JAKARTA, GRESNEWS.COM - Dinamika politik internal Partai Golkar yang berunjung pada konflik terus bergulir. Poros Muda Partai Golkar yang berseberangan dengan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie (Ical) mengultimatum sang Ketum untuk mempertanggungjawabkan kegagalan partai berlambang pohon beringin ini pada pemilihan umun legislatif (Pileg) dan pemilihan umun presiden (Pilpres).
 
Poros Muda bersikeras agar Golkar menggelar musyawarah nasional (munas) pada tahun ini juga dengan memberikan waktu dua pekan, sejak 8 Oktober kemarin kepada DPP Partai Golkar. Sebaliknya, DPP menyatakan Munas baru dapat digelar pada 2015.
 
"Kalau tidak ada keinginan dari DPP untuk menyelnggarakan Munas pada 2014 ini maka Poros Muda akan membentuk semacam presidum partai untuk menyelelenggarakan Munas sebagai tanda open konflik," Juru bicara Poros Muda Golkar Andi Sinulingga dalam diskusi "Menakar Dinamika Partai Golkar" yang digelar Populi Center dan SMART FM di Rarampa Resto, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Sabtu (11/10).
 
Andi menambahkan, keputusan itu diambil Poros Muda setelah sebelumnya berkomunikasi dengan sejumlah senior Golkar. Dasar penilaian Poros Muda untuk mempercepat Munas dari jadwal yang diinginkan DPP Pusat Partai Golkarar adalah gagalnya kepemimpinan Ical melaksanakan empat amanat munas partai.

Keempat amanat itu adalah melakukan konsolidasi partai, konsolidasi kaderisasi, sukses menang di pileg, dan sukses menang di Pilpres. "Tidak ada amanat Munas untuk merebut pimpinan DPR, pimpinan MPR atau seluruh pimpinan komisi seperti yang dibangga-banggakan saat ini dengan istilah lima-kosong," tegasnya.
 
Andi optimis Munas itu akan terselenggara di tahun ini juga meski pemilik suara di Partai Golkar (DPD I dan DPD II) masih ‘ketakutan’ mengeluarkan suaramya. "Kalau jadwal munas misalnya diketahui akan diselengarakan besok maka banyak pihak yang akan membuat kalkulasi dan hitung-hitungan karena tidak mau dipecat. Untuk menghindari itu, maka suara penentuan diselenggarakkanya munas akan dilakukan secara tertup melalui bilik-bilik suara, dengan kondisi ini ara DPD akan berani menyuarakan pelaksaan Munas yang dipercepat," tegasnya.
 
Terkait pemilik suara di Partai Golkar, lanjut Andi, DPD II yang jumlahmnya 511 sangat berjarak dengan DPP Pusat. Karena itu dia hanya menunggu siapa yang mulai menyuarakan kepada DPP.
 
Harusnya, lanjut Andi, pimpinan pusat DPP Golkar bersikap kolektif kolegial, sehingga tidak ada figur sentral dalam pengambilan putusan. Ada proses rapat yang berjenjang, ada proses rapat harian hingga pengambilan keputusan.

Kenyataanya, pengambil keputusan masih disandera oleh Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie (Ical) yang menurut Andi, ditopang kartel politik yang terdiri dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di tingkat provinsi yang prosesnya dinilainya menabrak aturan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) partai Golkar.
 
Ketika ada DPD yang berseberangan dengan sikap kartel politik  ini akan dicopot begitu saja tanpa proses pleno, meski awalnya Ketua DPD Golkar dipilih melalui proses aklamasi dalam Musyawarah Daerah (Musda). Contohnya seperti yang dialami Ketua DPP Jawa Timur Zainuddin Amali yang dicopot dari jabatnnya hanya karena mengatakan warga Jatim menginginkan pemilihan langsung dalam perumusan UU Pemilihan Kepala Daerah yang berbeda dengan sikap DPP Golkar.
 
Dalam kesempatan yang sama Guru Besar Universitas Pertahanan Prof Salim Said menyatakan, konflik internal Golkar dapat diselesaikan dengan cara sederhana, yakni sikap gentleman Ical untuk mundur tanpa harus didesak mundur. Alasannya sederhana,Golkar sebagai partai kedua peraih suara terbanyak Pileg 2014 justru tidak bisa menggolkan Ical sebagai calon presiden atau wakil presiden pada Pilpres 2014. "Kalau Ical gentleman mengakui kegagalan memimpin Golkar maka ribut-ribut untuk menyelenggarakan Munas dapat dihindarkan," tuturnya.

Sementara Alfan Alfian dari Akbar Tandjung Institute menilai konflik internal Golkar pasca reformasi sudah terjadi berkali-kali. Bedanya, saat ini terjadi konflik terbuka antara kubu Ical yang menginginkan munas diselenggarakan pada 2015 dengan kubu yang tidak setuju.

"Saya kira Munas 2015 hanya tercantum dalam rekomendasi Munas Pekanbaru, bukan masuk dalam klausul AD/ART sehingga Poros Muda merasa memiliki dalil yang kuat untuk mempermasalahkan ini," jelas Alfan.
 
Menurutnya, perbedaan tafsir inilah yang menjadi titik konflik di internal partai. Sayangnya, kata dia, konflik saat ini sudah ‘terumuskan’ dengan kesimpulan harus menurunkan Ical. Sehingga ketika ada dua munas, yakni 2014 oleh Poros Muda dan 2015 oleh kubu Ical maka akan muncul dualisme kepengurusan.
 
Ia berpendapat, seandainya pun Ical dalam Pileg beberapa waktu lalu maju jadi capres, konflik ini akan tetap terjadi. "Namun kritik dari Poros Muda tidak akan sekuat sekarang yang nyata-nyata Golkar tidak mengajukan capres sendiri," jelasnya.

BACA JUGA: