JAKARTA, GRESNEWS.COM – Daerah yang sengaja menunda penandatangan kesepakatan dengan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) dengan alasan yang tidak rasional sehingga mengakibatkan pilkada tertunda harus diberikan sanksi. Tapi pemberian sanksi tersebut tidak bisa dipukul rata, sehingga harus diidentifikasi lebih dulu apa akar permasalahannya.

Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Arwani Thomafi mengatakan pelaksanaan pilkada serentak pada Desember 2015 merupakan perintah undang-undang (UU). Sehingga semua pihak seperti pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan partai politik harus mematuhi amanat UU ini.

Untuk daerah yang belum menyelesaikan tahapan anggaran, pemerintah pusat harus segera ingatkan kembali. Menurutnya jangan sampai ada upaya sengaja untuk tidak menjalankan amanat UU atau tidak melaksanakan pilkada.

"Jika memang ada fakta bahwa terdapat kesengajaan untuk tidak dilaksanakan pilkada, bisa saja daerah yang bersangkutan diberikan sanksi," ujar Arwani saat dihubungi Gresnews.com, Minggu (24/5).

Arwani menambahkan sebelum daerah yang diduga sengaja melakukan penundaan terhadap pelaksanaan diberikan sanksi, menurutnya harus ada dicermati lebih dulu penyebabnya. Ia menilai harus dilihat apa kesulitan sebuah daerah menyepakati anggaran dana pilkada.

Terkait hal ini, Direktur Eksekustif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan sanksi perlu diberikan pada daerah yang sengaja ingin menunda pilkada dengan alasan tertentu. Tapi harus dipastikan lebih dulu apa alasan sebuah daerah belum menyepakati dana pilkada antara pemda dengan KPUD.

"Karena ada beberapa hal yang bisa saja terjadi," ujar Titi saat dihubungi Gresnews.com, Minggu (24/5).

Ia menyebutkan sejumlah kemungkinan kesulitan untuk menyepakati anggaran dana pilkada. Misalnya dana yang dialokasikan dari daerah ternyata tidak mencukupi karena ada beban yang diberikan pada pilkada kali ini.

Beban biaya pilkada kali ini seperti biaya kampanye yang harus difasilitasi oleh KPUD dan bertambahnya petugas pelaksana di tiap tempat pemungutan suara (TPS). Ketika ada 1000 TPS, maka ada 1000 orang pengawas TPS baru yang  direkrut dan memerlukan anggaran tambahan.

Selanjutnya ada kemungkinan untuk menghalang-halangi pelaksanaan pilkada dari pemda. Misalnya pemda sengaja menghalangi lantaran adanya konflik dualisme kepengurusan partai politik.

Menurutnya penyebab tersebut yang harus ditelusuri. Sehingga penyelesaiannya bisa sesuai dengan akar masalah. Kalau memang tidak ada anggarannya, pemerintah pusat harus memberikan solusinya misalnya berupa dana talangan.

Lalu kalau ada upaya menghalangi serentak karena problem dualisme partai, hal tersebut yang harus diberikan sanksi. Karena orang yang mencoba menghalang-halangi terselenggaranya pilkada bisa terkena tindak pidana. Sehingga sanksi administratif tidak bisa diterapkan rata.

Untuk diketahui, anggota Komisi II DPR Arif Wibowo sempat mengusulkan agar ada Instruksi Presiden untuk memberikan sanksi administrasi pada daerah yang tidak memenuhi tenggat waktu pengucuran anggaran pilkada. Sebab anggaran pilkada sebenarnya sudah disiapkan dan tercukupi tapi beberapa daerah belum mencapai kesepakatan dengan KPUD terkait item usulan anggaran.

BACA JUGA: