JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sejumlah pakar politik menilai pemilihan presiden kali ini bukanlah pertarungan ideologi dari capres-capres yang ada. Tetapi lebih pada pertarungan para konsultan politik.  Jadi mana yang bisa dipoles paling kinclong, dia lah yang menang," ujar Guru Besar Psikologi Komunikasi Universitas Indonesia Hamdi Muluk saat diskusi di Warung Daun, Minggu (20/4), di Jakarta.


Menurut Hamdi, partai-partai di Indonesia sebenarnya sudah stabil. Tetapi sulitnya membedakan ideologi partai menjadikan masyarakat lebih melihat tokoh dari partai tersebut. Menurutnya, sekarang ini hanya sedikit masyarakat yang menjadi loyalis partai. Itu bisa dilihat dari tidak adanya partai yang menjadi incumbent dalam pemilu.

"Yang membedakan itu kualitas personal. masalahnya kerja partai belum stabil. Di tahun 60-an, jika tidak ada intervensi Suharto, maka partai pasti mengerucut secara alami," ujarnya.

Jika kondisi ini terus berlangsung, maka konsultan politik akan terus bermunculan. Karena dengan banyaknya partai politik, secara otomatis parpol pun membutuhkan jasa mereka. Hanya sayangnya menurut Hamdi, konsultan politik di Indonesia lebih menyerupai konsultan marketing. "Apa yang laku dipasaran, itulah yang ditawarkan. Namanya produk itu kan urusan persepsi, urusan psikologis," jelasnya.

Para konsultan politik itu juga tidak mempunyai ketetapan ideologi. Dimana mereka ditawarkan harga lebih tinggi, disitulah mereka ada. "Contohnya Ipang wahid, dulu dia konsultan foke (Fauzi Bowo), sekarang pindah ke konsultan jokowi. Jika di negara maju, tidak ada hal seperti itu," katanya.

Penilaian senada juga diungkapkan Ketua Balitbang DPP Golkar Indra J. Piliang. Menurut Indra, para caleg banyak yang tidak mempunyai pengetahuan politik, mereka hanya memanfaatkan konsultan politik dalam kampanye mereka. "Baru setelah jadi wakil rakyat, mereka baru belajar legislasi," kata Indra.

Para konsultan politik menjanjikan hal yang tidak mungkin dilakukan asalkan  kliennya terpilih. "Contohnya, mereka menjanjikan pendidikan gratis hingga sarjana, tetapi saat terpilih tidak ada yang bisa merealisasikan hal itu, karena anggarannya hanya sampai SMA," tambahnya.

Menurut Indra, kedepan harus diadakan debat caleg dari partai pengusungnya. Hal itu ditujukan agar tidak ada saling sikut antar caleg yang bisa menggerus kekuatan partai. "Dan (debat caleg satu partai) itu harus dimasukkan ke dalam UU Pemilu," tegas  Indra.

BACA JUGA: