JAKARTA, GRESNEWS.COM - Jelang pemilihan kepala daerah (pilkada), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengeluhkan mekanisme pengawasan pemilu yang terbatas. Keterbatasan pengawasan tersebut berpangkal dari keterbatasan anggaran yang dialokasikan untuk Bawaslu dan panitia pengawas pemilu (Panwaslu).

Ketua Bawaslu Muhammad mengatakan keterbatasan dana untuk panwaslu di tiap Tempat Pemungutan Suara (TPS) membuat Bawaslu terpaksa mengembangkan bentuk pengawasan partisipatif yang melibatkan relawan seperti mahasiswa dan lembaga swadaya masyarakat. Ia mengaku telah berkomunikasi dengan rektor-rektor dari universitas yang bersangkutan untuk memperbolehkan mahasiswanya ikut andil sebagai relawan pengawas pemilu.

Dengan memohon partisipasi itu, fungsi kontrol bisa dijalankan dengan bermodalkan pemberian selembar sertifikat untuk relawan. Cara ini menjadi alternatif solusi bagi Bawaslu untuk mengatasi keterbatasan jumlah anggota panwaslu. "Jadi ada 150 TPS tapi panitia pengawasnya hanya ada satu. Jadi orang itu harus berkeliling selama seharian mengontrol sekian banyak TPS itu," ujar Muhammad di komisi II DPR, Jakarta, Senin (24/11).

Muhammad menjelaskan, Bawaslu pernah mengajukan penambahan anggaran untuk menambah jumlah panwaslu agar hadir di tiap TPS pada menteri keuangan. Tapi menteri menolak dengan alasan ketentuan tersebut tidak ada di dalam undang-undang. "Keterbatasan ini sesungguhnya merupakan celah terjadinya kecurangan," kata Muhammad.

Pasalnya dalam pemilu lalu, ditemukan banyak form C1 ganda yang beredar. Menurutnya, kalau secara konstitusi persoalan ini tidak diperbaiki, kita tidak akan bisa berharap banyak pada pemilu 2019 yang rawan kecurangan.

Menanggapi hal ini, Anggota DPR fraksi PAN Yandri Susanto mengatakan Komisi II selalu menyetujui ajuan Bawaslu tapi pemerintah memang tidak berani mengeksekusinya karena dianggap tidak ada dasar hukumnya. Sehingga ia menyetujui ide Bawaslu untuk merevisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.

Menurutnya jika dalam UU tersebut terdapat kekurangan, Komisi II bisa membuat skala prioritas untuk merevisinya. "Pasal mana yang perlu kita revisi. Ini bisa kita lakukan di awal karena belum ada kepentingan dan jauh dari pemilu," ujar Yandri dalam kesempatan yang sama di DPR, Jakarta, Senin (24/11).

Ketua Komisi II Rambe Kamarul Zaman menyetujui adanya perubahan UU agar di setiap TPS dihadirkan panwaslu. Menurutnya pengawas pemilu memang harus dihadirkan secara resmi agar ada data yang jelas dari daerah hingga pusat. Kalau data tidak jelas hal ini akan menjadi persoalan.

"Apa sulitnya bayar selama bisa berjalan efektif. Ini harus dipersiapkan secara bagus," ujar Rambe di komisi II DPR, Jakarta, Senin (24/11).

BACA JUGA: