JAKARTA, GRESNEWS.COM - Suasana pemilihan kepala daerah di DKI Jakarta kian memanas. Saling lontar isu-isu untuk menjatuhkan lawan masih marak terjadi, mulai dari isu reklamasi hingga penistaan agama.

Anggota tim pemenangan pasangan calon nomor 3, Anies Baswedan-Sandiaga Uno, Ferry Jualiantono menilai sejumlah elit, lembaga dan korporasi akan berjuang mati-matian memenangkan pasangan nomor urut 2, Basuki Tjahja Purnama (Ahok)-Djarot Saeful Hidayat dalam kontestasi Pilkada 2017. Ferry menegaskan, hal demikian terjadi lantaran kaitannya dengan proyek reklamasi.

"Dari awal kan sebenarnya Pak Ahok ini waktu menjadi gubernur sering kali kebijakannya itu memberi privilage kepada beberapa perusahaan properti, khususnya soal reklamasi. Ini bukti yang memperlihatkan bahwa—sebagaimana dinyatakan di persidangan KPK—memang ada hubungan yang tidak terpisahkan antara pemprov DKI, dalam hal ini gubernur Basuki Tjahja Purnama, dengan beberapa perusahaan properti seperti PT Agung Podomoro dan Agung Sedayu," kata Feri, di Warung Daun, Cikini, Sabtu (21/1).

Feri melanjutkan, tidak hanya dengan Ahok, hubungan tak terpisahkan antara perusahaan-perusahaan properti dengan pemerintah bahkan terhubung hingga Istana. Lantaran itulah Feri menilai, Presiden Joko Widodo yang notabene merupakan mantan gubernur DKI sekaligus tandem Ahok di Pilkada DKI 2012 lalu, punya kepentingan subjektif yang tidak bisa dinafikan dalam kontestasi Pilkada DKI kali ini.

"Presiden pasti gak netral. Sebagai bekas pasangan gubernur dan wakil gubernur, pasti ada urusannya-lah. Pak Jokowi pasti lebih nyaman kalau gubernur yang nanti menang Pilkada namanya Ahok. Saya (ada data--red) akurat. Kalau perlu nanti Presiden bantah omongan saya," papar Feri.

Feri menjelaskan, upaya-upaya untuk memenangkan Ahok yang dilakukan sejumlah pihak tertentu bahkan sudah terlihat setidaknya menjelang aksi massa umat Islam pada 4 November 2016 dan 2 Desember 2016 (411 dan 212) lalu. Walaupun dalam konteks itu sorotan utamanya adalah kasus penistaan agama, namun menurut Feri bahkan di dalam kasus itu sekalipun, keberadaan dan kepentingan perusahaan-perusahaan properti tidak bisa dipandang sebelah mata.

"Dalam konteks penistaan agama, tuntutan masyarakat supaya Pak Basuki Tjahja Purnama dihukum, itu kan sama pihak kepolisian malah diputar-putar. Dan kemudian diperlihatkan juga bahwa kepolisian itu erat kaitannya dengan perusahaan properti. Bantuan-bantuan Podomoro, pembangunan kantor Polda Metro Jaya, kemudian bantuan-bantuan CSR perusahaan properti yang lain (masuk juga—red) kepada kepolisian," lanjut Feri.

Lebih jauh, Feri melihat bahwa upaya memenangkan Ahok—yang lagi-lagi dianggap Ferry sebagai keinginan mutlak perusahaan properti—telah menyebabkan sejumlah pihak ikut turun tangan merecoki persoalan Pilkada DKI dengan berbagai isu. Mulai dari penetapan sejumlah tokoh sebagai pelaku makar, hingga persoalan hoax yang dilontarkan Presiden Jokowi beberapa waktu lalu.

"Secara tidak langsung, itu menunjukkan bahwa kelompok mereka yang semula menguasai sosial media, mulai panik. Lalu ada pemanggilan, bahkan sebentar lagi Habib Rizieq bakal ditetapkan sebagai tersangka. Ibu Megawati sebagai Ketua Umum PDIP bahkan ikutan ngomong tentang kekhawatirannya terhadap kekuatan Islam," papar Ferry.

Fakta demikian, menurut Ferry, telah menempatkan masyarakat dalam dua kubu hitam-putih yang saling bersebarangan dalam melihat dan menilai sosok Ahok. "Sekelompok orang menilai bahwa penentang Ahok adalah golongan yang salah. Namun di sisi lain hal itu juga menunjukkan bahwa masyarakat sekarang juga menilai, siapa pun yang mendukung Ahok itu brengsek, karena mereka memang ada kekuatan-kekuatan di belakangnya," katanya.

Lantaran itulah Ferry berkeyakinan, persoalan reklamasi bukan hanya persoalan debat wacana di dalam kontestasi Pilkada DKI. Lebih dari itu, menurutnya, reklamasi adalah medan perang antara kelompok pro-rakyat dengan kelompok-kelompok lain yang ditunggangi beragam kepentingan.

"Saya sampaikan kepada masyarakat, ini perang. Perusahaan-periusahaan properti sangat berkepentingan supaya Pak Ahok ini menjadi gubernur karena harus mengamankan proyek reklamasi yang sudah terlanjur diinvestasikan dalam nilai proyek yang sangat besar," katanya.
SUDAH FINAL - Sementara itu, tim sukses Ahok-Djarot, Jerry Sambuaga menilai upaya yang dilakukan pihak lawan dengan mengorek persoalan reklamasi dalam kontestasi Pilkada DKI tidak akan mengganggu konsentrasi tim pemenangan Ahok-Djarot dan para relawan.

"Kami pikir isu reklamasi tidak akan menjadi gangguan. Bahkan kita sudah bersepakat di dalam tim, dan juga relawan-relawan, bahwa sekali lagi reklamasi sudah final, dan tidak perlu diperdebatkan. Pemerintah pusat sendiri sudah mendukung, artinya ke depan kita tinggal berpikir bagaimana membuat Jakarta lebih baik melalui program-program yang konkret yang masyarkat sendiri sudah melihat buktinya," kata Jerry kepada gresnews.com, Sabtu (22/1).

Jerry pun memaparkan, andai sekelompok orang bicara persoalan reklamasi maka pembicaraan itu harus dilakukan secara komperehensif berdasarkan data yang akurat dan objektif. Jerry tidak meragukan bahwa banyak sekali pihak yang mengkritik reklamasi. Namun menurutnya, kritik-kritik semacam itu pada dasarnya bisa dipatahkan dengan argumentasi yang bertanggugjawab.

"Apanya yang mau dikritik? Pertama, dari sisi apanya? Sisi legalitasnya-kah? Sisi ekonominya-kah? Sisi lingkungan hidupnya-kah? Sisi apa? Sisi masyarakatnya, sisi komunitasnya, sisi alamnya? Berdasarkan kajian, kita harus objektif. Pemerintah pusat juga sudah mendukung. Melalui kajian yang objektif dan tentunya independen, pemerintah memandang reklamasi sebagai hal yang memang penting, memang perlu, dan harus dilaksanakan," papar Jerry.

Jerry juga mengatakan, dilihat dari aspek hukum, aspek sosial-politik, ekonomi, dan bahkan ekologi, reklamasi bukanlah suatu persoalan. "Bahkan kalau kita bicara soal audit dan segala macamnya, terbukti ada gak yang dipermasalahkan oleh BPK dan pihak lainnya?  Terbukti tidak, ada celah-celah yang bisa dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu?" katanya.

Lantaran hal itulah Jerry kembali menegaskan, baginya, isu reklamasi sudah final dan tidak perlu dipersoalkan lagi. "Saya kira yang harus diperdebatkan adalah kontestasi gagasan, adu program, adu visi dan misi. Nah itu mungkin yang menjadi fokus," tambahnya.

Lepas dari persoalan reklamasi, Jerry juga menyangkal tudingan bahwa dana kampanye Ahok-Jarot cenderung didukung korporasi. Menurutnya, justru pasangan Ahok-Djarotlah satu-satunya pasangan calon di Pilkada DKI yang melakukan fundrising atau penggalangan dana kepada masyarakat. Hal yang menurut Jerry tidak tampak pada kandidat lain.

"Teman-teman bisa melihat, di Rumah Lembang setiap hari ada pertemuan dan diskusi, lalu masyarakat datang langsung menyumbang dan dengan antusias dan semangat mensupport calon kami. Itu yang kami maksud sebagai kampanye rakyat yang bersih, profesional, dan juga transparan," kata Jerry.

Jerry menjelaskan, setiap orang yang memberikan sumbangan kepada Ahok-Djarot di Rumah Lembang akan diminta data dirinya baik yang tertera di KTP maupun NPWP. Dengan cara seperti itu, Jerry menilai bahwa dana yang dihimpun dari masyarakat lebih mudah dihitung dan dipertanggungjawabkan.

Jerry juga menyebut bahwa uang sumbangan itu tidak bisa diberikan secara tunai, dengan alasan agar para relawan mudah melakukan kontrol.

"Itu menunjukkan komitmen pasangan calon urut nomor 2 dalam mengedepankan dan memperlihatkan bahwa ini adalah kampanye rakyat yang didukung oleh rakyat, dari rakyat untuk rakyat. Artinya tidak sedikitpun kita melihat peran besar konglomerasi. Ini justru menunjukkan bahwa rakyat mau membantu dan mendukung calon kami dengan cara yang transparan dan terintegerasi rapi," pungkasnya.
TIDAK BISA DIREMEHKAN - Sementara itu, Direktur Eksekutif Polmark Research Center Eep Saefullah Fatah menegaskan, persoalan reklamasi merupakan persoalan menarik yang tidak bisa dianggap remeh oleh para kontestan Pilkada DKI. Menurut Eep, berdasar survei yang dilakukan Polmark Center dengan melibatkan 1200 responden se-antero Jakarta (kecuali wilayah Kepulauan Seribu), margin of error plus minusnya 2,9%, hanya 19,3% responden yang menyatakan setuju dengan reklamasi. Survei itu sendiri dilakukan pada 6-12 Januari 2017 lalu.  

"Kemudian yang yang menyatakan tidak setuju terhadap reklamasi adalah 55,1%, tidak menjawab sebesar 25,5%. Mereka tidak menjawab bisa jadi karena merasa tidak tahu, atau tidak punya kenyamanan untuk menjawab pertanyaan itu," papar Eep kepada gresnews.com, Sabtu (22/1).

Eep menambahkan, dari 55,1% responden yang menolak reklamasi, jika dilihat sebarannya terhadap para kandidat, maka kandidat yang paling didukung oleh mereka adalah pasangan Anies-Sandi. "Pasangan ini meraih angka 34,8%, lalu Agus-Sylvi 28,3%, dan kemudian Basuki-Djarot 11,8%,"kata Eep.

Eep menjelaskan, data di atas menunjukkan bahwa ketika pasangan Anies Sandi menyatakan sikap tegas terhadap penolakan reklamasi, hal itu berkorelasi dengan responden. Namun demikian, Eep menilai, fakta bahwa ada juga 11,8% warga yang yang menolak reklamasi tapi tetap memilih Basuki-Djarot, hal itu menunjukkan bahwa sikap pemilih terhadap kandidat Pilkada tidaklah sederhana.

"Sikap pemilih pasti kompleks. Kata Einstein, meramalkan fisika lebih mudah daripada meramalkan politik karena meramalkan fisika, variabelnya bisa kita batasi. Meramalkan politik kita tidak bisa membatasi variabel. Terlalu banyak variabelnya," kata Eep.

Demikian juga jika melihat perolehan pasangan Agus-Sylvi yang terkesan belum punya sikap tegas terhadap reklamasi. Besarnya jumlah sebaran suara sebanyak 28,3% dari 55,1% penentang reklamasi, menurut Eep boleh jadi karena pasangan nomor 1 ini tidak bersikap atau belum menunjukkan sikapnya terhadap reklamasi.
"Orang tidak tahu preferensinya. Jika nanti sikapnya muncul, hasil persentasinya juga berbeda," kata Eep.

Sementara itu, pengamat politik Universitas Paramadina Hendri Satrio menilai, jika digunakan untuk menjatuhkan Ahok-Djarot, isu reklamasi tidak akan berpengaruh besar sebagaimana dampak yang ditimbulkan oleh isu dugaan penistaan agama maupun penggusuran.

"Menurut saya, isu reklamasi akan berpengaruh  terhadap suara Ahok, tapi tidak sebesar isu dugaan penistaan agama dan penggusuran," kata Hendri kepada gresnews.com, Minggu (22/1).

Hendri menyadari bahwa seiring gaya komunikasi Ahok yang cenderung meledak-ledak, isu agama dan penggusuran merupakan dua isu yang berpengaruh terhadap penurunan suara Ahok. Namun demikian, menurutnya, andai Ahok dan pasangan lain ingin meraup sebesar-besarnya suara, maka yang lebih menarik dikemukakan pada publik adalah gagasan-gagasan ketiga pasangan calon mengenai harga bahan pangan dan ketersediaan lapangan kerja.

"Dibanding dengan isu reklamasi, warga Jakarta lebih tertarik dengan kedua hal itu," pungkas Hendri. (Zulkifli Songyanan)

BACA JUGA: