JAKARTA, GRESNEWS.COM – Pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah sebulan berlalu. Namun hingga saat ini DPR tak kunjung berhasil membentuk Komisi dan Alat Kelengkapan Dewan. Kedua kubu, Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat, masih sama-sama ngotot berebut jatah pimpinan Komisi dan alat kelengkapan.  

Hingga saat ini Koalisi Indonesia Hebat (KIH) juga bertahan belum bersedia memberikan nama-nama untuk dimasukkan dalam komisi melalui sidang paripurna DPR. Akibatnya DPR belum bisa bekerja karena kerja-kerja mereka terbagi di dalam komisi dan alat kelengkapan dewan (AKD).

Terkait hal ini, Anggota DPR fraksi PDIP, Dwi Ria Latifa menyayangkan kondisi politik DPR yang masih saja terpengaruh konteks politik paska pilpres. Ia menilai citra DPR periode kini sebenarnya sangat dipertaruhkan mengingat DPR periode sebelumnya  belum memiliki performa yang menggembirakan.

Menurutnya kalau ego politik yang dikedepankan maka pembentukan komisi tidak akan terjadi. Padahal menurutnya banyak persoalan bangsa yang membutuhkan perhatian DPR. "Jika ego partai tidak diturunkan maka menurutnya hal ini juga tidak akan menghasilkan kebaikan untuk DPR. Kuncinya keikhlasan jiwa harus dibuka agar tidak buntu," tambahnya.

Namun anggota DPR fraksi Gerindra, Desmon Mahesa mengatakan tidak ada jalan tengah antara KIH dan KMP terkait kesepakatan komisi. Ia menilai KIH hanya ingin menang dimana-mana. Pasalnya KIH telah menjadi partai pemenang pilpres sebagai eksekutif, lalu masih juga mengincar posisi di legislatif. Permintaan KIH untuk mendapatkan posisi wakil di setiap komisi, Desman nilai, sebagai cara agar bisa memegang kendali di parlemen.

Menurutnya KMP sudah berbaik hati menawarkan posisi sebanyak 6 kursi pimpinan DPR pada KIH. Tapi kalau tujuannya untuk berkuasa menurutnya biarkan saja parlemen dalam kondisi deadlock. "Lima tahun juga tidak apa-apa,"  ujar Desmon pada Gresnews.com, Sabtu (25/10).

Padahal sebelumnya KMP dan KIH sepakat agar mekanisme pemilihan pimpinan komisi dilakukan dengan musyawarah mufakat secara proporsional. Namun, KMP ternyata hanya menawarkan 6 posisi pimpinan komisi dan alat kelengkapan dewan.

KIH menolak dan meminta sebanyak 16 posisi sebagai wakil pimpinan di tiap komisi dan alat kelengkapan dewan. Tapi hal itu juga ditolak oleh KMP. KIH pun memilih untuk tidak menyerahkan nama-nama komisi untuk pembentukan komisi pada paripurna.

KIH tidak dapat melakukan cara lain, pasalnya jika mekanisme pemilihan diserahkan di tiap komisi tanpa ada kesepakatan terlebih dulu, dipastikan KMP bisa menyapu bersih semua posisi pimpinan komisi karena jumlahnya yang lebih banyak dari KIH.

BACA JUGA: