JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu selain memunculkan wacana penambahan jumlah kursi pimpinan MPR, DPR dan DPD, juga muncul wacana penambahan jumlah kursi anggota DPR.

Kalangan Pemerintah maupun DPR sama-sama menghendaki penambahan kursi anggota DPR. Jika sebelumnya jumlah kursi anggota DPR 560 kursi, pemerintah menghendaki penambahan kursi menjadi hanya menjadi  565. Sementara anggota  DPR justru menginginkan ada penambahan hingga 19 orang atau menjadi 679 anggota legistatif.

Menurut anggota Pansus RUU Pemilu dari F-PPP Amirul Tamim penambahan kursi DPR menjadi 579 agar ada keadilan pada tiap provinsi. "Lepas dari variabel yang digunakan, saya mengajak kontribusi penduduk. Apakah sudah ada keseimbangan antara DPR untuk melaksanakan fungsi pengawasan, sementara keterwakilan hanya konsentrasi di satu titik. Kita setuju saja 579 agar ada rasa keadilan," ujar Tamim.

Wasekjen PPP Achmad Baidowi secara terpisah juga mengatakan, idealnya penambahan itu 19 kursi, namun melihat kemampuan keuangan negara mungkin penambahan 10 sudah cukup moderat .

Alasan penambahan itu menurutnya karena meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia, ditambah adanya daerah pemekaran. "Penambahan kursi anggota DPR dialokasikan ke provinsi yang memiliki kesenjangan perwakilan," ujarnya, Senin (29/5).

Suara yang sama disampaikan anggota Pansus RUU Pemilu dari F-Golkar Rambe Kamarul Zaman. Ia juga sepakat jumlah kursi DPR ditambah menjadi 579.
"Sepakat lah kita tambah 19. Janganlah nambah 19 nggak mau, tapi mau nambah pimpinan DPR," kata Rambe.

Kengototan untuk menambah kursi DPR ini juga ditegaskan anggota Fraksi Gerindra Ahmad Riza Patria. Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Pemilu ini bahkan mengaku rela gajinya dipotong untuk penambahan kursi anggota DPR dari 560 menjadi 579 kursi.

"Kalau Kemenkeu keberatan Rp38 miliar, ya nanti bisa dibagi 560 anggota DPR. Kami 560 rasanya ikhlas mengurangi demi menambah 19," ujarnya di Senayan, Senin (29/5).

Riza merinci besaran anggaran yang harus dikeluarkan untuk penambahan 19 kursi, menurutnya tak begitu besar. Jika menghitung gaji DPR Rp40 juta dikali 12. Menurutnya tidak akan lebih dari Rp 2 miliar per orang per tahun. "Bayangkan, hanya Rp 38 miliar jika dikali 19," ujarnya.

Riza menambahkan penambahan 19 kursi itu dialokasinya untuk Riau, Kalbar, Papua, Lampung, masing -masing 2 kursi. Tambah 1 itu untuk Sumut, Kepri, DKI, Jabar, Sultra, Jambi, NTB, Sumsel. Nambah 3 kusrsi lagi untuk Kaltara. "Ini sementara, nanti dicek ulang lagi," jelas Riza.

Sementara itu, pemerintah belum mengambil keputusan soal usulan Pansus RUU Pemilu tersebut. Namun, mereka mengaku keberatan jika kursi anggota DPR ditambah menjadi 579, terutama karena masalah anggaran.

"Masalah dong. Justru itu pemerintah, (usul penambahan) 5 saja," ujar Sekjen Kemendagri Yuswandi A Temenggung dikonfirmasi secara terpisah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (29/5).

Pemerintah hingga saat ini belum menghitung anggaran yang dikeluarkan jika menambah anggota DPR menjadi 579 kursi. "Belum dihitung. Misal naik 6 ya naik 1 persen," kata Yuswandi.

Pemerintah justru mengajukan usulan penambahan 5 kursi. Penambahan ini menurut Yuswandi juga belum dihitung besaran anggaran yang harus digelontorkan. Sehingga masih diperlukan sejumlah simulasi.

"Pemerintah pada posisi yang menyarankan 5 artinya 3 untuk Kaltara (Kalimantan Utara), 2 koreksi terhadap Riau dan Kepri (Kepulauan Riau). Harga kursi komparabel dengan dapil lain. Itu formulasi pemerintah," ujar Yuswandi.

Yuswandi mengungkapkan bahwa opsi penambahan 19 kursi juga telah disimulasikan pemerintah. Tapi jumlah tersebut dirasa tidak realistis.
"Simulasi yang 579 itu sebetulnya ada yang ditambah ada yang dikurangi," papar Yuswandi.

Terkait usulan penambahan kursi ini Pansus mempersilakan pemerintah untuk rapat internal sebelum memutuskan. Pemerintah pun masih dalam posisi belum memutuskan penambahan kursi anggota DPR menjadi 579.

"Jadi mau dibawa ke Pansus, tapi pemerintah belum memutuskan. Jadi, ada perubahan koreksi sistem lama. Koreksi harus hari ini lebih baik dari kemarin," tutur Yuswandi.

DIKRITIK SEJUMLAH PIHAK- Namun wacana penambahan kursi DPR tersebut mengundang kritik sejumlah pihak. Indonesia Corruption Watch (ICW) dan sejumlah LSM justru mempertanyakan wacana penambahan jumlah kursi tersebut. Mereka mengkhawatirkan wacana penambahan kursi tersebut justru akan menambah beban negara.

"Pertama, jumlah penduduk itu bukan menjadi satu-satunya faktor penentu penambahan jumlah kursi DPR. Malahan, kalau kita berkaca pada negara lain, misalnya Amerika Serikat, yang jumlah penduduknya lebih besar dibanding Indonesia, kursi anggota DPR mereka tidak pernah berubah karena mereka tidak menggunakan jumlah penduduk menjadi patokan," ujar peneliti Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Heroik Pratama dalam diskusi di Kantor ICW, Kalibata Timur, Jakarta Selatan, Senin (29/5).

Ia juga menilai, penambahan kursi berdasarkan penambahan jumlah penduduk bukanlah sebuah keputusan yang bijak. Sebab faktanya di lapangan saat ini yang perlu diperhatikan adalah adanya re-alokasi jumlah kursi DPR.

"Misalnya, di Jawa itu jumlah penduduk kurang lebih 43 juta, kalau kita hitung berdasarkan jumlah penduduk, maka seharusnya jumlah kursinya adalah 100, sedangkan faktanya saat ini hanya ada 91 kursi. Sementara ada provinsi lain, seperti Sulawesi Selatan yang harusnya hanya 19 kursi, tapi malah mendapat 24 kursi. Jadi, kalau kita bicara soal proporsionalitas atau kesetaraan, maka yang seperti itu harusnya dibenahi. Tidak perlu ada penambahan, lakukan saja re-alokasi," ujarnya.

Selain itu alasan penambahan kursi untuk meningkatkan representasi masyarakat di DPR, juga menjadi tnda tanya. Sebab dalam sejarahnya, jumlah kursi anggota DPR di pemerintahan Indonesia yang terus bertambah, belum memperlihatkan dampak positif atas penambahan tersebut.

"Malah semakin memperbesar potensi korupsi. Selain itu, jika jumlah kursi DPR bertambah, maka tingkat kompleksitas juga akan meningkat," ujarnya.
Menurutnya jumlah saat ini yang hanya 560 anggota DPR, ketika memutuskan sebuah kebijakan, tarik ulurnya memakan waktu lama. "RUU Pemilu saja yang awalnya dibilang akan selesai April, sampai sekarang masih terus dilakukan penundaan," ungkapnya.

Disis lain penambahan itu menurut Heroik, juga akan menimbulkan cost (biaya) politik yang semakin bertambah. Jika cost politik bertambah, maka tidak menutup kemungkinan, seorang anggota baru yang menduduki kursi DPR akan melakukan berbagai cara untuk mengembalikan biaya besar yang sempat dikeluarkan tersebut.

Menurut Heroik dari pada mempersoalkan penambahan kusrsi, masih banyak isu-isu lain yang lebih penting dan urgent untuk dibahas. Isu-isu itu, kata Heroik, misalnya adalah isu proses rekrutmen internal partai yang sampai saat ini masih perlu dibenahi ataupun isu transparansi dana kampanye. (dtc)

BACA JUGA: