JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi III DPR secara bulat menyetujui Komjen (Pol) Tito Karnavian menjabat Kepala Kepolisian RI (Kapolri) baru pada Kamis (23/6) malam. Sepuluh fraksi bulat menyetujui Komjen Tito Karnavian menjadi Kapolri. Dua fraksi dengan suara terbesar yaitu PDIP dan Golkar dengan lugas menyatakan persetujuan untuk Komjen Tito. Begitu pula dengan Gerindra yang merupakan partai ´oposisi´ juga menyatakan setuju. Banyak catatan yang diberikan pada Kapolri baru ini bahkan ada juga yang menilai Tito anti demokrasi lantaran sempat menangkapi para aktivis saat berdemo.

Ketua Komisi III Bambang Soesatyo mengingatkan Tito segera membenahi internal Polri setelah dilantik. Untuk 100 hari pertama, yang paling mendesak adalah pembenahan ke dalam. Percepat reformasi birokrasi internal. "Komunikasi yang lancar dengan senior-seniornya. Saran saya, kapolri yang nanti dilantik tetap gandeng wakapolri yang sekarang agar penetrasi lebih smooth," kata Bambang di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (23/6).

Sebelumnya, di penghujung fit and proper test, Bambang sempat memberikan 13 catatan akhir untuk Tito. Berikut adalah 13 poin tersebut:

1. Polri harus memiliki program unggulan yang berbeda dengan calon kapolri sebelumnya
2. Reserse agar menjadi prioritas, hindari kriminalisasi perkara
3. Perlu dilakukan reformasi internal mulai dari rekrutmen hingga reward and punishment
4. Polsek harus menjadi ujung tombak dari kepolisian
5. Polri ditempatkan sebagai lembaga yang paling korup dan hingga saat ini Polri masih belum mampu menyelesaikan persoalan itu. Ini yang harus disikapi oleh calon kapolri
6. Penanganan terorisme yang tidak melanggar HAM
7. Perlu konsep jitu untuk menyelesaikan konflik antara Polri dengan KPK
8. Perlu dilakukan kerja sama yang lebih baik dengan TNI untuk menghindari konflik antara Polri dan TNI
9. Perlu konsep dalam sistem pembinaan karier dan diharapkan sistem pembinaan karier yang terbuka dan profesional
10. Perlu peran wanita dalam menduduki jabatan di Polri
11. Perlu strategi membangun Polri yang berkarakter
12. Kapolri diagendakan harus sering turun ke daerah mengunjungi Polres atau Polda atau blusukan
13. Perlu program gerakan zero corruption dalam seluruh penerimaan Bintara, Akpol, Sespim dan lainnya sebagai bagian dari upaya membangun postur Polri yang profesional bersih mandiri dan bebas KKN.

KPK siap membantu Komjen Tito membenahi reformasi kepolisian seandainya dibutuhkan. Pimpinan KPK Laode M Syarif juga berharap hubungan antara KPK dan Polri bisa semakin membaik di bawah kepemimpinan Tito.

"KPK berharap hubungan KPK dan Polri akan lebih baik di bawah kepemimpinan Pak Tito," kata Laode, Kamis (23/6) malam.

Ditanya mengenai program yang sebaiknya menjadi prioritas Komjen Tito, Laode menyarankan agar Tito segera memetakan reformasi Polri untuk kurun waktu 5 tahun ke depan. "Konsolidasi internal dan memetakan kembali peta reformasi Polri 5 tahun ke depan," jawab Laode.

KURANG HARGAI KEBEBASAN BERPENDAPAT - Saat uji kelayakan dan kepatutan yang dilakukan oleh Komisi III DPR RI kepada Komjen Tito selaku calon tunggal Kapolri ada satu hal yang mengganjal. Yakni jawaban yang diberikan Tito saat ditanya tentang kriminalisasi 23 buruh, 2 aktivis LBH Jakarta, dan 1 mahasiswa akibat unjuk rasa penolakan PP Pengupahan pada 30 Oktober 2015 di depan Istana Negara Jakarta.

Ganto Alamsyah dari Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) menyatakan bahwa alasan yang dikemukakan Tito adalah sebuah kesalahan dan tindakan semena-mena. Tito telah menunjukan kapasitas dirinya sebagai calon Kapolri yang tidak menjamin hak-hak demokrasi dan malah merepresi kebebasan berpendapat dan berkumpul.

"Aksi unjuk rasa di depan Istana pada 30 Oktober tahun lalu tidak dapat dipidana karena berlangsung damai," ujar Ganto melalui pesannya kepada gresnews.com, Jumat (24/6).

Ia juga menyesalkan tindakan penyidik Polri yang pada waktu itu berada di bawah komando Tito selaku Kapolda Metro Jaya. Menurutnya, tindakan penyidik mempidanakan para aktivis melakukan aksi di malam hari telah menyalahi undang-undang. Selain itu, peraturan Kapolri yang membatasi waktu unjuk rasa dianggap bertentangan dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Maksud awal pembentukan Undang-Undang Kebebasan Berpendapat ini untuk memberi kepastian hukum yang menjamin setiap pengunjuk rasa menyampaikan pendapatnya di muka umum paska rezim orde baru tumbang. Namun, Tito Karnavian justru menjadikan undang-undang itu sebagai senjata untuk menyerang para aktivis.

Selain itu, pernyataan Tito soal fakta lapangan ketika aksi unjuk rasa penolakan PP Pengupahan dinilai tidak akurat. Di hadapan wakil rakyat, Tito menyatakan ketiga elemen buruh meninggalkan lokasi unjuk rasa dan hanya KSPI yang tetap bertahan. Padahal semua elemen Gerakan Buruh Indonesia tetap bertahan melakukan unjuk rasa.

Beberapa elemen buruh yang bertahan dalam melakukan aksi antara lain KSPI, KPBI, KSPSI, KSBSI, dan FSUI yang keseluruhannya tergabung dalam Gerakan Buruh Indonesia dan merupakan bagian dari 10 ribu buruh yang tetap bertahan. Sikap para buruh yang memilih mempertahankan diri dalam aksi unjuk rasa adalah bagian dari kebebasan berekspresi.

"Padahal yang ditahan tidak hanya dari KPSI, jadi yang dikatakan Tito adalah kebohongan," ujar Ganto.

Dari 23 buruh yang kini menjadi terdakwa kriminalisasi, 8 di antaranya berasal dari anggota KPBI, sedangkan 9 orang berasal dari KSPI dan 4 orang lainnya berasal dari KSPSI. Selain itu, beberapa aksi yang dilakukan di malam hari lainnya seperti aksi 1000 lilin pendukung Joko Widodo dan BEM SI pada 28 Oktober 2015. Kedua aksi itu juga tidak dapat dipidana meski berlangsung di malam hari.

"Padahal aksi kami sama dengan yang mereka lakukan, saksi polisi yang diajukan oleh jaksa mengakui bahwa aksi yang dilakukan pada 30 Oktober adalah aksi damai tegasnya," ujarnya.

DICECAR KRIMINALISASI AKTIVIS - Dalam fit and proper test calon Kapolri, sebelum memasuki sesi bertanya bagi tiap fraksi, Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo memberikan masukan kepada Tito mengenai perbaikan penanganan demo buruh oleh pihak kepolisian. Anggota Komisi III DPR Fraksi PKS, Aboe Bakar Alhabsyi, pun ikut mempertanyakan hal tersebut, saat dirinya menjadi penanya pertama bagi Tito, sang calon Kapolri.

Aboe mengatakan Presiden KSPI memberikan petisi menolak pencalonan Tito sebagai Kapolri, karena dinilai anti-demokrasi. "Hal itu karena anda mengkriminalisasi 23 aktivis buruh, 2 pengacara LBH dan 1 orang mahasiswa," ujar Aboe Bakar dalam fit and proper test calon Kapolri di Gedung DPR RI Senayan, Kamis (23/6).

Aboe juga mengkritisi Tito, yang dinilai menjadi pendukung pertama ketika Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengeluarkan pergub larangan aksi, dan melokalisirnya ke sebuah lokasi kecil di seberang Istana Negara.

"Bagaimana tanggapan Anda? Jika jadi Kapolri, akankah Anda tetap cenderung terlihat represif seperti itu?" kata Aboe.

Tito menjelaskan bahwa dasar tindakannya saat menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya dan menangani kasus penangkapan 26 aktivis buruh tersebut adalah Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Namun, Tito mengatakan bahwa UU tersebut juga memiliki batasan saat diratifikasi dari PBB, di mana disebutkan bahwa harus ada 4 poin yang menyertainya. Empat poin tersebut, pertama adalah penyampaian pendapat di muka umum bebas dari intervensi, tapi harus menghargai hak asasi orang lain. Kedua, harus memelihara ketertiban umum. Ketiga, harus menjaga national security. Dan keempat, harus respek terhadap etika dan moral.

Ia menjelaskan selama para pengunjuk rasa berada dalam empat koridor tersebut maka Kepolisian tidak akan menghalangi. Namun jika salah satu dari empat koridor itu dilanggar, Kepolisian akan memberikan peringan dan jika tidak dilaksanakan, maka akan diberikan tindakan.

Tito menjelaskan, 26 aktivis buruh yang ditangkap saat berunjuk rasa di depan istana, sebelumnya sudah dilakukan negosiasi dan diberikan pemahaman-pemahaman. Namun, ternyata ada batas waktu yang dilanggar oleh mereka, yang diatur dalam Perkap yaitu tidak boleh berunjuk rasa di atas jam 18.00 WIB malam.

"Saat itu kami yang memimpin pengamanannya di Pospol Monas. Kami ingat ada 4 elemen yang berunjuk rasa, 3 elemen telah meninggalkan tempat, tapi ada 1 elemen dari KSPI yang tetap bertahan di tempat menuntut sampai PP pengupahan dicabut," ujar Tito.

Tito menegaskan telah mengingatkan mereka agar meninggalkan aksi lantaran sudah sampai jam 7 malam. Lantaran tak juga bubar aksi demo itu maka ia memerintahkan Kapolres Jakarta Pusat untuk menindak karena bisa menjadi preseden buruk jika hukum tidak ditegakkan saat itu. (dtc)

BACA JUGA: