JAKARTA, GRESNEWS.COM - Opini publik yang terangkum dalam survei cyrus network menginginkan terjadinya regenerasi dalam partai politik (parpol). Sejumlah partai yang masih tetap mempertahankan golongan tua sebagai pemimpin dinilai kurang mendapat apresiasi publik.

Hasan Nasbi Batupahat, Direktur Eksekutif Cyrus Network memaparkan terdapat tren dimana pemimpin parpol harus memudakan umurnya. Dalam bayangan publik sebesar 80 persen usia ideal ketua umum partai berkisar pada umur 41-60 tahun. "Figur politik diatas 60 tahun dimasukkan ke dewan pertimbangan/penasehat," paparnya dalam “Opini Publik mengenai Regenerasi Kepemimpinan Partai Politik di Indonesia” di D´Consulate, Sarinah, Senin (15/12).

Survei yang dilakukan pada 1-7 Desember 2014 ini terlihat dukungan publik ke Megawati dan Aburizal Bakrie (Ical) mulai menurun. Sedang Prabowo dan SBY masih dianggap mampu untuk memimpin hingga lima tahun ke depan.

PDIP jika nama Mega tidak dimasukkan  dalam persaingan maka Joko Widodo (Jokowi) mendapati urutan pertama sebanyak 30 persen untuk jabatan ketua umum. Disusul Puan sebanyak 24 persen dan sisanya ditempati Ganjar Pranowo serta Pramono Anung.

Sedang jika namanya tetap disimulasikan pada sistem maka perolehan di dalam konstituen partai masih Jokowi di urutan pertama disusul Mega dan Puan. Non partai mengurutkan Jokowi, Puan, dan Mega di urutan ketiga. "Ini menunjukkan publik sudah bosan dan menginginkan perubahan," katanya.

Berbeda dengan PDIP, Partai Golkar memunculkan dua nama yang sama kuat, yakni Agung Laksono dan Ical. Namun pada tingkat konstituen, Agung dianggap lebih layak memimpin partai Golkar.

Hal berbeda terjadi pada partai Gerindra dan Demokrat. Kedua partai ini masih menunjukkan sosok Prabowo dan SBY yang kuat sebagai pemimpin.
Gerindra jika tidak memasukkan nama Prabowo maka keluar nama Fadli Zon, Edi Prabowo, dan Ahmad Muzani. Namun ketika nama Prabowo dimasukkan kembali ketiga nama yang muncul tadi tenggelam.

Bagitu juga pada Demokrat, tanpa SBY nama Ibas dan Marzuki Ali muncul namun setelah SBY disimulasikan kembali ia maju menggungguli semuanya. "Hipotesis kami responden menganggap belum adanya nama yang pantas menggantikan Prabowo dan SBY," ujarnya.

Indonesia sudah terlampau setuju menggadopsi demokrasi perwakilan, di sini terdapat paradoks yang harus dipecahkan. Dimana demokrasi yang berkembang di masyarakat sudah begitu berkembang maju, namun demokrasi di dalam partai politik sendiri mengalami stagnasi.

"Tanpa ada regenerasi sebuah partai akan membusuk dan mati," kata J. Kristiadi Pengamat Politik CSIS dalam kesempatan yang sama.

Menurutnya pendidikan di sayap partai sudah tidak ada. Individu yang masuk dalam partai sudah terlanjur terpesona oleh glamornya kekuasaan. Jarang ada yang mau duduk tekun mendidik anak muda bermutu.

Ia memberi contoh bagaimana orde baru hanya berlangsung selama 30 tahun dan hancur. Bahkan Uni Soviet sebagai negara pun hancur dengan mudahnya. "Memang tidak mudah mengalah memberikan kekuasaan, tapi harus!" katanya.

Sedang untuk SBY dan Prabowo yang dianggapnya masih unggul karena faktor kharismatik, juga tidak akan lama lagi akan busuk. Apalagi ditambah loyalitas yang kurang kepada anak buah. "Tokoh partai mengerti kaderisasi itu penting tapi untuk melakukan itu susah, jarang ada yang mau," katanya.

Semenetara politisi Demokrat, Marzuki Alie mengatakan walaupun menyetujui harus ada kaderisasi yang baik. Namun baginya yang terpenting dari seorang ketua adalah membangun partai bukan memperhatikan opini publik. "Hasilnya tidak sesuai dengan pikiran saya, mari kita kembalikan peran dan fungsi partai pada posisi sebenarnya," ujarnya menanggapi paparan survei.

Begitu pula dengan Politisi PDIP Eva Kusuma Sundari, ia mengaku tak sejalan dengan hasil survei yang seolah digiring untuk menilai regenerasi partai berdasar tokoh bukan sistem. Menurutnya sistem yang berjalan di internal PDIP telah menunjukkan regenerasi yang baik walaupun tidak dalam tataran pergantian ketua umum. "Ibu Mega hanya ketua simbolis untuk mendukung kesolidan partai," katanya.

Walaupun begitu, shifting pekerjaan dan regenerasi tetap dilakukan pada tingkat bawah, seperti urusan lobi diserahkan pada Pramono Anung, Kementerian pada Puan Maharani serta pergantian di DPC dan PAC. Sehingga ia meminta regenerasi agar tidak dikerdilkan maknanya. "Kami tidak melakukan kepemimpinan sentralistik, Jokowi juga butuh dukungan," katanya.

BACA JUGA: