JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kendati mendapat tentangan, pemerintahan kabinet kerja di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi terus menjajaki pemindahan ibu kota negara ke luar Pulau Jawa. Berbagai kemungkinan untuk persiapan pemindahan ibukota dibahas bahkan pada RAPBNP 2017 terdapat usulan tambahan anggaran sebesar Rp 7 miliar oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) yang sekaligus menjadi leader dalam kajian wacana tersebut.

Anggaran tersebut tentunya dialokasikan sebagai dana kajian cepat pemindahan ibu kota dari Jakarta ke luar Pulau Jawa. Tujuan akhirnya adalah untuk mendorong pemerataan ekonomi. Sebab, perekonomian di DKI Jakarta sudah memiliki kontribusi yang cukup besar pada ekonomi Indonesia.

Menteri PPN/Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, Jakarta merupakan wilayah yang dari sudut perekonomian tersedia. Bahkan, Jakarta berkontribusi cukup tinggi dalam pertumbuhan ekonomi, yakni sebesar 18% terhadap produk domestik bruto (PDB). Dari 10 kota terbesar dan 5 diantaranya berasal dari Jabodetabek. Jelas masih ada ketimpangan. Kota dengan penduduk terbesar diduduki oleh Jakarta dengan 10,2 juta, Surabaya 2,8 juta, Bandung 2,5 juta, Bekasi 2,38 juta, Medan 2,2 juta, Depok 2,1 juta, Tangerang 2,047 juta, Semarang 1,6 juta, Palembang 1,58 juta, dan Tangerang Selatan 1,5 juta.

"Artinya penumpukan kegiatan ekonomi di Jakarta luar biasa," kata Bambang di Gedung DPR, Selasa (11/7).

Namun Bekasi, Tangerang, Depok, dan Tangerang Selatan masuk sebagai kota dengan penduduk yang besar bukan karena hidup sebagai kota secara mandiri, melainkan sebagai kota yang bergantung pada perekonomian DKI Jakarta alias sebagai penyangga.

"Jadi artinya dari segi strategi pembangunan perkotaan kita terjadi ketimpangan yang luar biasa, dari PDB, Jakarta menyumbang 18% dari PDB Indonesia. Tambahkan dengan Jabodetabek 25% dari PDB. Jadi seperempat ekonomi RI ada di Jakarta dan sekitarnya. Kita berpikir itu normal. Tapi kita juga berpikir jangka panjang, Jakarta sekitarnya dengan segala macam problem nantinya bukan jadi pendorong, salah-salah menjadi penghambat," kata Dia.

Oleh karenanya, wacana pemindahan ibu kota negara akan dipilih kepada kota-kota yang berada di luar pulau Jawa. Tujuannya, agar pemerataan ekonomi dapat direalisasikan. Sebab, jika terus bertumbuh kepada Jakarta, maka pemerataan akan terhambat.

"Contohnya, misalnya makin banyak real estate semakin banyak dibangun di pantai utara, Cikarang, Karawang dan lain-lain, ini akan mengurangi lahan subur untuk sawah. Produksi beras kita jadi sulit gara-gara berkurangnya lahan subur, ini hanya contoh kecil kalau kita membiarkan penumpukan," ungkap dia.

Dia menyebutkan, kontribusi DKI Jakarta yang sebesar 18% dikarenakan kota tersebut sebagai pusat segalanya, mulai dari bisnis, keuangan, perdagangan, hingga pusat pemerintahan pun berpusat di Jakarta.

Dengan begitu, pemerintah hanya akan melakukan pemindahan pusat administrasi pemerintahannya saja ke luar Pulau Jawa yang diikuti oleh lembaga tinggi yang berkaitan dengan pemerintah.

"Problemnya kalau kita ingin memecah, enggak bisa pusat perdagangan pindah deh ke Palembang, atau pusat keuangan pindah ke Surabaya, karena ini bisnis, bisnis itu tidak bisa diperintah, tidak bisa diatur pindah seketika, malah melawan market mecanism, malah bisa kolaps industrinya, yang bisa dikontrol dan punya kontribusi besar itu adalah pemerintahan," tukas dia.

TIGA LOKASI DIGADANG - Rencana pemindahan ibukota Jakarta terus dibahas lebih lanjut. Pertemuan demi pertemuan digelar untuk memuluskan rencana pemindahan ibukota pada 2018 mendatang.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, siang tadi mendatangi kantor Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas. Dalam pertemuannya selama kurang lebih dua jam dengan Menteri PPN/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, Basuki membahas perencanaan tata kota di calon ibu kota yang baru (urban planning).

Sudah ada 3 lokasi yang mengerucut untuk diputuskan sebagai ibu kota negara yakni Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur. Studi lebih mendalam dilakukan Kementerian PUPR dan Bappenas dengan melihat pengalaman negara lain yang sukses memindahkan ibu kota negaranya seperti Amerika Serikat, Kazakhtan, Brasil, sampai Australia.

"Lagi studi literatur Washington DC, Astana, kayak apa Canberra, kayak apa Brasilia. Jadi lagi studi literaturnya," kata Basuki ditemui usai rapat pemindahan ibu kota di kantor Bappenas, Jakarta, Selasa (11/7).

Namun demikian, sebelum dilakukan tahapan lebih jauh, pihaknya masih menunggu keputusan final dari Bappenas yang jadi koordinator persiapan pemindahan pusat negara yang anyar.

Menurut Basuki, untuk mempercepat realisasi pemindahan ibu kota, tahapan-tahapan tersebut bisa dilakukan bersamaan. Apalagi sudah 3 wilayah yang ditetapkan jadi calon pengganti DKI Jakarta.

"Kalau memang diputuskan yes pindah, ya mulai dengan lebih maju lagi. Ini kan baru urban planning-nya kayak apa kotanya, mudah-mudahan ini kita bisa sambil menunggu hasil kajian. Jadi ini berurutan. Kalau ya, baru kita detail desainkan," ujarnya.

Dia menuturkan, soal apakah keputusan final dan segala persiapan sudah selesai dilakukan di tahun 2018 mendatang, hal itu bisa saja dilakukan. "Ya kira-kira begitu (2018)," katanya.

Sebelumnya sejumlah anggota DPR meragukan efektifitas pemindahan ibukota. Misalnya Anggota Komisi XI DPR Johnny G Plate mengatakan pemindahan ibukota harus dipikirkan secara rasional. Pemerintah harus secara cermat melihat fakta-fakta yang ada, dan harus secara cermat memperhatikan dampak pertumbuhan dan perkembangan ibukota.

"Ini bukan soal perasaan, ini adalah soal rasional. Berbicara terkait ibukota harus secara rasional, karena ini terkait dengan pintu terdepan negara yang kita cintai. Ibukota merupakan etalase paling depan, maka kita harus tempatkan etalase itu sebagai yang terbaik, karena itu adalah wajah negara kita," ucap Johnny di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/4).

Dia melanjutkan, untuk memindahkan ibukota, ada aspek-aspek yang terkait dengan undang-undang. Ibukota merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mempunyai syarat-syarat dan aturan secara khusus.

"Ibukota menjadi tempat tinggalnya para pejabat tinggi negara, Presiden dan semua lembaga negara, bahkan menjadi tempat bermukimnya pejabat-pejabat tinggi negara asing, duta besar dan konselor lain. Oleh karenanya harus di treat secara khusus dan penting," tegasnya.

Johnny juga mengatakan, dalam memindahkan Ibukota ada satu budget yang harus disediakan untuk memenuhi itu, oleh karenanya harus dilihat dahulu bagaimana inefisiensi di Ibukota selama ini. Selama 10 tahun terakhir, inefisiensi Ibukota mencapai ribuan triliun, perbandingkan dengan memindahkan Ibukota.

"Kalau ternyata inefisiensinya ternyata jauh lebih besar daripada pemindahan ibukota itu, maka rasional untuk dipindahkan. Fakta lainnya adalah masalah tata ruang ibukota, dimana terjadi kelebihan jumlah penduduk. Tanpa ada tata ruang dan kebijakan-kebijakan visioner atau outlook-nya bagus, maka Jakarta ini jalan kaki saja sudah macet," ucapnya.

Pemindahan Ibukota jangan mengganggu jalannya pemerintah dan pelayanan publik serta harus terencana dengan baik, memilih lokasi pemindahan dengan berbagai macam syarat. Dari Komisi XI, biaya dengan jangka panjang operasional yang lebih efisien. "Jika kita pindahkan Ibukota, maka harus dipastikan bahwa pelayanan publik akan lebih baik dari Ibukota sebelumnya," pesannya. (dtc)

BACA JUGA: