JAKARTA, GRESNEWS.COM – Konflik  antara fraksi Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP) di parlemen semakin memanas. Terlebih setelah dalam pemilihan paket pimpinan komisi pun, fraksi-fraksi dari KIH harus gigit jari lantaran semua kursi komisi disikat habis fraksi-fraksi dari KMP. Tak mau dipecundangi begitu saja, KIH pun memainkan jurus baru dalam menghadapi KMP yaitu dengan membentuk DPR tandingan.

Sebagai langkah pertama, fraksi-fraksi di KIH mengirimkan mosi tidak percaya terhadap pimpinan komisi terpilih versi KMP. KIH juga akan mengajukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) kepada Presiden Joko Widodo. Poinnya KIH keberatan dengan mekanisme pemilihan pimpinan DPR dan pimpinan komisi dan AKD. Sehingga KIH menuntut agar UU MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3) dikembalikan seperti sebelumnya dengan mekanisme pemilihan pimpinan yang dibagi secara proporsional.

Anggota DPR fraksi PKB Daniel Johan mengatakan dengan mosi tidak percaya, KIH secara tegas tidak mengakui pimpinan DPR dan komisi yang ada saat ini. "Sehingga, KIH akan mengangkat pimpinan DPR baru dan membentuk komisi dan AKD sendiri," katanya di DPR, Jakarta, Rabu (29/10).

KIH sendiri memang benar-benar membentuk DPR tandingan. Dalam kepemimpinan DPR versi KIH ini, Pramono Anung didapuk menjadi ketua. Sementara wakil-wakilnya adalah Ida Fauziyah, Syaifullah Tamliha, Patrice Rio Capella dan Dossy Iskandar.

Anggota DPR fraksi PDIP Arif Wibowo mengatakan langkah tersebut dilakukan KIH karena tidak ingin pemerintahan Presiden Joko Widodo diganggu parlemen yang memiliki sifat pragmatis. "Untuk itu kami punya kewajiban moral untuk menjaganya," ujar Arif di DPR, Jakarta, Rabu (29/10).

Arif menambahkan dalam UU MD3 yang terbaru banyak hal yang bermasalah karena proses pembuatannya juga melalui proses yang berlangsung secara otoritarian. Penerapan UU tersebut akhirnya melahirkan diktator mayoritas di tubuh DPR. Menurutnya, ini bukan soal jabatan tapi soal palu akan diarahkan kemana.

Lebih lanjut, Anggota DPR fraksi Nasdem Johnny G Plate mencontohkan bentuk diktator mayoritas dalam pelaksanaan UU MD3 yang baru. Pada pasal 60 UU MD3 terdapat poin presiden wajib melaksanakan semua keputusan komisi. Kalau setiap komisi mewajibkan presiden melaksanakan rekomendasinya, menurutnya hal itu sama dengan menyandera presiden. "Jangan sampai semua dijegal karena yang rugi rakyat," ujarnya di DPR, Jakarta, Rabu (29/10).

Ia melanjutkan pengajuan Perppu pada presiden ini jelas merupakan langkah politik KIH. Landasan kegentingan untuk mengeluarkan Perppu menurutnya ada pada deadlock yang terjadi dalam parlemen. Deadlock tersebut membuat mitra kerja pemerintah tidak akan bisa berjalan sehingga hal ini bisa dianggap sebagai sebuah kegentingan.

Menanggapi hal ini, Anggota DPR Fraksi PKS Hidayat Nurwahid mengatakan, dalam masalah ini biar rakyat yang menilai langkah KIH dengan akal sehat. Perppu harus dikeluarkan dalam keadaan mendesak. Saat ini menurutnya tidak ada situasi mendesak untuk mengeluarkan Perppu.

KMP selama ini, kata Hidayat, sudah menunggu KIH untuk menyerahkan nama hingga terjadi empat kali paripurna. KMP juga sudah menunggu KIH menyerahkan nama paling tidak hingga cabinet Jokowi terbentuk. Tapi KIH tidak juga menyerahkan nama-nama untuk komisi. "Kalau apa-apa pakai Perppu, kita akan jadi negara otoriter. Kita mestinya taat pada UU MD3," ujarnya di DPR, Jakarta, Rabu (29/10).

Anggota DPR fraksi Golkar, Tantowi Yahya mengatakan tidak logis jika UU MD3 digugat jika yang menggugat adalah subjek yang membuat UU tersebut. Tapi ia mempersilahkan jika KIH ingin membuat tandingan. "Jika ingin tandingan DPR legal secara hukum harus disahkan dan disetujui oleh Mahkamah Agung," ujarnya.

BACA JUGA: