JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sejumlah anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempertanyakan kelambanan Kejaksaan Agung dalam menyelidiki kasus dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) masa lalu. Menanggapi hal ini, Jaksa Agung HM Prasetyo berkilah terkendala masalah koordinasi dan pengumpulan bukti atas pelanggaran HAM tersebut.

Anggota Komisi III DPR Fraksi PDIP Masinton Pasaribu mengatakan pernah mengkonfirmasikan ke Kejaksaan Agung langsung soal penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu. Misalnya kasus tragedi Trisakti dan Semanggi pada 1998. Tapi jawaban dari Kejaksaan Agung saat itu dirasa kurang memuaskan dan terlihat tidak ada niat serta keberanian untuk melakukan penyidikan terhadap tragedi kemanusiaan.

"Kejaksaan Agung saya tanya soal peristiwa Trisakti jawabannya muter-muter," ujar Masinton dalam rapat dengar pendapat di Komisi III DPR, Jakarta, Rabu (28/1).

Ia melanjutkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sudah melakukan penyelidikan terhadap tragedi Semanggi. Tapi Kejaksaan Agung bahkan belum sampai dalam tahap penyidikan. Padahal sudah jelas kalau ada kasus yang berhubungan dengan pelanggaran HAM maka Kejaksaan Agung yang menjadi penyidiknya. Apalagi dalam Nawacita presiden Joko Widodo juga telah berkomitmen untuk menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu.

Menurut Masinton, korban kejahatan masa lalu pernah memperoleh ketidakadilan dari negara dengan terjadinya pelanggaran HAM. Sehingga negara kini harus bisa menindaklanjuti secara adil penyelesaian kasus HAM masa lalu. Pasalnya tiap tahunnya keluarga korban selalu meminta keadilan. Kejaksaan diminta jangan bebal untuk tidak menanggapi keresahan keluarga korban. Ia mewanti-wanti jangan sampai pimpinan kejaksaan berganti tapi kasus pelanggaran HAM ini tidak kunjung selesai.

Senada dengan Masinton, anggota Komisi III DPR Fraksi PKS Nasir Jamil menuturkan pelanggaran HAM masa lalu yang belum tuntas terjadi di Aceh. Seharusnya hal ini menjadi prioritas Kejaksaan Agung mengingat Presiden Jokowi juga memasukkan poin ini ke dalam Nawacita.

"Saya minta penjelasan terkait masalah ini," ujar Nasir dalam kesempatan yang sama.

Merespon hal ini, Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu tidak sesederhana yang dibayangkan. Sebabnya penyelesaiannya berkaitan dengan banyak pihak seperti DPR, komnas HAM, pengadilan adhoc dan pemerintah. Proses penyidikan juga harus teliti. Sehingga kalau ada berkas yang kurang lengkap harus dikembalikan lagi.

"Apalagi kejadian dugaan pelanggaran HAM sudah lama terjadi. Ada yang berpuluh-puluh tahun. Jadi tidak mudah kumpulkan bukti-bukti," ujar Prasetyo usai rapat dengar pendapat di DPR, Jakarta.

Berdasarkan data dari Kontras, tercatat sejumlah kasus pelanggaran HAM yang ´macet´ di Komnas HAM dan Jaksa Agung. Diantaranya kasus Talangsari Lampung yang terjadi pada 1989 soal represi terhadap komunitas muslim yang dituduh sebagai ekstrimis kanan, kasus Mei 1998, Semanggi I dan II soal kerusuhan sosial yang menjadi momentum peralihan kekuasaan, dan penembakan mahasiswa trisakti yang juga terjadi pada 1998.

Untuk empat kasus yang disebutkan, komnas HAM telah membentuk Komisi Penyelidikan Pelanggaran HAM. Setelah Komnas HAM menyelidiki, kejaksaan malah mengembalikannya lagi berkas penyelidikan karena dianggap masih kurang lengkap. Sementara peristiwa penembakan mahasiswa Trisakti diselesaikan melalui pengadilan militer. Vonis pun diberikan pada aparat di lapangan dan tidak menyentuh ke otak utama kejadian tersebut.

BACA JUGA: