JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah masih menyatakan optimismenya Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum (Pemilu) akan dapat diselesaikan sesuai target pada akhir Mei ini. Hal itu ditegaskan Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung usai mengikuti Rapat Terbatas, di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (2/5) sore. Dia mengakui, masih ada beberapa hal yang krusial, yang terjadi perbedaan dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Umum (Pemilu).

Namun Seskab meyakini, masalah ini akan bisa diselesaikan pada waktunya. "Memang masih ada beberapa hal yang krusial, yang terjadi perbedaan, termasuk misalnya urusan proporsional terbuka, tertutup, kemudian presidential treshold, parliamentary treshold, dan cara perhitungan di setiap Dapil. Tetapi kami meyakini karena sekarang ini sudah di Panja dan Pansus, mudah-mudahan segera bisa diselesaikan," kata Pramono kepada wartawan .

Seandainya tidak bisa diselesaikan, menurut Seskab, pengalaman-pengalaman yang ada, tentunya dilakukan pengambilan keputusan. "Sebab kalau kemudian tidak bisa diselesaikan, maka yang diberlakukan adalah Undang-Undang sebelumnya. Jadi itulah, dan begini-begini biasanya di DPR itu akan selesai last minutes ya," tutur Pramono.

Mengenai inisiasi pemerintah, Seskab Pramono Anung mengatakan, pemerintah selalu berusaha untuk memfasilitasi itu, dan ini sudah pada ujung untuk menentukan pilihan terhadap beberapa poin yang sudah dilaporkan oleh Mendagri.

Namun, soal pilihan apakah sistem proporsional terbuka atau tertutup, Seskab mengatakan, itu urusan nanti. "Ini kan keputusan, bukan pemerintah yang ini," pungkasnya.

Meski pemerintah belum menyatakan sikapnya, namun pihak DPR sepertinya lebih cenderung memilih sistem proporsional terbuka. "Saya melihat dengan sistem proporsional terbuka akan jauh lebih besar partisipasi publiknya. Dan ini tentu saja akan meningkatkan pengetahuan dan kesadaran politik masyarakat, sehingga masyarakat kita akan memilih calon-calon terbaik yang ada," papar Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon.

Sebagaimana diketahui, dalam sistem proporsional terbuka yang sudah diterapkan selama dua periode pemilihan, mereka yang terpilih menjadi legislator adalah yang menuai suara terbanyak. Sementara, dalam sistem proporsional tertutup, ada party list alias daftar yang disodorkan parpol. Parpol mempunyai daftar urutan 1 sampai 9 dan yang akan terpilih adalah sesuai nomor urut.

Pada sistem ini yang akan banyak bekerja adalah mesin partai. "Sementara dalam sistem proporsional terbuka yang akan lebih banyak bekerja adalah bakal calon anggota legislatif. Caleg nomor urut 1 sampai 9 semuanya mempunyai kesempatan yang sama," jelas Fadli.

Sementara, pada sistem proporsional tertutup, kesempatan itu hanya ada di nomor urut 1 atau 2, tergantung dari kekuatan parpol tersebut. "Artinya, dalam pemilu nanti, partisipasi publik jauh lebih tinggi pada sistem proporsional terbuka, karena semua caleg akan melakukan sosialisasi ke semua arah dapil dan semua elemen masyarakat," terangnya.

Dengan sistem ini, kata Fadli, juga akan jauh lebih meriah, karena semua caleg menggunakan berbagai macam strategi untuk melakukan pendekan pada konstituennya masing-masing, sambungnya. "Sementara sistem proporsional tertutup bisa diproyeksikan, partisipasi masyarakat akan lebih rendah, karena yang lebih banyak bekerja adalah mesin partai," jelasnya lagi.

KPU SERAHKAN KE DPR - Sementara itu terkait sistem pemilihan umum, apakah akan mengambil sistem pemilu proporsional terbuka atau tertutup, pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan menyerahkan pengambilan keputusan soal sistem itu sepenuhnya ke DPR. "KPU tidak mau terlibat di sana, karena itu sangat politis. Tapi, KPU berikan aspek teknisnya, KPU tidak mau nanti ditarik-tarik. Untuk masalah sistem diserahkan ke DPR, kita kasih yang teknis," ujar Ketua KPU, Arief Budiman di Kantor KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Selasa (2/5).

Arief menyebut bahwa poin penting dalam pemilu lebih banyak pada sistem. KPU hanya memberi pandangan secara teknis terkait kedua sistem tersebut. "Kalau ditanya soal terbuka atau tertutup kami menjawab dari segi teknis. Misalnya kalau terbuka surat suaranya akan lebih gede, kalau tertutup itu surat suaranya lebih simpel dan desainnya sederhana. Jadi kami menjelaskan soal teknisnya, tidak menjelaskan soal sistemnya," ungkapnya.

Sebelumnya diberitakan, isu-isu krusial yang masih dibahas di RUU Pemilu adalah Presidential threshold, parliamentary threshold, konversi suara menjadi kursi, dan sistem pemilu terbuka-tertutup. Terbaru, Ketua Pansus RUU Pemilu di DPR, Lukman Edy menyebut sudah ada 7 fraksi yang setuju presidential threshold ditiadakan.

Apabila tidak kunjung mencapai kata sepakat, isu-isu krusial ini akan divoting. Pembahasan RUU Pemilu sendiri molor dan kini ditargetkan selesai pada 18 Mei 2017 mendatang.

Sementara itu, mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hadar Nafis Gumay menyarankan penggunaan sistem pemilu proporsional terbuka dalam pemilihan anggota legislatif pada pemilu serentak 2019. "Saya menganjurkan sistem daftar proposional terbuka, karena rakyat yang menentukan pilihannya," ujarnya.

Hadar menilai penerapan sistem proporsional terbuka, yang pernah dipraktikkan pada pemilu 2009 dan 2014 tersebut, telah sesuai dengan mandat reformasi. Ia juga berpendapat bahwa sistem tersebut menjadi keinginan rakyat selama ini, berdasarkan pengalaman pemilu yang sudah dijalankan. "Kalau sistem tertutup, maka nomor urutlah yang menentukan dan partai politik yang akan paling menentukan," jelasnya.

Ketika hasil pemilu ditentukan olah partai, lanjutnya, kontrol publik melalui pemberian suaranya akan hilang. "Apalagi partai kita masih bergantung pada pertemanan dan kekerabatan. Ini sulit," kata Hadar. (dtc)

BACA JUGA: