dengan Prabowo jelang Pilgub DKI.

Peneliti Lingkaran Survei Indonesia Adjie Alfaraby melihat manuver ini sebagai upaya meredam kekuatan Prabowo. Lantaran begitu kuatnya panggung Prabowo paska Pilgub DKI.

"Kalau saya melihat ini upaya mengimbangi popularitas Prabowo. Ketika Anies menang, persepsi publik yang terbangun ini kan prestasi Prabowo karena dianggap mengusung calon di luar kader partai kemudian dianggap ketua umum yang berani merekrut calon terbaik yang diinginkan publik," kata Adjie, Jumat (5/5).

Karena itu, menurut Adjie, beberapa pihak berupaya mengimbangi kekuatan ini. Bahkan tak hanya Zulkifli Hasan, sampai JK pun ikut bicara soal perannya jelang Pilgub DKI khususnya dalam lobi-lobi memunculkan Anies-Sandi di Pilgub DKI.

"Karena begitu kuatnya panggung Prabowo. Kenapa begitu banyak mengklarifikasi hal ini sampai Pak JK sendiri. Mungkin saja ingin membuka wacana ke publik bahwa tidak hanya Prabowo yang berperan," kata Adjie.

Menurutnya banyak pihak yang tidak nyaman dengan munculnya Prabowo di balik kemenangan Anies-Sandi. Pihak yang dimaksud bukan hanya kubu Presiden Jokowi tapi juga kelompok lainnya. "Dengan munculnya dominasi Prabowo memang sangat berpengaruh pada konstelasi Pilpres 2019," ungkapnya.

Pengamat politik dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes menjelaskan sikap Zulkifli dan Romi membeberkan itu ke publik dinilai karena ingin menciptakan keseimbangan baru di internal partai-partai pendukung Anies di putaran kedua.

"Agar tidak ada dominasi salah satu ketum atau dalam hal ini Prabowo  dalam mengklaim kemenangan (Anies)," kata Arya, Kamis (4/5) malam.

Kedua, lanjutnya, peran JK itu dibuka agar Partai Gerindra tidak mengambil banyak keuntungan dari kemenangan Anies tersebut. Sebab partai-partai itu akan menghadapi pilkada serentak 2018 mendatang.

"Jadi, PAN mencari tokoh lain di luar Prabowo, agar Gerindra tidak mendapatkan banyak keuntungan," ujarnya.

"Keuntungannya gini, kalau nanti yang seolah-olah berhasil ini Gerindra, tentu angin segar bagi Gerindra di pilkada-pilkada Jabar, Jatim dan Jateng. Makanya itu sengaja dilakukan supaya kondisi jadi seimbang lagi," sambungnya.

Ketiga, Zulkifli dan Romi dinilai juga ingin menciptakan bergaining baru dengan Prabowo dan Jokowi. Sebab PAN dan PPP yang berada di koalisi pemerintan tentu juga harus menjaga perasaan pemerintah.

Selain itu, Arya menilai peta politik untuk pemilihan presiden 2019 nanti juga tak dapat dinafikan dari aksi dua ketum partai tersebut.

"Agar tidak ada klaim, karena kan ini 2019 juga karena kan partai-partai ini masih membaca mereka dukung Prabowo atau Jokowi. Apalagi (saat ini) mereka berada di pemerintahan," tuturnya.
SIKAP GERINDRA - Gerindra tak mempersoalkan manuver-manuver tersebut. Gerindra berkata memang Prabowo lah yang menjadi penentu dalam memutuskan mengusung Anies Baswedan kala itu, bukan pihak lain.

"Ya kalau kita itu sah-sah saja (upaya meredam Prabowo). Tapi kan publik bisa melihat siapa mengusung siapa pada putaran pertama," ujar Waketum Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, Jumat (5/5).

Dasco kemudian berbicara soal cerita di balik pengusungan Anies yang disebut dapat intervensi oleh Wapres RI, Jusuf Kalla (JK). Dia mengakui memang waktu itu Prabowo butuh masukan, salah satunya mungkin dari JK. Namun, keputusan mengusung Anies tetap di tangan Prabowo.

"Di Partai Gerindra, kan beliau perlu banyak masukan dari banyak pihak juga, mungkin salah satunya dari Pak JK atau senior yang lain, kan sah-sah saja," tuturnya.

Dasco menanggapi fenomena saling klaim soal pengusungan Anies sebagai cagub belakangan ini. Menurutnya, itu biasa namun tetap Gerindra dan PKS yang mengambil keputusan sebelum mengenalkan Anies-Sandi sebagai pasangan cagub-cawagub DKI.

"Kalau banyak partai yang merasa ini, kita lihat saja, pada waktu mengusung putaran pertama, siapa yang mengusung siapa. Bahwa kemudian di putaran dua ada yang ikutan, sah-sah saja. Biar publik yang menilai, gitu," ucap Dasco.

Gerindra tak takut dengan manuver yang dilancarkan untuk meredam kekuatan Prabowo menjelang Pilpres 2019. Dasco mengibaratkan Prabowo dengan emas.

"Sekarang yang namanya sinar, namanya emas, biar ditutupin tetap akan emas. Sekuat-kuat orang, walaupun untuk (meredam), yang namanya sinar sama emas itu tetap akan bersinar. Sebanyak-banyaknya gelap menutupi, dia akan tetap bersinar," tegas Dasco. (dtc)

BACA JUGA: