JAKARTA, GRESNEWS.COM - Dukungan terhadap rencana revisi undang-undang tentang pemilihan kepala daerah (pilkada) berkurang. Pasalnya dari 27 anggota Komisi II DPR yang mendukung revisi UU Pilkada, satu anggota dari Partai Demokrat, Wahidin Halim, menyatakan mencabut dukungannya.

"Apabila sebelumnya diinformasikan ada satu anggota Komisi II dari Fraksi PD yang menggunakan hak keanggotaannya mendukung revisi UU Pilkada atas nama saya, Wahidin Halim, maka sebagaimana sikap dan arahan fraksi, secara otomatis telah dilakukan pencabutan terhadap dukungan tersebut," kata Wahidin dalam rilisnya di Jakarta, Sabtu (23/5).

Pencabutan itu, menurut Wahidin, telah disampaikan kepada pimpinan Komisi II DPR RI, dengan tembusan kepada pimpinan DPR RI dan pimpinan Fraksi Partai Demokrat DPR RI. Sikap wahidin itu mengikuti kebijakan Partai Demokrat yang menyatakan menolak dukungan usulan revisi UU Pilkada.

"Dengan adanya arahan dan sikap Fraksi Partai Demokrat tersebut maka dengan sendirinya tidak ada satu anggota pun dari Fraksi Partai Demokrat di Komisi II yang ikut mendukung/menyetujui revisi UU Pilkada," tuturnya.

Nama Wahidin sebelumnya disebut oleh Ketua Komisi II Rambe Kamarul Zaman menjadi satu-satunya anggota Fraksi PD yang ikut menandatangani usulan revisi UU Pilkada. Rambe menyebut sudah  ada 27 anggota Komisi II yang meneken usulan tersebut. Dengan dicabutnya dukungan ini maka tinggal 26 anggota Komisi II DPR yang setuju revisi UU Pilkada.

Sebelumnya fraksi-fraksi parpol yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP) berniat merevisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada. Namun usulan itu ditentang oleh partai dari Koalisi Indonesia Hebat.  

"Sejauh ini Koalisi Indonesia Hebat (KIH) tetap kompak menolak rencana revisi itu," ujar Ketua DPP PKB Abdul Malik Haramain.
Menurut Haramain, selain PKB  ada PDIP, Hanura, kemudian NasDem, ditambah Fraksi Demokrat yang menolak usulan revisi tersebut.

Haramain menuding upaya revisi dinilai hanya untuk mengakomodir kepentingan politis KMP. Undang-undang ini, menurutnya, sudah tiga kali direvisi. "Masa sekarang direvisi lagi. Urgensinya tidak ada," tutur anggota Komisi II DPR ini.

Ia mengkhawatirkan upaya revisi itu justru akan mengganggu tahapan persiapan pilkada. Ia juga mengkritik sejumlah anggota DPR yang mengatasnamakan Komisi II  dan menyatakan akan merevisi UU Pilkada. Pernyataan itu dinilainya menabrak aturan. Pasalnya, lima fraksi menegaskan penolakan terhadap revisi tersebut.

"Nggak bisa itu. Aturannya kan begini, revisi itu persetujuan seluruh fraksi Komisi II. Kemudian revisi disahkan di paripurna. Kalau paripurna lolos, baru diharmonisasikan dengan pemerintah," katanya.

Namun, jika pemerintah menolak maka percuma kengototan untuk merevisi. Presiden Jokowi juga sudah menyatakan menolak revisi UU Pilkada. (dtc)

BACA JUGA: