JAKARTA, GRESNEWS.COM - Gelaran Panitia Khusus (Pansus) PT Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II) berbuah "peperangan" terbuka antara pihak Pelindo II dengan PT Bahana Pembina Usaha Indonesia (BPUI). Pihak Pelindo II melayangkan somasi kepada Bahana lantaran pihak Pelindo II menilai Bahana telah memberikan data yang tak konsisten terkait laporan hasil kajian perpanjangan kontrak kerjasama JICT pada tanggal 27 April 2015 dan penjelasan yang diberikan kepada Pansus Pelindo II DPR RI tanggal 23 November 2015 lalu.

Pelindo II menilai inkonsistensi tersebut dinilai lantaran Bahana ditekan oleh Pansus DPR. Direktur Utama PT Pelindo II (Persero) RJ Lino mengatakan, laporan yang disampaikan oleh Bahana kepada pansus DPR RI berbeda dengan kajian kontrak yang sesuai dengan kesepakan Pelindo II. Lino menilai perbedaan laporan Bahana kepada Pansus terjadi karena Bahana merasa tertekan dan ketakutan.

Menurutnya ketakutan dan tertekannya BPUI pada saat laporan kepada pansus seharusnya tidak terjadi dan BPUI harus mengedepankan profesionalisme. Dia mengaku apa yang disampaikan oleh BPUI kepada Pansus tidak sesuai dengan kajian-kajian laporan yang dirancang bersama dengan Pelindo II.

Atas alasan itulah, kata Lino, Pelindo II langsung mengirimkan surat somasi kepada BPUI. "Itu mereka (BPUI) ketakutan berhadapan dengan Pansus. Ada perbedaan laporan saya langsung kirimkan somasi," kata Lino kepada gresnews.com, di Jakarta, Minggu (29/11).

Sementara itu, Direktur Keuangan Pelindo II Orias Petrus Moedak menjelaskan, kajian yang dilakukan tim gabungan FRI dan BPUI dengan menggunakan skenario termination (pemutusan kerjasama) dalam review perpanjangan kerjasama itu tidak relevan.

Alasannya, termination date (tanggal pemutusan) sesuai dengan Perjanjian Pemberian Kuasa Pengoperasian dan Pemeliharaan Terminal Petikemas di Pelabuhan Tanjung Priok antara IPC dan JICT secara definisi hanya ditetapkan berdasarkan adanya kelalaian atau keadaan kahar (suatu kejadian yang terjadi di luar kemampuan manusia dan tidak dapat dihindarkan sehingga suatu kegiatan tidak dapat dilaksanakan atau tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya).

Orias mengatakan Pelindo II sejak awal menetapkan lingkup pekerjaan konsultan keuangan dalam rangka perpanjangan kerjasama tanpa pernah menyebutkan adanya pengakhiran perjanjian yang lama (1999-2019). Hal ini diberlakukan secara konsisten dalam penugasan konsultan keuangan.

Dia mengaku kecewa dan menyesalkan kesaksian BPUI yang berbeda ketika bersama-sama dalam Tim Gabungan (Bahana bersama FRI) di depan Pansus Pelindo perihal perhitungan perpanjangan kontrak kerjasama pengelolaan PT Jakarta International Container Terminal (JICT) oleh IPC kepada Hutchison Ports Holding (HPH).

Menurutnya penunjukan Bahana oleh IPC merupakan hasil kesepakatan Dewan Direksi dan Dewan Komisaris IPC untuk memberikan pendapat profesional dan final secara independen atas perbedaan hasil review dari Deutsche Bank dan FRI, yang kemudian dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan bersama.

"Kami (Dewan Direksi) dan juga Dewan Komisaris sudah sepakat apapun hasil yang dikeluarkan oleh Bahana pada saat itu, kami jadikan rujukan terkait lanjut atau tidaknya perpanjangan kerjasama di JICT, karena dari hasil kesimpulannya, Bahana menyatakan bahwa proposal HPH kepada IPC terkait perpanjangan kontrak layak untuk dipertimbangkan," kata Orias.

Dia menilai pemaparan perhitungan Tim Gabungan yang turut ditandatangi Bahana pada 23 November 2015 tidak menunjukkan konsistensi dan komitmen mereka sebagai Konsultan Keuangan Terkait Perpanjangan Kerjasama Pengelolaan/Pengoperasian PT JICT dan KSO Koja. "Pemahaman transaksi dan perhitungan yang disampaikan Tim Gabungan pada 23 November 2015 kepada Pansus yang sangat berbeda dengan dokumen laporan yang Bahana sampaikan kepada IPC pada 27 April 2015 berakibat sangat merugikan kami," terang Orias.

Menurut Orias, dalam dokumen yang turut ditandatangani Tim Gabungan, termasuk Bahana, pada 23 November 2015 atas permintaan Pansus DPR, Bahana yang bertugas melakukan review kajian Deutsche Bank dan FRI justru memuat pernyataan yang terkesan menegasikan kajian yang mereka lakukan sendiri pada 27 April 2015.

‎"Ini dua hal yang berbeda, Bahana diminta Direksi dan Komisaris IPC untuk melakukan penghitungan perpanjangan kontrak. Jadi dasarnya bukan menggunakan terminasi. Sementara hasil kerja Tim Gabungan menggunakan skenario terminasi. Jelas hitungannya berbeda dan perlu dijelaskan kepada publik," kata Orias.

MINTA PERLINDUNGAN JOKOWI - Terkait adanya somasi dari Pelindo terhadap BPUI yang menjadi sumber informasi Pansus Pelindo II, pihak Pansus sudah menggelar rapat beberapa waktu lalu. Pansus Pelindo II pun menyurati Presiden Joko Widodo agar memastikan perlindungan terhadap pihak yang membantu membongkar skandal Pelindo II.

Anggota Pansus Pelindo II dari Fraksi PDIP Sukur Nababan mengatakan, somasi yang dilayangkan Pelindo II kepada Bahana jelas terjadi karena Bahana membantu Pansus membongkar kejahatan di Pelindo II. "Ini Bahana disomasi karena membela Merah Putih. Kita harus lawan," tegas Sukur.

Pihak Pansus juga telah menyetujui untuk melakukan tindakan untuk menghentikan aksi direksi Pelindo yang mengancam pihak-pihak yang mencoba membantu Pansus membongkar skandal Pelindo II. "Ini kebohongan publik kemungkinan sedang terjadi. Kami minta, Bahana, Serikat Pekerja, tak boleh diintimidasi oleh direktur Pelindo atau direktur anak perusahaan. Tolong kawan-kawan kita ini, yang selama ini berusaha membongkar kejahatan," kata Anggota Pansus Pelindo dari Fraksi Gerindra M.Haikal.

Dia mengaku khawatir Pelindo II akan bertindak nekat melayangkan somasi kepada siapa saja yang akan membantu Pansus dan memberikan keterangan.

Ketua Pansus Pelindo II Rieke Diah Pitaloka pun setuju untuk melakukan tindakan mencegah aksi balasan Pelindo II. Dia menegaskan, Pansus juga akan memperjuangkan buruh Pelindo II yang dipecat karena dituduh direksi telah membocorkan dokumen yang akhirnya berujung pada terbongkarnya skandal dan kejahatan para direksi.

Sementara itu, terkait somasi yang dilayangkan Pelindo II, Kepala Humas PT BPUI Hendra mengaku perusahaan sudah menerima surat somasi tersebut. Kendati demikian, Hendra enggan mengungkapkan lebih banyak terkait adanya perbedaan laporan yang disampaikan kepada Pansus DPR RI.

Hendra menuturkan perusahaan akan mempelajari dan mengkaji somasi tersebut. "Sementara jawaban kami itu saja. Kami masih mengkaji materi somasi," kata Hendra kepada gresnews.com, Minggu (29/11).

ATAS PERMINTAAN PANSUS - Sebelumnya, Rieke mengatakan, pihak Pansus memang telah meminta tim gabungan dari Bahana Securities dan FRI untuk menganalisa kembali valuasi yang dilakukan oleh pihak Deutsche Bank terhadap Terminal Peti Kemas Jakarta.

Pansus meminta Tim Gabungan itu menggunakan dokumen, laporan keuangan Terminal Peti Kemas Jakarta (JICT) tahun 1999-2013 dan proyeksi keuangan JICT yang diberikan oleh DB dari tahun 2014 sampai 2038. Kedua, kata Rieke, melakukan perhitungan berbasis data proyeksi asumsi yang digunakan oleh DB dan dalam menghitung kembali, Tim Gabungan menggunakan beberapa asumsi.

"Asumsi pendapatan menggunakan data DB karena dihitung dengan dasar data konsultan teknis, asumsi biaya menggunakan basis data laporan historis (1999 - 2013). Melakukan perhitungan kembali untuk depresiasi dan perubahan modal kerja, sewa dihitung fixed 85 juta dolar AS pertahun," ujarnya.

Ketiga, menurut dia, ditemukan selisih perhitungan pada kertas kerja dengan laporan yang diberikan oleh DB berupa dua perbedaan data yang diberikan DB antara skenario extension dan no extension selama 2015 sampai dengan tahun 2018.

Sementara itu menurut dia, Tim Gabungan hanya menggunakan data versi extension. Dia menjelaskan, kelima Tim Gabungan juga melakukan perhitungan kembali terhadap depresiasi karena adanya inkonsistensi dan melakukan perhitungan perubahan modal kerja.

"Skenario A, asumsi DB sewa dihitung fix 85juta dolar AS pertahun; Skenario B, Asumsi DB terdapat kenaikan sewa 1,2 persen hingga 1,3 persen setiap dua tahun. Skenario C beradasarkan proyeksi yang disusun oleh tim dengan menggunakan revenue dari DB namun cost menggunakan data asumsi historis tahun 1999-2013," katanya.

Dia menjelaskan dalam rapat itu diungkapkan, berdasarkan proyeksi tim dengan asumsi historis, manfaat bagi Pelindo II untuk sisa masa kontrak (2015-2018) adalah Rp2,99 triliun jika kontrak diperpanjang. Namun menurut Rieke, Pelindo akan kehilangan potensi pendapatan 2019-2038 sebesar Rp24,7 triliun dikali dengan 49 persen (saham HPH) jadi Rp11,85 triliun dengan asumsi kurs sebesar Rp13.600.

"Berdasarkan proyeksi DB, manfaat bagi Pelindo II Rp36,5 triliun lebih besar jika mengoperasikan sendiri JICT dibandingkan dengan memperpanjang kontrak," ujarnya.

Rieke menjelaskan berdasarkan proyeksi DB itu, akibat perpanjangan kontrak maka potensi kehilangan penghasilan Pelindo II adalah Rp36,5 triliun dikali 49 persen adalah sebesar Rp17,9 triliun dengan asumsi kurs sebesar Rp13.600. Rieke menegaskan, Tim Gabungan menyatakan bahwa semua data dan keterangan yang diberikan kepada Pansus Angket Pelindo II adalah benar adanya dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan ilmu pengetahuan.

"Pernyataan-pernyataan itu telah ditandatangani oleh Plt. Dirut Bahana Sekuritas dan Direktur FRI, dan saya saksikan langsung," kata Rieke. (dtc)

BACA JUGA: