JAKARTA, GRESNEWS.COM -  Prosesi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang  berlangsung pada 15 Februari 2017 sangat rawan terhadap praktik ijon politik. Aturan soal kemungkinan masuknya ijon politik dinilai masih sangat lemah yang membuat arus modal masih bisa masuk melalui kandidat yang akan berlaga dalam Pilkada yang akan dilaksanakan beberapa hari mendatang.

Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mewanti-wanti kepada pemilih agar lebih cerdasa membaca dan mentracking latar belakang kandidat yang akan dipilih. Koordinator Jaringan Advokasi Tambang Nasional (Jatam) Merah Johansyah menguraikan beberapa modus yang bisa disusupi kepentingan perusahaan tambang dalam Pilkada.

Menurut Merah, sistem perizinan yang masih ada ditingkat Kabupaten dan Kota merupakan titik rawan masuknya kepentingan perusahaan pertambangan. Apalagi UU soal pengaturan dana kampanye masih sangat lemah untuk mengantisipasi masuknya dana dari perusahaan perusak lingkungan ke dalam kontestasi Pilkada.

Karena itu, filter terakhir ada pada pemilih agar cermat untuk menilai kandidat yang memiliki yang dibelakangnya ada kepentingan pengusaha pertambangan.

"Kami menyerukan kepada seluruh warga dalam pilkada di 101 daerah di Indonesia. Ini untuk menjadi pemilih yang cerdas tidak memilih kandidat yang pro terhadap kerusakan lingkungan hidup atau pro terhadap korporasi terhadap pertambangan yang merusak lingkungan," ujar Merah dalam diskusi publik yang bertajuk "Mewaspadai Ijon Politik Pertambangan dan SDA di Pilkada Serentak 2017" di Kedai Jatam, Mampang, Jakarta Selatan, Jumat (10/2).

Bahkan dia menilai masih ada  dinasti politik yang sengaja didesain untuk memunculkan calon tunggal dalam Pilkada. Padahal soal pencalonan tunggal itu sengaja didesain oleh sponsor yang yang ingin mengambil keuntungan politiknya.

"Mewaspadai dinasti politik yang calon tunggal yang ternyata dikondisikan oleh para sponsornya para perusahaan tambang, semen, batubara dan mineral lainnya," kata Merah.

Jatam sendiri mencatat adanya peningkatan pemberian izin sebelum dan setelah prosesi Pilkada. Misalnya pada 2009 ada sekitar  93  izin Usaha Pertambangan (IUP) yang diterbitkan di Kabupaten Kutai Kertanegara. Kemudian 2010, tepat pada tahun pelaksanaan Pilkada izin itu kemudian meningkat menjadi 191 IUP.

Lebih jauh Merah mewanti-wanti agar kepentingan perusahaan yang merusak lingkungan dapat dibatasi. Karena menurutnya, selain ancaman terhadap demokrasi juga mengancam keberlangsungan lingkungan.

"Mereka bekerja bukan untuk rakyat tetapi untuk melanjarkan para ijon atau sponsornya, jika mereka terpilih yang dirugikan bukan proses demokrasi kita tetapi juga lingkungan dan keselamatan ruang lingkup kita," tukas Merah.

Politik ijon merupakan perjanjian yang dilakukan sebelum pilkada antar-satu pihak dengan calon terpilih. Politik ijon merupakan jebakan bagi para calon yang maju sebagai pemimpin hingga sulit menjadi pemimpin yang bersih dan transparan. Adanya perjanjian tersebut si pemberi bantuan akan mengharapkan imbalan atau balasan. Apabila sudah naik menjadi pemimpin, maka si terpilih tentu akan memenuhi janji yang telah disepakati.

Biasanya politik ijon akan terjadi antara pengusaha kepada para calon. Dengan harapan nantinya, proyek ataupun izinnya bisa dilancarkan dan tidak ada hambatan. Politik ijon seharusnya dihindari agar tercipta pilkada bersih dengan pemimpin yang amanah.
ATASI POLITIK UANG - Khoirunnisa Agustyari dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi  (Perludem) juga mengungkapkan, soal pembatasan dana kampanye belum sepenuhnya bisa mengantisipasi politik uang. Dia mencontohkan pada pembelian harga souvenir hanya dibatasi senilai Rp 25.000. Namun ada pula ketentuan yang lain justru membuka praktik itu dibolehkan misalnya pemberian uang transportasi.

Lebih jauh dia melihat celah aturan permainan politik uang masih sangat lemah. Aturannya masih belum terintegrasi dengan aturan yang lainnya sehingga belum dapat membatasi potensi politik uang.

Menurut Khoirunnisa masih setengah hati dalam aturan main Pilkada. "Jadi sebenarnya dia ingin membatasi politik uang tapi membuka juga celah celahnya" kata Khoirunnisa ditempat yang sama.

Ia juga melihat aturan soal dinasti politik yang juga sangat berperan memicu kekhwatiran terjadinya penyalahgunaan kekuasaan jika dinasti politik tetap dibiarkan. Sesuai aturan, memang MK memang telah menganulir ketentuan larangan calon peserta pilkada dari dinasti politik.

Dia mengkhawatirkan akan terjadinya potensi kecurangan jika pasangan dari dinasti politik tetap diperbolehkan. Menurutnya, semangatnya bukan untuk membatasi kandidat namun untuk mengantisipasi atau menunda agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang.

"Ada abuse of power dia dekat dengan birokrasi, dia punya sumber daya yang banyak, bisa memobilitasi massa dan sebagainya," katanya.

BACA JUGA: