JAKARTA, GRESNEWS.COM – Presiden terpilih Joko Widodo telah berangkat siang tadi dari Bandara Halim Perdanakusumah menuju Bandar Udara Internasional Ngurah Rai, Bali untuk menemui Presiden Susilo Bambang yudhoyono (SBY).‎ Jokowi dijadwalkan akan menemui Presiden SBY hari ini juga, Rabu (27/8) malam di Hotel Lagoon Nusa Dua, Bali.

Agendanya disebut-sebut antara lain akan membahas transisi pemerintahan dari Pemerintahan SBY-Boedino kepada Jokowi-JK. Termasuk penyelarasan program kerja prioritas pemerintahan Jokowi-JK nantinya dengan ruang fiskal terkait pengaturan APBN 2015.

Seperti apa efektifitas pertemuan tersebut. Berikut pandangan dan pemikiran sejumlah pengamat dan pakar. Pemerhati pemilu dan pakar komunikasi politik, Heru Sutadi, memprediksi pertemuan itu ada yang efektif dan ada yang biasa saja.

"Perbincangan soal RAPBN 2015 saya pikir efektif agar ada kesesuaian antara keuangan negara dan rencana-rencana pemerintahan Jokowi-JK ke depan sesuai dengan apa yang disampaikan dalam kampanye," tutur Heru kepada Gresnews.com, Rabu (27/8).

Namun, tidak semua agenda yang direncanakan Jokowi akan mudah diterima SBY. Misalnya, Presiden SBY akan menimbang untung ruginya menaikkan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di akhir pemerintahannya. Meski pun Jokowi beralasan program itu untuk perbaikan pemerintahan ke depan.

"Saya pikir SBY akan banyak melepaskan isu-isu pemerintahan ke pemerintahan Jokowi. Termasuk soal kebijakan ini (kenaikan BBM bersubsidi) ke Jokowi,", jelasnya.

Sebab kata dia, isu itu sudah terlanjur melambung ke media. Menurutnya, kebijakan itu bisa jadi akan diambil SBY, ketika Jokowi terlebih dahulu menyampaikannya ke SBY sebelum isu pembatasan BBM mengemuka dan ‘memanas’ di masyarakat.

Sebaliknya kata Heru, yang sangat mungkin dan terbuka dari hasil pertemuan itu adalah SBY mengizinkan tim Jokowi bisa masuk ke kementerian-kementerian untuk dapat melihat masalah dan tantangannya ke depan. Hal ini kata dia, seperti disampaikan kubu Jokowi agar setelah dilantik, pemerintahan bisa langsung berlari.

Sementara Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Brawijaya Malang Muhammad Ali Syafaat, menilai pertemuan yang akan digelar disela-sela SBY menghadiri World Forum United Nation Alliance of Civilization itu sangat penting. Pasalnya, pertemuan itu bisa menjembatani dua periode pemerintahan antara SBY-Boediono yang akan mengahiri masa jabatannya pada Oktober 2014 dengan pemerintahan Jokowi-JK yang akan mengawali pemerintahannya.

"Harapannya pertemuan itu dapat menjadi pembuka komunikasi dan langkah yang lebih teknis agar ada peralihan yang smooth serta berkelanjutan," kata Syafaat kepada Gresnews.com, Rabu (27/8).

Dalam pandangan ketatanegaraan, kata Syafaat, masa peralihan pemerintahan yang baik dan berkelanjutan itu adalah saat tidak ada konflik, baik dalam pemerintahan, kebijakan maupun anggaran. "Harus mengakomodasi kebijakan masa lalu maupun prioritas presiden mendatang," jelasnya.

BACA JUGA: