JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kualitas pelaksanaan demokrasi masih memprihatinkan menilik masih maraknya politik uang menjelang pemilihan gubernur DKI Jakarta putaran kedua. Bahkan Panitia Pengawas Pemilih banyak melakukan tangkap tangan relawan pasangan calon gubernur yang akan membagi-bagikan paket sembako yang bisa jadi merupakan "serangan fajar". Kendati demikian kedua kubu saling membantah bermain politik bagi-bagi sembako menjelang Pilgub DKI. Lantas siapa yang bermain?

Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) menyebut kasus politik uang dalam Pilgub DKI Jakarta 2017 merupakan yang terparah lantaran jumlah sembako yang dibagikan sangat banyak. "Informasi yang kami dapatkan sembako tersebut diangkut dengan menggunakan truk yang artinya jumlahnya sangat banyak," kata Ketua Dewan Penasehat ACTA, Hisar Tambunan di Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Selasa (18/4).

Hisar mengatakan, selama masa tenang telah menangani kasus pembagian sembako di 13 wilayah berbeda yang merata di Jakarta. Praktek pembagian sembako ini terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif.

ACTA meminta penyelenggara pemilu memberikan saksi tegas terhadap pasangan calon yang terbukti melakukan politik uang. "Selain sanksi pidana terhadap pelakunya, sanksi administratif juga bisa dikenakan kepada pasangan calon yaitu didiskualifikasi sebagai peserta Pilgub," sambungnya.

Hisar memprediksi malam menjelang pencoblosan hingga besok dini hari akan jadi puncak praktik politik uang. Dia meminta Bawaslu melakukan antisipasi terhadap kemungkinan ini.

"Untuk itu kami menyerukan kepada Bawaslu DKI Jakarta beserta jajarannya untuk melakukan antisipasi," imbuh Dia.

ACTA juga meminta peran aktif masyarakat dalam mencegah praktek politik uang ini dengan melakukan perlawanan secara hukum. Hal itu mengingat penerima politik uang juga bisa tersangkut pidana.

"Bagi masyarakat yang sudah terlanjur menerima pembagian kami serukan untuk tidak memilih pasangan calon tersebut. Hal ini penting untuk menghindari konsekuensinya hukum dalam Pasal 135 Ayat 4 Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah yang mengatur penerima politik uang bisa dijatuhi pidana," pungkasnya.

Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta semua pihak menaati aturan masa tenang. "Yang jelas bagi sembako uang kan tidak boleh apalagi kalau sudah bukan waktu kampanye lagi," kata JK di kantor Wapres, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (18/4/2017).

Bagi-bagi sembako dan uang dianggap JK mengganggu masa tenang. JK menyebut sudah ada aturan yang membolehkan masing-masing pihak dapat melaporkan penemuan di lapangan ke pihak Bawaslu dan kepolisian.

"Jadi kita juga menghargai polisi sudah mengambil beberapa tindakan yang baik dan tepat. Karena dengan pemilu itu pencoblosan itu tidak pernah ada masalah sebenarnya," ujarnya.

Menurut JK kondisi akan kondusif bila semua pihak, termasuk penyelenggara pemilu berlaku jujur dan adil. Hal ini diharapkan JK juga diterapkan pada pencoblosan pilkada DKI Jakarta pada Rabu (19/4) besok.

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah, tidak ada pemberian sanksi pidana bagi para pelaku politik uang. UU tersebut hanya mengatur sanksi diskualifikasi kepesertaan untuk calon kepala daerah atau partai politik.

Namun tindakan tersebut masih bisa dipidana dengan menggunakan Kitab Umum Hukum Pidana (KUHP), tepatnya pasal 149 ayat 1 dan 2. KUHP ayat 1 berbunyi, "Barang siapa pada waktu diadakan pemilihan berdasarkan aturan-aturan umum, dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, menyuap seseorang supaya tidak memakai hak pilihnya atau supaya memakai hak itu menurut cara tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling besar empat ribu lima ratus rupiah."

Sedangkan KUHP ayat 2 berbunyi, :Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih, yang dengan menerima pemberian atau janji, mau disuap".
SEBARAN PEMBAGIAN SEMBAKO - Hingga saat ini, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta mencatat ada 7 laporan dugaan politik uang pada Pilkada putaran kedua. Sebanyak dua laporan diajukan oleh tim paslon nomor dua, dan 5 dari paslon nomor 3.

Misalnya Panwaslu Jakarta Barat telah menyita 11 karung sembako saat ada pembagian di Duri Kepa, Kebon Jeruk. Selain itu ditemukan juga mukena dalam paket sembako tersebut dan brosur sebaran berbau kampanye hitam. Pelaku bagi-bagi sembako itu mengaku sebagai simpatisan pasangan nomor urut 2 di Pilgub DKI putaran kedua, Basuki T Purnama (Ahok) - Djarot Saiful Hidayat.

Ketua Panwaslu Jakarta Barat Puadi menjelaskan, dalam penyebaran sembako pada Minggu (16/4) itu, pihaknya telah memeriksa dua terlapor. Yuli dan Sarto, yang dilaporkan tiga orang tersebut, diperiksa pada hari yang sama. Secara aturan, pasangan calon baru akan didiskualifikasi apabila timses dan relawan melakukan politik uang. Untuk simpatisan, Puadi tidak menyebut apakah ada sanksi atau dampak yang akan terjadi dengan pasangan calon.

"Kalau seandainya dia sebagai relawan atau tim pasangan calon, maka konsekuensinya pelanggaran administrasi. Bawaslu akan rekomendasikan pembatalan calon. Ini masuk diskualifikasi," kata Puadi di kantor Panwaslu Jakarta Barat, Jalan Kebon Jeruk Raya, Selasa (18/4).

"Kalau misalkan terkait sanksi, uang atau materi lainnya, ini ada sanksinya. Denda paling sedikit Rp 200 juta, paling banyak Rp 1 miliar," tuturnya.

Panwaslu juga hingga saat ini masih menunggu terlapor untuk peristiwa penggerebekan gudang berisi sembako di Kalideres, Jakarta Barat. Pihak terlapor, Ferry, tidak memenuhi panggilan dalam kesempatan pertama. "Barang bukti, dalam rangka keamanan, ada di Polsek Kalideres. Yang di panwas cuma sampel dan fotokopi KTP dan KK (yang dikumpulkan dari warga)," kata Puadi.

Panwaslu Jakarta Barat belum bisa menyimpulkan apakah Ferry, yang merupakan penanggung jawab gudang sembako itu, adalah bagian dari tim pasangan calon tertentu. Walau begitu, Ketua Panwascam Kalideres Rudi menyimpulkan Ferry adalah relawan Ahok-Djarot karena sempat terlihat dalam acara blusukan pasangan nomor urut 2 tersebut.

Barang bukti sembako sebanyak 3 truk dan 3 pikap yang disita itu kini masih disimpan di Polsek Kalideres. Apabila pada pemanggilan kedua Ferry tak juga hadir, Panwaslu Jakarta Barat akan menggelar pleno Gakkumdu. "Kalau pemanggilan kedua tidak hadir, mekanisme tetap dijalankan," tutur Puadi.
SALING BANTAH -Tim Pemenangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat membantah melakukan operasi bagi-bagi sembako pada masyarakat. Meski begitu mereka tak memungkiri adanya kegiatan pasar murah yang dilakukan relawan.

"Kami menegaskan bahwa tim pemenangan tidak pernah ada program bagi-bagi sembako. Untuk hal yang menyangkut pasar murah, dari tim sukses resmi kita juga tidak mengadakan acara pasar murah," kata Polisi PDI-P Arya Bima dalam jumpa pers di Jalan Cemara, Menteng, Jakarta Pusat (18/4).

Arya menambahkan, pasar murah yang diadakan relawan bukanlah bentuk pelanggaran. Dia menyebut hal itu tak ada larangan dari KPU. Arya melanjutkan, relawan pendukung Ahok-Djarot bukanlah pihak yang memulai pasar murah. Dia menyebut pasar murah dilakukan para relawan pihaknya karena sebagai reaksi terhadap pendukung kubu pesaing.

"Selama putaran pertama tidak ada pasar murah yang dilakukan oleh tim Badja, tapi kita merespon, baik yang dilakukan atas nama Perindo sebagai pendukung pasangan nomor 3, baik dari berbagai kegiatan bersifat keagamaan yang juga ada pasar murah, maka para relawan menginisiasi secara pribadi," ungkapnya.

Arya menyebut, isu terkait pembagian sembako itu merupakan sesuatu yang dilakukan pihak lain. Namun pihak Ahok-Djarot dituding sebagai pelakunya. "Ada sesuatu, seolah-olah ini maling teriak maling. Seolah kita yang melakukan operasi bagi sembako. Kampanye yang kita lakukan adalah kompetensi, pasar murah yang dilakukan oleh para relawan adalah reaksi dari pasar murah yang dilakukan pasangan sebelah," lanjut dia.

Pria asal Solo itu juga membantah keterlibatannya dalam pembelian 1000 ton beras. "Mengenai hari ini ada media yang menyebutkan saya membeli 1000 ton beras. Dari mana? Berasnya di mana? Uangnya dimana?," katanya.

"Hari ini yang lebih penting adalah pembagian C6 ke warga. Kami mengimbau warga harus mendapatkan haknya untuk menentukan jalannya pemerintahan lewat Pilkada besok," pungkasnya.

Sebelumnya Cagub DKI Jakarta nomor urut dua, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) juga mengaku tidak tahu-menahu adanya pembagian sembako yang dilakukan oleh sekelompok orang yang mengenakan kemeja kotak-kotak di sejumlah titik. Ahok menegaskan selama berpolitik ia tak pernah bagi-bagi sembako.

"Saya dari dulu, kalau Anda liat karier politik saya, paling nggak suka bagi sembako. Saya paling nggak suka baksos kesehatan," kata Ahok di Silang Monas, Jakarta Pusat, Senin (17/4).

"Sembako kita nggak mau lakukan. Saya lebih suka jaminan Kartu Jakarta Pintar ataupun daging operasi pasar yang dilakukan oleh PD Pasar Jaya, Food Station Cipinang," papar Ahok.

Tak hanya dirinya, Ahok juga menegaskan timsesnya tak pernah bagi-bagi sembako. "Makanya timses kita nggak boleh bagi sembako" papar Ahok.

Tak hanya Ahok-Djarot Saiful Hidayat yang dilaporkan ke Bawaslu terkait dugaan bagi-bagi sembako. Pasangan cagub-cawagub nomor urut tiga, Anies Baswedan-Sandiaga Uno juga tak lepas dari tudingan politik sembako. Sama dengan Ahok, Sandiaga Uno juga menampik menerapkan politik sembako, ia bahkan mengaku tak punya dana untuk bagi-bagi sembako jelang Pilgub DKI.

"Kami tidak mendukung kegiatan tersebut. Karena kami tidak ada dana untuk itu. Istri saya juga tidak punya kegiatan bagi-bagi sembako, dia hanya datang ke majelis taklim. Kalau terbukti ya laporkan saja, saya siap," kata Sandiaga di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (17/4).

Sandiaga menuturkan setiap kegiatan yang dilakukan timses-nya, termasuk sang istri, Nur Asia, sudah dilaporkan kepada Panwaslu. Ia juga menganggap masyarakat sudah cerdas terkait dengan pembagian sembako tersebut. (dtc/mfb)

BACA JUGA: