JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sistem laporan serta pengelolaan keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, ternyata kalah jauh dibanding provinsi tetangganya, Jawa Barat. Selain dari segi teknis, Ibukota Negara ini juga kalah dari segi teknologi. Tidak hanya mengalahkan Jakarta, bahkan Provinsi Jawa Barat juga lebih baik dari enam belas provinsi lainnya dalam sistem laporan keuangan.

Pengamat Kebijakan Publik Adnan Anwar mengatakan, perbedaan kemampuan sistem keuangan tersebut menurutnya dikarenakan terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara DKI Jakarta dan Jawa Barat. Perbedaan tersebut salah satunya dari transaksi pendapatan dan pengeluaran daerah yang cukup besar antara kedua provinsi tersebut.

"Pendapatan asli daerah besar sekali, begitupun dengan pengeluarannya. Ini berbeda dengan Jawa Barat. Makanya sistem DKI agak lambat daripada Jawa Barat," kata Anwar kepada Gresnews.com, Sabtu (26/7).

Dilansir dari situs Jakarta.go.id, pendapatan daerah Provinsi DKI Jakarta mencapai Rp64,7 triliun. Pendapatan tersebut berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) berupa pajak daerah sebesar Rp32,5 triliun, retribusi daerah Rp1,74 triliun,  hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Rp447,55 miliar, dan lain-lain sebesar Rp4,85 triliun.

Selain itu, juga ada pemasukan Pemprov DKI Jakarta dari Dana Pengembangan yang berupa dana bagi hasil pajak/bagi hasil bukan pajak sebesar Rp17,684 triliun serta dana alokasi hukum Rp86 miliar. Dan ada lagi pendapatan lain-lain daerah yang sah dari pendapatan hibah Rp5 triliun, serta dana penyesuaian dan otonomi khusus sebesar Rp2,38 triliun.

Sedangkan untuk belanja daerah, DKI Jakarta juga punya mengalokasikan dana cukup besar. Hal itu mencakup belanja tidak langsung yang meliputi belanja pegawai sebesar Rp11,91 triliun, belanja bunga Rp4,35 miliar, belanja hibah Rp2,61 triliun. Selain itu ada juga belanja bantuan sosial Rp1,22 triliun, bantuan keuangan kepada provinsi Rp36,35 miliar serta belanja tidak terduga Rp78,64 miliar.

Selain itu, ada juga belanja langsung seperti belanja pegawai sebesar Rp2,86 triliun, belanja barang dan jasa sebesar Rp17,10 triliun dan belanja modal Rp29,036 triliun. Untuk pembiayaan daerah dari penerimaan pembiayaan sisa lebih anggaran tahun sebelumnya Rp7,015 triliun, dan penerimaan pinjaman daerah Rp269,400 miliar. Serta pengeluaran pembiayaan untuk penyertaan modal Rp7,108 triliun dan pembayaran pokok utang Rp9,387,800 triliun.


Sedangkan untuk pendapatan daerah Jawa Barat seperti dilansir situs resmi jabarprov.go.id, untuk bidang pendapatan, baik Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah semula Rp15,88 triliun mengalami peningkatan sebesar Rp4,2 triliun sehingga menjadi sebesar Rp20.08 triliun.

Bidang belanja, yang semula sebesar Rp17,16 triliun mengalami peningkatan sebesar Rp4,2 triliun sehingga menjadi Rp21,370 triliun. Serta pembiayaan yang semula Rp1,28 triliun mengalami perubahan yaitu sebesar Rp19 miliar sehingga menjadi sebesar Rp1,305 triliun.

Hal itu, kata Adnan cukup menggambarkan kompleksitas pengelolaan keuangan Jakarta dibandingkan Jawa Barat. Dan hal itu bisa diukur dari indeks pelayanan publiknya. "Indeks pelayanan public Jawa Barat jauh lebih rendah dari DKI Jakarta," tambahnya.

Sebelumnya, Anggota V BPK RI Agung Firman Sampurna mengatakan sistem laporan serta pengelolaan keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, ternyata kalah jauh dibanding Provinsi Jawa Barat. "Di atas semua itu pemerintah Jabar ini setidak-tidaknya untuk provinsi, untuk 16 provinsi wilayah barat adalah satu-satunya provinsi yang siap melaporkan keuangan berbasis siap sarana dan prasarana juga mengenai siap SDM," ujar Agung.

Selain itu Pemprov Jawa Barat secara regulasi sudah memiliki peraturan Kepala Daerah tentang kebijakan tentang sistem akuntansi dan bagan akun standar berbasis kompetensi berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 tahun 2013. Permendagri itu, seharusnya sudah aktif per 31 Mei 2014 lalu. Tetapi baru Jawa Barat yang melaksanakannya.

Selain itu Jawa Barat juga didukung aplikasi penyajian laporan yang berbasis kemasyarakatan yang sudah dilaksanakannya dalam dua tahun terakhir. "Penyajian laporan dengan sistem society sudah dapat terkoneksi dengan sistem audit yang kita punya," tambahnya.

Masih ada lagi kelebihan lain Provinsi yang dipimpin politisi Partai Keadilan Sejahtera Ahmad Heryawan itu. Jawa Barat mengirim sekitar empat puluh pegawainya untuk mengambil sekolah akuntansi. Sehingga mereka memiliki kemampuan dan keahlian untuk mendukung pelaporan keuangan berbasis akuraltwo di seluruh unit satuan kerjanya.

Dengan begitu, laporan keuangan provinsi Jawa Barat menjadi tepat waktu. "Pemerintah DKI adalah salah satu Pemprov yang terlambat menyampaikan laporan keuanganya," tandasnya.

BACA JUGA: